Mohon tunggu...
Asyrof FajarFarisudin
Asyrof FajarFarisudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

dont waste our time

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi Eksekusi Nafkah Istri Pasca Perceraian dalam Putusan Cerai Talak (Studi kasus di Pengadilan Agama Ngawi)

2 Juni 2023   19:08 Diperbarui: 2 Juni 2023   23:53 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  • Judul Skripsi                       : EKSEKUSI NAFKAH ISTRI PASCA PERCERAIAN DALAM PUTUSAN CERAI TALAK (Studi kasus di  Pengadilan Agama Ngawi)
  • Nama Penulis                     : WILDAN SIROJUDDIN
  • Nama Perguruan Tinggi     : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SURAKARTA
  • Tahun                                 : 2020
  • Jumlah Halaman                 : 78
  • Nama Reviewer                  : Asyrof Fajar Farisudin
  • Nim                                    : 212121210

EKSEKUSI NAFKAH ISTRI PASCA PERCERAIAN DALAM PUTUSAN CERAI TALAK (Studi kasus di Pengadilan Agama Ngawi)

A. Pendahuluan 

        Perceraian yang dianggap sah adalah perceraian yang dilaksanakan di hadapan persidangan. Perceraian merupakan realitas yang tidak dapat dihindari apabila kedua belah pihak telah mencoba untuk mencari penyelesaian dengan jalan damai yakni dengan jalan musyawarah, jika masih belum dapat kesepakatan dan merasa tidak bisa melanjutkan keutuhan keluarga maka barulah kedua belah pihak bisa membawa permasalahan ini ke pengadilan untuk dicari jalan keluar yang terbaik. Pengadilan merupakan upaya terakhir untuk mempersatukan kembali suami isteri yang berniat cerai tadi dengan jalan membuka lagi pintu perdamaian dengan cara musyawarah memakai penengah yakni hakim mediator, untuk orang yang beragama Islam akan membawa permasalahan kepada Pengadilan Agama, sementara untuk agama lainnya merujuk kepada Pengadilan Negeri. Di dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara di Indonesia, kaum perempuan telah mendapat perhatian yang sangat istimewa dengan adanya berbagai peraturan perundang-undangan. Tujuannya adalah untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat kaum wanita dalam berbagai hak maupun kepentingannya secara keperdataan, antara lain dengan lahirnya Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, ketiganya telah menjadi kodifikasi dan unifikasi hukum perdata di Indonesia, khususnya bagi warga negara yang beragama Islam. Setiap Putusan Pengadilan perkara perdata idealnya dipenuhi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh Tergugat Rekonvensi, hal tersebut tidak menjadi masalah jika pemenuhan kewajiban dipenuhi oleh Tergugat Rekonvensi (suami), namun jika Tergugat Rekonvensi tidak menyanggupi amar putusan dan tetap dipaksa untuk memenuhinya, berarti pelaksanaan peradilan tidak sesuai dengan asas keadilan dan putusan yang amat mulia dilecehkan oleh Pemohon karena tidak membayar kewajibannya. Putusan hakim meliputi unsur keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan, ketiga unsur ini harus diterapkan secara professional yang pada akhirnya menghasilkan putusan yang memenuhi harapan para pencari keadilan. Melihat hukum yang berlaku bahwa hak-hak Penggugat Rekonvensi semestinya dipenuhi sebagaimana unsur putusan tersebut jika tidak demikian hukum acara yang berlaku memberikan jalan yang harus ditempuh oleh pihak Penggugat Rekonvensi untuk memperoleh hak-haknya yaitu melalui permohonan eksekusi, selama ini belum ada cara lain selain melalui eksekusi jika Tergugat Rekonvensi tidak mau melaksanakan keputusan hakim atas kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya. Eksekusi adalah hak untuk menjalankan putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, putusan pengadilan yang di eksekusi adalah putusan yang mengandung perintah kepada salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang atas pelaksanaan hakim sedangkan yang kalah tidak mau melaksanakan putusan itu secara sukarela, Dengan kata lain hakim harus mempunyai kebijakan agar Penggugat Rekonpensi tidak dirugikan dan mendapatkan keadilan dan pihak Tergugat Rekonpensi tidak terbebas dari kewajiban-kewajiban jika tidak efektif dengan dilaksanakan eksekusinya. Dalam kasus perceraian di Pengadilan Agama Ngawi, suami yang ingin menceraikan istrinya dia diberi waktu selama enam bulan lamanya untuk mengucapkan ikrar talaknya dihadapan persidangan jika dalam waktu tersebut suami belum bisa mengucapkan ikrar talaknya maka gugurlah putusan tersebut. Seperti yang tertera dalam pasal 70 ayat (6) UU no. 3 tahun 2006 tentang perubahan UU no. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyebutkan “jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak tidak datang menghadap sendiri atau mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah dan patut, maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama”

  • Rumusan Masalah
    • Mengapa Nafkah istri pasca perceraian lebih didahulukan dari pada ikrar talak dalam Putusan Cerai Talak yang disertai gugatan rekonpensinya di Pengadilan Agama Kelas I-B Ngawi?
    • Bagaimana status  Perkawinan pasca gugurnya putusan cerai yang disertairekonpensinya yang disebabkan tergugat rekonpensi tidak bisa memenuhi permintaan penggugat rekonpensi setelah enam bulan lamanya?
  • Teori/Kerangka Teoritik
    • Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
    • Teori Eksekusi
    • Gugat rekonvensi
  • Metode penelitian
    • Jenis Penelitian kepustakaan (Library Research)
    • pendekatan kualitatif
  • Kesimpulan
    • Pelaksanaan Putusan cerai talak, mengenai nafkah istri pasca perceraian lebih di dahulukan dari pada pengucapan ikrar talaknya itu di dasarkan pada SEMA no 1 tahun 2017 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung tahun 2017 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan yang didalamnya meyebutkan bahwa untuk pembayaran Nafkah istri pasca perceraian dibayarkan sebelum ikrar talak. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga hak perempuan yang di cerai oleh suaminya dan juga sebagai pengisi kekosongan hukum di Indonesia. Jadi kedudukan SEMA tersebut tidak bertentangan dengan hukum atau aturan yang lebih tinggi kedudukannya karena SEMA tersebut juga digunakan untuk menjamin terlaksannya Pasal 41 UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan pasal 149 KHI khususnya dalam masalah Akhibat perceraian. Sidang ikrar talak pihak suami dikasih waktu 6 (enam) bulan lamanya untuk mengucapkan ikrar talaknya di hadapan persidangan, jika dalam kurun waktu 6 (enam) bulan tersebut suami tidak hadir atau tidak diwakilkan untuk melaksanakan ikrrar talak di depan sidang maka perkara tersebut gugur begitu juga dengan putusannya. Perkara tersebut bisa diajukan kembali dengan alasan yang berbeda. Jika perkara tersebut gugur begitupun dengan putusan tersebut maka status perkawinan masih berlanjut dan pihak istri tidak mendapatkan nafkah istri pasca perceraian.

B. Alasan memilih judul tersebut

judul penelitian ini akan sesuai dengan pembahasan skripsi yang akan reviewer bahas, sehingga penelitian ini dapat menjadi acuan peneliti dalam membahas pembuatan skripsi nantinya. Pola-pola dalam pembahasan, metode penelitian dan penulisan akan menjadi tolak ukur dalam penelitian yang akan dilakukan nantinya. Review skripsi ini akan dilakukan secara keseluruhan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat melihat kekurangannya agar dalam penulisan yang akan dilakukan oleh reviewer dapat mengisi kekurangan dalam penelitian ini.

C. Hasil Review Skripsi

  • Kesesuaian antara rumusan masalah dengan teori
    • Kesesuaian antara rumusan masalah dengan teori sudah sesuai dikarenakan dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori Teori Eksekusi dan Gugat rekonvensi dimana teori Eksekusi membahas tentang pelaksanaan terhadap putusan hakim baik keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap maupun yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam praktik peradilan umumnya apabila suatu putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) dapat dilaksanakan eksekusi terhadap barang-barang yang menjadi jaminan baik itu barang bergerak maupun tidak bergerak. Sedangkan teori Gugat rekonvensi adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan antara mereka. Seorang penggugat tergugat yang digugat oleh penggugat ada kemungkinannya mempunyai hubungan hukum lain dengan penggugat, dimana penggugat berhutang kepada tergugat dan belum dilunasi. Dalam hal ini kalau tergugat hendak menggugat penggugat, ia dapat menggugat penggugat dalam suatu perkara yang terpisah dari gugatan yang terdahulu antara penggugat dan tergugat, dalam gugatan yang kedua ini, yang terpisah dari gugatan yang pertama, tergugat berkedudukan sebagai penggugat, sedangkan penggugat berkedudukan sebagai tergugat. Akan tetapi dalam acara gugatan antara penggugat dengan tergugat, gugat rekonvensi, tergugat dapat menggugat kembali pihak penggugat, yang tidak merupakan acara yang terpisah dari gugatan yang pertama. Jadi kedua teori ini sesuai dengan rumusan masalah yang dibuat, sehingga kedua teori ini sudah memuat tentang pembahasan yang akan dilakukan.
  • Kesesuaian antaran kesimpulan dengan teori dengan pendekatan dan metode penelitian.
    • Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, akan tetapi tidak mencantumkan pendekatan secara teoritis sehingga dalam penelitian ini tidak tergambar dengan jelas pendekatan teoritis apa yang digunakan. Penelitian seperti ini bisa menggunakan pendekatan teoritis seperti pendekatan sosiologis yakni pendekatan atau suatu metode yang pembahasannya atas suatu objek yang dilandaskan pada masyarakat yang ada pada pembahasan tersebut. Berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan kontemporer, ilmu ini digunakan sebagai salah satu metode dalam rangka memahami dan mengkaji agama. Menurut reviewer dalam metode penelitian ini khususnya dalam jenis penelitian terdapat kekurangan dimana penelitian ini menggunakan jenis ppenelitian Penelitian kepustakaan (Library Research), seharusnya dalam penelitian yang menggunakan Studi kasus menggunakan jenis penelitian lapangan (Field Research) jenis penelitian yang mempelajari fenomena dalam lingkungannya yang alamiah. Untuk itu, data primernya adalah data yang berasal dari lapangan.
  • Kesesuaian antaran kesimpulan dengan teori.
    • Kesimpulan yang ditulis oleh penulis telah menjawab pertanyaan yang dirumuskan dalam rumusan masalah dengan begitu teori yang digunakan tentunya telah sesuai dengan kesimpulan.

D.Rencana Judul skripsi yang akan ditulis yaitu : EKSEKUSI NAFKAH ISTRI PASCA PERCERAIAN DALAM PUTUSAN CERAI TALAK (Studi kasus di Pengadilan Agama Surakarta)

Alasan : kasus cerai talak sedang marak terjadi, hal ini tergambar jelas dengan berbagai macam pengajuan perceraian di berbagai pengadilan Agama. Hal inilah yang menjadi topik yang akan dibahas oleh peneliti dimana peneliti akan membahas tentang ”Eksekusi Nafkah Istri Pasca Perceraian Dalam Putusan Cerai Talak (Studi kasus di Pengadilan Agama Surakarta)”. Dalam hal mengajukan perkara permohonan cerai talak Istri sebagai Termohon berhak mengajukan gugat balik (gugatan Rekonvensi) atas hakhaknya, seperti menuntut Nafkah Mut’ah, Nakah Iddah, Nafkah Lampau yang belum di penuhi oleh suami, serta mengajukan gugatan pembagian Harta Bersama, sebagaimana di atur pada Pasal 34 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 serta Pasal 80 ayat (1), (2), (3) dan (4) Kompilasi Hukum Islam. Berdasarkan ketentuan tersebut peneliti tertarik meneliti bagasimana eksekusi terhadap nafkah istri pasca perceraian oleh PA Surakarta.

Dalam penelitian ini akan membahas tentang eksekusi pengadilan agama Surakarta mengenai cerai talak dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif-conten analysis (kajian isi) Disebut normatif karena penelitian ini bertitik tolak dari dasar hukum seperti Al-Qur’an, hadits, ijma’ ulama, dan hukum positif. Hukum positif berupa peraturan seperti undang-undang perkawinan dan Perpu dan PP. Kajian isi adalah segala tehnik yang digunakan untuk menarik konklusi melalui sebuah cara menemukan karakteristik pesan, serta dilakukan secara objektif  dan sistematis. Penelitian ini bersifat pembahasan yang mendalam terhadap isi suatu isu tertulis dalam buku, jurnal dan dalam media internet. jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research). Penelitian ini secara langsung mencari data di PA Surakarta dan mewawancarai ketua PA Surakarta atau pihak yang terkait dan para Istri yang di talak sesuai dengan pencatatan PA Surakarta. Sehingga dalam penelitian ini bisa menggambarkan bagaimana hasil putusan PA dengan keadaan dilapangan.

Perbedaan penelitian ini dengan Penelitian yang diriview di atas adalah penelitian menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) sedangkan penelitian di atas menggunakan jenis penelitian pustaka (Library research).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun