Mohon tunggu...
Atallah Muflih
Atallah Muflih Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa aktif UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Madzab Pemikiran Hukum (Positivisme)

21 Mei 2025   22:57 Diperbarui: 21 Mei 2025   22:56 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


MADZHAB PEMIKIRAN HUKUM (POSITIVISME) Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Julijanto, S.Ag.,M.Ag. Desyta Restu Aji1, Attalah Muflih2desytarestuaji12@gmail.com, attallahmuflih06@gmail.com Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam madzhab pemikiran hukum positivisme, baik dari segi historis, konseptual, maupun implikasinya terhadap praktik hukum modern. Tujuan utama dari penulisan ini adalah untuk memahami karakteristik utama hukum positivisme, tokoh-tokoh utamanya seperti John Austin dan H.L.A. Hart, serta perbedaan pandangan antara hukum positivisme dengan aliran hukum lainnya, seperti hukum alam. Metode yang digunakan dalam pembahasan ini adalah studi keputusan dengan menggunakan bahan hukum sekunder seperti buku, artikel, jurnal, yang mana hal tersebut dijadikan sebagai sumber data yang digunakan. Data yang dikumpulkan secara analistis. Yang kemudian fokus analisis yang ditujukan dalam artikel ini adalah untuk memahami ketentuan hukum yang berlaku dan teori hukum yang terkait. Berdasarkan sumber bahan penelitian kepustakaan dan literatur yang relevan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kesesuaian peraturan hukum dan praktiknya terhadap masyarakat. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa positivisme hukum menekankan pentingnya pemisahan antara hukum dan moralitas, serta mengedepankan hukum sebagai produk kekuasaan yang sah dan berlaku secara formal dalam suatu sistem negara. Artikel ini diharapkan Desyta Restu Aji, Atallah Muflih dapat memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai posisi dan relevansi hukum positivisme dalam diskursus hukum kontemporer.Kata kunci: hukum positivisme, John Austin, H.L.A. Hart, hukum dan moralitas. AbstractThis article aims to examine in depth the school of legal thought known as legal positivism, from historical and conceptual perspectives, as well as its implications for modern legal practice. The primary objective is to understand the core characteristics of legal positivism, its main proponents such as John Austin and H.L.A. Hart, and the differences between positivism and other schools of legal thought, such as natural law. The method used in this study is doctrinal legal research, utilizing secondary legal sources such as books, articles, and journals as the main data. The data is analyzed qualitatively to understand the applicable legal provisions and relevant legal theories. Based on library research and relevant literature, this study also seeks to assess the compatibility between legal regulations and their implementation in society. The findings indicate that legal positivism emphasizes the separation of law and morality, viewing law as a legitimate and formally enacted product of state authority. While contributing significantly to the development of modern legal theory, it has also been criticized for neglecting the aspect of substantive justice. This article is expected to offer a comprehensive understanding of the position and relevance of legal positivism in contemporary legal discourse.Keywords: legal positivism, John Austin, H.L.A. Hart, law and morality.PendahuluanMadzhab hukum positivisme adalah salah satu aliran dalam teori hukum yang memandang bahwa hukum adalah peraturan yang dibuat oleh negara dan diberlakukan secara formal dalam masyarakat. Salah satu aliran yang paling signifikan dalam teori hukum adalah positivisme hukum, yang berfokus pada pemisahan yang jelas antara hukum dan moralitas. SesungguhnyaMadzhab Pemikiran Hukum (Positivisme)positivisme hukum merupakan aliran pemikiran yang memperoleh pengaruh kuat dari ajaran positivisme (pada umumnya). Oleh karenanya, pemahaman ajaran positivisme hukum merupakan norma positif dalam sistem peraturan perundang-undangan. Aliran ini berkembang seiring dengan pemikiran filsuf seperti Jeremy Bentham dan John Austin pada abad ke-19, yang mengemukakan bahwa hukum harus dipahami sebagai peraturan yang ditetapkan oleh penguasa yang sah dan berfungsi untuk mengatur perilaku sosial. Teori ini mendapat pengaruh besar dari pandangan logis-positivistik yang berkembang dalam ilmu pengetahuan dan filsafat, yang mengutamakan verifikasi dan bukti empiris sebagai dasar untuk menentukan kebenaran. Dalam konteks hukum, hal ini berarti bahwa hukum hanya dapat dianggap sah jika ia dapat diverifikasi dalam sistem hukum yang ada, tanpa melibatkan nilai-nilai yang tidak dapat dibuktikan atau dijelaskan secara empiris. Seiring berjalannya waktu, positivisme hukum terus berkembang, dan walaupun mendapat kritik, ia tetap menjadi salah satu pendekatan utama dalam pemahaman serta penerapan hukum modern. Positivisme hukum menekankan bahwa hukum adalah seperangkat aturan yang sah dan berlaku berdasarkan otoritas negara, tanpa bergantung pada standar moral atau nilai-nilai etika tertentu. Rumusan Masalah1. Apa pengertian mengenai hukum positivisme?2. Bagaimana ciri positivisme dalam hukum?3. Bagaimana pendapat dari tokoh-tokoh hukum positivisme?4. Apa kelebihan dan kekurangan dari hukum positivisme?Hasil dan Pembahasan Hukum PositivismeHukum positivisme adalah aliran dalam filsafat hukum yang menganggap bahwa hukum tertinggi adalah aturan tertulis. Mazhab hukum positif menurut Hans Kelsen yang diikuti Lili Rasyidi merupakan suatu teori tentang hukum yang senyatanya dan tidak mempersoalkan senyatanya itu, yakni apakah senyatanya itu adil atau tidak adil. Selain itu, dapat dikatakanbahwa hukum positif merupakan kebalikan dari hukum alam. Sebab, mazhab ini mengidentikkan hukum Desyta Restu Aji, Atallah Muflih dengan undang-undang . Satu-satunya dasar hukum adalah peraturan perundang-undangan. Dalam aliran positivisme hukum sangat menjunjung tinggi hukum yang tertulis, sehingga akibatnya paham ini beranggapan bahwa tidak ada norma hukum di luar hukum positif. Sebenarnya pandangan yang mengagung-agungkan hukum positif ini merupakan apresiasi yang sangat berlebihan terhadap kekuasaan yang memiliki otoritas untuk membuat hukum tertulis, sehingga sumber kuasa dari kekuasaan adalah undang-undang. Konsep paradigma positivisme hukum telah mengemukakan beberapa premis dan postulat yang dijadikan landasan dalam pemikirannya, antara lain: pertama, hukum di suatu negara berlaku tidak berdasarkan pada kehidupan sosial, maupun dalam jiwa bangsa (volksgeist), serta juga tidak didasarkan pada hukum alam. Namun memperoleh pengesahan dari otoritas yang berwenang. Kedua, hukum seharusnya dilihat hanya dari aspek formalnya, sehingga perlu dipisahkan dari aspek materialnya. Ketiga, hukum diakui eksistensinya, namun bukan sebagai objek ilmu hukum. Karena hal ini dianggap dapat merusak keaslian ilmiah dari undang-undang itu sendiri. Positivisme hukum ada 2 bentuk, yaitu: 1.Positivisme Yuridis Dalam perspektif positivisme yuridis, hukum dipandang sebagi suatu gejala tersendiri yang perlu diolah secara ilmiah. Tujuan positivisme yuridis adalah pembentukan struktur rasional system yuridis yang berlaku. Dalam praksisnya konsep ini menurunkan suatu teori pembentukan hukum bersifat professional yaitu hukum merupakan ciptaan para ahli hukum. 2. Positivisme sosiologis Madzhab Pemikiran Hukum (Positivisme)Dalam pandangan positivisme sosiologis, hukum dianggap sebagai komponen dari kehidupan sosial. Oleh karena itu, hukum memiliki sifat terbuka untuk kehidupan masyarakat. Keterbukaan ini menurut positivisme sosiologis perlu diteliti dengan menggunakan metode ilmiah. Karakteristiknya adalah Auguste Comte yang memperkenalkan ilmu baru yang disebut sosiologi. Mazhab yang juga dikenal sebagai aliran hukum positif beranggapan penting untuk secara jelas memisahkan antara hukum. dan etika, yaitu antara hukum yang diterapkan dan hukum yang tumbuh merupakan suatu pemikiran dalam bidang hukum yang dikenal sebagai Legisme, yaitu pandangan yang beranggapan tidak ada hukum di luar peraturan, atau satu-satunya sumber hukum ialah peraturan. Ciri Positivisme Dalam Ilmu HukumDalam karya Hart yang dirujuk oleh Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah menjelaskan, terdapat lima karakteristik mengenai positivisme yang ada pada ilmu hukum saat ini (jurisprudensi kontemporer):1. Hukum merupakan suatu perintah yang berasal dari manusia. 2. Tidak terdapat hubungan yang pasti antara hukum dan etika, antara hukum yang ada (hukum apa adanya) dan hukum yang diharapkan (hukum yang seharusnya ada).3. Analisis mengenai konsep hukum (legal concept) sangat penting dan perlu dibedakan dari:*Penyelidikan secara sejarah tentang sebab musabab hukum atau tentang sumber hukum *Penelitian sosiologis tentang keterkaitan hukum dengan fenomena-fenomena sosial lainnya, penelitian hukum yang berlandaskan etika, tujuan-tujuan sosial, peran hukum, dan lain-lainDesyta Restu Aji, Atallah Muflih 4. Sistem hukum merupakan sebuah sistem logika yang tertutup; dalam sistem ini, ketentuan-ketentuan hukum yang sah dapat diperoleh dengan menggunakan alat-alat. logika (cara-cara logis) dari ketentuan hukum yang telah ditentukan sebelumnya, dengan mempertimbangkan tujuan sosial, politik, norma-norma moral, dan lain-lain. 5. Pemikiran mengenai moralitas tidak dapat disusun atau dibuktikan dengan menggunakan argumen dan bukti yang bersifat logis, contohnya dalam hal penjelasan mengenai fakta-fakta. Sedangkan Menurut John Austin, yaitu: 1.Hukum adalah perintah yang berdaulat 2.Ilmu hukum selalu berkaitan dengan hukum positif atau dengan ketentuanketentuan lain yang secara tegas dapat disebutkan demikian, yaitu yang diterima tanpa memperhatikan kebaikan atau keburukannya.3.Konsep tentang kedaulatan negara: * Kedaulatan yang diterapkan dalam ilmu hukum merujuk pada suatu ciri negara yang bersifat internal maupun eksternal. * Ciri eksternal kedaulatan negara terlihat dalam hukum internasional, sedangkan ciri internal kedaulatan terlihat dalam hukum positif. * Pelaksanaan kedaulatan memerlukan kepatuhan. Ketaatan terhadap kedaulatan negara bervariasi tergantung pada kebutuhan subjeknya. Tokoh Filsafat Hukum Positivisme dan Pendapatnya1. John AustinMadzhab Pemikiran Hukum (Positivisme)Tokoh utama dalam positivisme hukum adalah John Austin (1790-1859), yang dikenal sebagai "bapak ilmu hukum Inggris" dan sebagai ahli hukum pertama yang memperkenalkan positivisme hukum sebagai suatu sistem. Pandangannya dikenal dengan sebutan analisis yurisprudensi yang beranggapan bahwa hukum merupakan perintah dari otoritas yang dicatat dalam bentuk undang-undang, sehingga elemen paling utama dari hukum adalah "perintah" (command). Karena itu, hukum memiliki sifat yang tetap, logis, dan merupakan sistem logika tertutup, di mana keputusan hukum yang benar seringkali dapat dihasilkan dengan menggunakan alat-alat logika dari norma-norma hukum yang telah ditetapkan sebelumnya tanpa mempertimbangkan nilai baik atau buruk. Hukum menurut Austin perlu dipahami sebagai perintah, karena hukum seharusnya tidak memberikan pilihan (antara mematuhi atau tidak mematuhi). Austin menegaskan bahwa hukum bukan sekadar kumpulan aturan atau petuah moral, melainkan hukum sebagai perintah, yang terdiri dari dua elemen fundamental yaitu hukum sebagai keinginan penguasa yang harus dipatuhi, serta hukum memiliki potensi untuk menimbulkan konsekuensi negatif atau bahkan berbahaya bagi individu yang melanggarnya. Orang yang terpengaruh oleh perintah, wajib untuk mematuhinya. Kegagalan untuk memenuhi tuntutan perintah akan dikenakan sanksi hukum. Kegagalan dalam memenuhi permintaan perintah, akan memperoleh hukuman hukumAustin mengungkapkan ada dua pembedaan besar berkaitan dengan hukum, yaitu:a. Hukum TuhanDesyta Restu Aji, Atallah Muflih Adalah ketentuan yang dibuat oleh Tuhan untuk makhluk-Nya. Aturan ini adalah suatu prinsip moral dalam kehidupan manusia dalam pengertian yang sesungguhnya. b. Hukum ManusiaMerupakan peraturan yang ditetapkan oleh manusia bagi manusia. Hukum manusia ini dibagi menjadi 2 yakni:1. Hukum yang sesungguhnya. Hukum ini berfungsi sebagai puncak politik dalam menjalankan hak-hak yang diberikan oleh kekuasaan politik. 2. Hukum yang sejatinya bukanlah hukum. Ini mencakup hukum-hukum yang muncul berdasarkan analogi, contohnya peraturan-peraturan yang berkaitan dengan keanggotaan individu dalam kelompok tertentu.2. Gustav RadburchGustav Radburch, yang berasal dari Jerman, mengajarkan bahwa hukum perlu mengandung tiga nilai utama, yaitu; nilai keadilan (aspek filosofis), nilai kepastian (aspek yuridis), dan nilai kemanfaatan (aspek sosiologis). Setiap peraturan hukum harus dapat dirujuk kembali pada nilai keabsahan yang menjadi landasan tersebut. Gustav mengartikan hukum sebagai perpaduan antara nilai-nilai yang perlu diwujudkan dan realitas yang tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, dan nilai yang dimaksud adalah keadilan. Oleh sebab itu, usaha untuk mencapai keadilan perlu direalisasikan dalam peraturan yang jelas, berupa undang-undang. Dalam perkembangannya, aspek kepastian itu menjadi pokok dari prinsip rule of law.3. Han KelsenHans Kelsen, seorang filsuf dan pakar hukum asal Austria, terkenal dengan teori grundnorm, mengemukakan bahwa hukum merupakan sistem norma yang berlandaskan pada keharusan, di mana penentuan sistem norma ini didasari oleh moralitas atau nilai-nilai yang baik. Pertimbangan yang mendasari suatu norma bersifat metayuridis dan belum menjadi hukum yang berlaku. Ketentuan itu akan menjadi peraturan yang diakui jika diinginkan oleh masyarakat danMadzhab Pemikiran Hukum (Positivisme)dituliskan dalam bentuk tertulis, diterbitkan oleh negara dan mengandung perintah. Hans Kelsen, yang juga dikenal dengan Teori Hukum Murni (The Pure Theory Of Law), menerangkan bahwa hukum diikuti bukan karena dianggap adil atau baik, melainkan karena hukum tersebut ditulis dan disetujui oleh pihak berwenang. Penjelasan Hans Kelsen dalam konteks hukum murni berfokus pada pemahaman tentang sifat hukum dan proses pembentukannya. Inilah yang menjadikan ilmu hukum memiliki objek studi yaitu perundang-undangan, yang tertulis, berisi perintah dan sanksi jika dilanggar dan disusun oleh negara sebagai penguasa. 4. Herbert Lionel Aldophus HartIa menyatakan bahwa hukum harus konkrit, sehingga perlu ada pihak yang mendokumentasikannya. Pengertian "yang menuliskannya" merujuk pada makna bahwa hukum harus dikeluarkan oleh seorang individu (subjek) yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan dan mencatatnya. Instansi tersebut adalah negara. Otoritas suatu negara tercermin dari atribut negara, yaitu kedaulatan negara. Berdasarkan kedaulatannya, secara internal negara memiliki wewenang untuk menetapkan dan melaksanakan apa yang dikenal sebagai hukum positif. Berdasarkan Hart, terdapat dua jenis aturan yaitu aturan primer dan aturan sekunder. Peraturan perundang-undangan primer merupakan peraturan yang mengatur pembentukan, penafsiran, penerapan, serta revisi peraturan perundang-undangan primer, yang meliputi kebiasaan, adat, dan nilai-nilai yang diterima secara lokal maupun internasional. Peraturan perundang-undangan sekunder juga meliputi aturan yang mengatur cara legislatif, pengadilan, dan eksekutif melaksanakan undang-undang. Kelemahan dan Kelebihan Positivisme HukumDesyta Restu Aji, Atallah Muflih Positivisme hukum hanya memiliki satu keuntungan, tetapi banyak kekurangan. Keuntungannya adalah tersedianya jaminan hukum yang jelas, sehingga masyarakat dapat dengan mudah memahami apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang. Negara atau pemerintah akan mengambil tindakan tegas sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam undang-undang, sehingga tanggung jawab hakim menjadi relatif lebih gampang, sebab tidak perlu memikirkan nilai-nilai keadilan dan kebenaran, namun hanya sekadar menerapkan peraturan hukum pada kasus tertentu. Adapun kelemahannya antara lain sebagi berikut: 1.Hukum sering digunakan oleh penguasa sebagai sarana untuk menegaskan dan mempertahankan kekuasaannya. Oleh karena itu, sering kali hukum yang seharusnya melindungi masyarakat justru menindas rakyat. 2.Undang-undang tidak fleksibel dalam menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Sebagaimana diketahui, kemajuan masyarakat berlangsung dengan cepat dan terkadang sulit untuk diprediksi sebelumnya. Oleh karena itu, peraturan sering kali tidak dapat mengimbangi kemajuan yang cepat itu3.Undang-undang yang bersifat tertulis tidak dapat mencakup semua masalah sosial. 4.Kekuasaan politik negara seringkali mempengaruhi sistem hukum, karena pada dasarnya hukum positif dibuat oleh lembaga negara yang berwenang. Dengan demikian pembaharuan hukum sangat bergantung pada kekuasaan pemerintah yang membentuk undangundang. Disisi lain seringkali terdapat penyalahgunaan pada proses pembentukan hukum, hal itu karena terdapat kepentingan lain para penguasa ataupun para pembentuk hukum. KesimpulanMazhab hukum positivisme menekankan bahwa hukum adalah aturan yang ditetapkan oleh negara dan tertulis dalam undang-undang, tanpa mengaitkannya dengan nilai moral atau keadilan. Dalam pandangan ini, hukum dianggap sebagai sistem yang terpisah dan logis, yang berlaku karena adanya legitimasi dari kekuasaan yang berwenang. Terdapat dua bentuk positivisme, yaitu positivisme yuridis yang menekankan hukum sebagai peraturan yang dibuat oleh ahli hukum, dan positivisme sosiologis yang melihat hukum sebagai bagian dari kehidupan sosial masyarakat. Adapun 3 tokoh hukum positivisme yaitu John Austin, Gustav Radbruch, Han Kelsen, dan Herbert Lionel Aldophus Hart. Meskipun memberikan kepastian hukum, aliran ini sering dikritik karena mengabaikan aspek moral dan keadilan, serta kesulitan dalam menghadapi perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang dinamis. ReferensiFakhria, S. (2015). Madzhab Hukum Islam. Jurnal Hukum Islam, 26(1), 184-186. Rohmat, A. K. A & Patriah, S. (2022). Positivisme dan Pengaruhnya Terhadap Penegakan Hukum di Indonesia. Jurnal Labotarium Syariah dan Hukum, 03(03), 221. Herlambang, P. H. (2019). Positivisme dan Implikasinya Terhadap Ilmu dan Penegakan Hukum. Jurnal State Law Riview, 2(2), 105-106. Humiati. (2022). Komentar Terhada Hukum dan Masyarakat Dalam Pemikiran John Austin, H.L.A Hart dan Hans Kelsen. Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum, 162. Islamiyati. (2018). Kritik Filsafat Hukum Positivisme Sebagai Upaya Mewujudkan Hukum Yang Berkeadilan. Law & Justice Jurnal, 1(1), 87-89. Bekti Suharto, "Menyoal Sudut Pandang: Kritik Terhadap Epistimologi Positivisme Hukum", pdf Hermanto, A. B. (2016). Ajaran Positivisme Hukum di Indonesia. Jurnal Hukum dan Bisnis, 2(4), 111-113. Ananda, A. A. T. Teori Positivisme Hukum. (2024). Jurnal Penelitian Ilmiah Multidisiplin, 8(11), 66. Bagir Manan. (1985). Peranan Hukum Administrasi Negara dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Makalah pada Penataran Nasional Hukum Administrasi Negara. Fakultas Hukum Universitas Hasanudin, 1985, Ujung Pandang.Ferdiasnyah, E. (2023). Pengaruh Pemikiran Filsafat Aliran Positivisme. Jurnal Filsafat Terapan, 1(1).Pertanyaan diskusi ketika presentasi: 1. Bagaimana filsafat hukum positivisme memandang hukum yang tidak tertulis?Jawab : Filsafat hukum positivisme memandang hukum yang tidak tertulis dengan skeptis dan tidak mengakui keberadaannya sebagai hukum yang sah. Berikut beberapa alasannya-hukum harus tertulis, hukum tidak tertulis tidak dapat dipastikan, hukum tidak tertulis dapat menimbulkan ketidakpastian, hukum harus dibuat oleh lembaga yang berwenang.2. apakah ada perbedaan teori dari tokoh john austin, gustav radburch, hen kelsen, H.L.A hart?Jawab : - Austin dan Kelsen berfokus pada aspek-aspek formal dan logis dari hukum, sedangkan Radbruch dan Hart lebih mempertimbangkan aspek-aspek sosial dan moral.- Austin dan Kelsen cenderung lebih positivis dalam pandangan mereka tentang hukum, sedangkan Radbruch dan Hart lebih kritis dan analitis dalam pendekatan mereka terhadap hukum. Biografi Penulis Desyta Restu Aji adalah mahasiswi UIN Raden Mas Said. Desyta menempuh pendidikan di Fakultas Syariah, jurusan Hukum Ekonomi Syariah. Dengan dedikasi dan kerja keras, Desyta berusaha menjadi mahasiswi yang berintegritas dan berkontribusi positif bagi masyarakat.Atallah Muflih adalah mahasiswa UIN Raden Mas Said. Atallah menempuh pendidikan di Fakultas Syariah, jurusan Hukum Ekonomu Syariah. Dengan semangat dan kerja keras, Atallah berusaha menjadi mahasiswa yang berintegritas dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun