Sahabat yang seolah tahu tentang seluk-beluk situs ini kembali berujar, "Tiang-tiang ini sengaja dibuat agar orang bisa berkunjung ke tempat ini. Akan ada banyak turis nantinya yang datang mengabadikan dan mempromosikan tempat ini. Waelengga, dengan situs bersejarah di Watu Nggene, pasti akan dikenal semua orang."
Dalam hati aku merasa lucu dengan pernyataannya. Aku baru mengetahui tempat ini berkat penjelasan Bapak Guru IPS. Apakah semua orang Waelengga mengetahui situs bersejarah ini? Keraguan mulai muncul dalam diriku. Jika memang ini menjadi situs bersejarah, mengapa pemerintah secara khusus dinas pariwisata tidak mempromosikan kepada khalayak ramai?
Miris rasanya jika mempelajari candi Borobudur, candi Prambanan dan candi Mendut, namun tidak mengetahui situs sejarah yang ada di kampung halaman sendiri. Aku boleh bangga menceritakan kisah terbentuknya candi Borobudur di depan semua orang. Aku pasti sangat malu dan menangis ketika tidak mampu menjawab pertanyaan anak cucu tentang situs bersejarah Watu Nggene.
Pertanyaan lebih jauh, siapa yang harus bertanggung jawab menjaga situs bersejarah Watu Nggene ini? Kita semua memiliki tanggung jawab yang sama. Ini bukan soal apa yang kita raih sekarang tapi apa yang bisa kita berikan di masa depan.Â
Aku bersyukur kepada Bapak Guru Bene yang telah menyinggung situs bersejarah ini. Aku harus mencari jejak sejarah yang tertutup oleh sikap masa bodoh dan ketidakpedulian pada sejarah.
Sahabatku yang mahatahu tentang situs ini kembali berujar, "Teman-teman kita tidak tahu persis bagaimana tempat ini terbentuk. Tugas kita sekarang adalah bertanya pada sesepuh yang masih kuat berjalan.Â
Ada harapan untuk kita jika mereka masih mengingat cerita masa lalu. Aku yakin gudang memori mereka masih kental menyimpan seribu satu misteri situs bersejarah ini. Kita bersama menyelam dalam tuturan kata para saksi sejarah yang ada di Waelengga. Kita abadikan bercak-bercak sejarah itu dalam buku sejarah di tanah Waelengga."
Aku sangat tersentuh dengan perkataannya. Jika semua orang memiliki pemikiran demikian, situs bersejarah ini akan hidup seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat. "Hidup kita tidak abadi. Mereka yang mampu mengabadikan sejarah akan selalu hidup."
Lonceng sekolahku berbunyi. Bersama semua sahabat kami berjalan meninggalkan situs bersejarah itu dengan kepala tegak. Kami akan mengabadikan situs bersejarah ini. Waelengga, nantikanlah karya tangan kami.
"Jika bukan kita, siapa lagi. Jika bukan sekarang, kapan lagi." Ingat, kita datang dalam sejarah dan akan pergi dalam sejarah. Kita datang dan pergi pasti membutuhkan kompas agar tidak tersesat. Saat menyusuri sejarah, kita harus kembali ke saksi-saksi sejarah. Merekalah saksi-saksi sejarah yang harus kita kejar sebelum mereka pergi ke abadian.