Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Orang NTT Berwatak Keras?

31 Januari 2019   10:24 Diperbarui: 6 Juli 2021   15:38 5658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Kolaborasi budaya Yogyakarta, Manggarai dan Timor (Dokpri)

Baca juga : Saya Orang NTT "Nusa Terindah Toleransi"

NTT memang keras dan setiap orang yang dibentuknya memiliki kesamaan watak. Dalam filosofinya, orang NTT melihat alam sebagai "ibu kedua". Kedekatan pada alam merupakan kerinduan akan belaian tangan ibu. Untuk itu, anak NTT yang tidak pernah menyatu dengan alam kurang mendapat cinta keibuan darinya.

Faktor lingkungan memiliki pengaruh yang besar. Jika ingin berbicara keindahan masa kanak-kanak datanglah ke NTT. Mengapa? Karena kami sungguh menikmati sukacita masa kecil. 

Belum pernah ada orang yang mampu memisahkan kami dari lingkungan bermain. Orangtua membiarkan kami berenang dalam batasan umur kami sendiri. Tidak ada kemandegan dalam menikmati hidup bersama.

Kami tidak pernah mengalami fiksasi cinta dari alam. Hal ini berefek pada semangat kolektif yang tinggi untuk selalu bersatu. Semangat ini terbawa ke mana saja kaki berlangkah. Lingkungan menjadikan kami keluarga tanpa hubungan darah. 

Lingkungan adalah urat nadi yang selalu memberi kehidupan bagi kami. Karena semangat itu, kami selalu berada dalam satu rasa dan cinta yang dalam sebagai saudara.

Baca juga : Dalam Setahun Orang NTT Menghabiskan 3 Triliun untuk Membeli Sabun dan Shampo

Tiga faktor di atas sudah mampu membuka pemahaman kita mengenai karakter orang NTT. Masih banyak faktor yang bisa dilihat secara lebih nyata. 

Aku melihat dari kacamata pengalaman hidup sebagai orang yang berlabel NTT. Jika ada faktor lain yang bisa menambah pemahaman kita mengenai watak seseorang, itu sangat membantu. Memahami karakter seseorang adalah pintu masuk untuk memintal tali persaudaraan.

Dokpri. Bersama Santriwati di Pondok Pesantren Edi Mancoro, Salatiga
Dokpri. Bersama Santriwati di Pondok Pesantren Edi Mancoro, Salatiga
Akhir-akhir ini orang mempersalahkan agama sebagai pemantik konflik. Menempatkan agama sebagai sumber konflik adalah sebuah kekeliruan besar. 

Pada dasarnya semua agama mengajarkan hal yang baik. Orang yang tidak memahami agamanya dengan baik kerap kali menjadi sumber konflik. Jelas bahwa agama tidak pernah menciptakan konflik. Jika ada agama yang mengajarkan hal yang kurang baik, mengapa harus memiliki agama tersebut?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun