Pada akhirnya, sehebat apa pun konsep Menu MBG dan semewah apa pun bahan yang kita gunakan, semuanya akan sia-sia kalau rasanya tidak bersahabat dengan lidah lokal --- terutama lidah kritis para anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui yang sering jadi juri paling jujur di meja makan. Anak-anak, misalnya, bisa langsung berubah jadi detektif makanan yang mendadak kehilangan selera kalau rasanya tidak familiar, sementara ibu hamil punya radar super sensitif terhadap aroma dan cita rasa. Karena itu, kuncinya bukan cuma gizi dan harga, tapi juga rasa yang sesuai dengan selera lokal : gurih yang pas, pedas yang bersahabat, dan aroma rempah yang mengundang nasi untuk minta tambah. Kalau itu terpenuhi, jangan heran kalau piring akan tandas tanpa drama dan mulut-mulut kecil itu akan berkata, "Ma, besok masak ini lagi ya!" --- bukti bahwa sepiring makan siang bergizi bisa jadi jembatan antara tradisi, kesehatan, dan cinta yang sederhana namun berarti.
Badan Gizi Nasional (BGN) akan menghentikan penggunaan produk pabrikan massal dalam menu MBG, dan beralih menggunakan produk lokal dari UMKM dan petani sekitar. dapur MBG harus kembali pada misi memberdayakan ekonomi lokal, bukan memperkaya pemilik industri besar.- Nanik S. Deyang.
Horas Hubanta Haganupan.
Horas ...Horas ... Horas
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI