Mohon tunggu...
ASWAN NASUTION
ASWAN NASUTION Mohon Tunggu... Kontributor Tetap

Menulis adalah bekerja untuk keabadian” Horas...Horas ..Horas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dari layar Kaca ke kolom komentar, Huru -hara perceraian Selebriti di Media Sosial.

28 Agustus 2025   19:34 Diperbarui: 28 Agustus 2025   19:34 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
riuh rendah media sosial

Jika media sosial adalah seorang manusia, mungkin ia sudah punya dua kepribadian yang berbeda. Satu sisi, ia adalah seorang terapis yang sabar mendengarkan keluh kesah. Sisi lainnya, ia adalah komentator bola yang paling beringas, siap menghujat siapa pun yang 'salah langkah' Dulu, ibu-ibu arisan bertukar gosip di teras rumah sambil ditemani teh hangat. Sekarang, 'gosip' dan 'komentar pedas' pindah ke media sosial, tapi yang beda, tehnya diganti amarah dan hujatan yang rasanya lebih pahit.

Perceraian selebriti seringkali menjadi bahan bakar bagi perbincangan panas di media sosial. Tidak jarang, komentar-komentar yang muncul di media sosial tidak hanya sekadar memberikan dukungan atau simpati, tetapi juga berisi hujatan dan cemoohan. Untuk memahami fenomena ini, mari kita analisis kasus perceraian Azizah Salsha dan Pratama Arham Alif Rifai ( Bek kiri Timnas Indonesia ).  Azizah dan Arham adalah pasangan selebriti yang diidolakan banyak orang. Kisah cinta mereka di layar kaca dan kehidupan nyata seringkali menjadi inspirasi. Namun, saat kabar perceraian mereka mencuat, media sosial langsung berubah menjadi arena perdebatan yang sengit. Beberapa warganet dengan cepat mengambil alih peran "hakim" dan "juri", mengeluarkan putusan tanpa didasari bukti yang kuat.

Di satu sisi, ada kelompok yang mendukung Azizah. Mereka menganggap Azizah sebagai korban dan Arham sebagai pihak yang bersalah. Komentar-komentar seperti, "Azizah pantas mendapatkan yang lebih baik!" atau "Arham tidak menghargai pengorbanan Azizah," membanjiri kolom komentar. Kelompok ini berusaha untuk menguatkan Azizah dengan dukungan moral dan simpati. Namun, di sisi lain, ada kelompok yang justru berbalik menyerang Azizah. Mereka beranggapan bahwa perceraian ini adalah salah Azizah karena tidak bisa menjaga rumah tangga. Komentar yang bernada hujatan pun mulai bermunculan, seperti "Azizah terlalu manja, makanya Arham cari yang lain" atau "Pantas saja cerai, sikapnya seperti itu." Kelompok ini seolah-olah mendapat kekuatan dari anonimitas media sosial untuk melontarkan komentar yang menyakitkan. Dari kasus Azizah dan Arham, kita dapat melihat bahwa media sosial memiliki dua sisi yang bertolak belakang. Di satu sisi, media sosial menjadi tempat untuk penguatan publik. Komunitas yang memiliki pandangan serupa bersatu untuk memberikan dukungan dan simpati. Hal ini dapat memberikan kekuatan moral bagi mereka yang sedang menghadapi kesulitan. Di sisi lain, media sosial juga bisa menjadi wadah hujatan. Anonimitas yang ditawarkan oleh media sosial seringkali menjadi pemicu bagi seseorang untuk melontarkan komentar negatif tanpa memikirkan dampaknya. Komentar ini bisa menjadi racun bagi mental seseorang dan merusak reputasi.

Di tengah perdebatan sengit tersebut, ada pula warganet yang menggunakan humor untuk menanggapi kasus ini. Meme lucu yang menggambarkan situasi perceraian Azizah dan Arham mulai bermunculan. Misalnya, meme yang membandingkan perceraian mereka dengan drama di sinetron, atau meme yang mengubah lirik lagu terkenal menjadi lirik yang relevan dengan kasus perceraian mereka. Humor ini seolah-olah menjadi katup pengaman untuk meredakan ketegangan di media sosial. Namun, tidak semua humor dapat diterima. Ada pula humor yang justru berlebihan dan terkesan tidak sensitif. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tetap bijak dalam menggunakan humor, terutama dalam isu-isu sensitif seperti perceraian. Pada akhirnya, kasus perceraian Azizah dan Arham adalah cermin dari bagaimana media sosial bekerja. Media sosial bisa menjadi tempat yang bermanfaat untuk berbagi informasi dan memberikan dukungan, tetapi juga bisa menjadi tempat yang berbahaya jika digunakan dengan tidak bijak. Sebagai warganet yang cerdas, kita harus mampu membedakan antara opini dan fakta, serta menahan diri dari menyebarkan kebencian.

Maka, di balik layar Handpnone, pertanyaan sesungguhnya bukan lagi soal siapa yang benar atau salah, melainkan apakah kita akan terus membiarkan media sosial menjadi ruang erupsi yang memecah belah, ataukah kita mampu mengembalikannya sebagai tempat di mana empati mengalahkan amarah?" Pada akhirnya, tanggung jawab untuk menciptakan ruang digital yang lebih sehat ada di tangan kita semua. Pilihan ada di tangan kita: melanjutkan tradisi saling menghujat, atau memulai tradisi baru di mana setiap ketikan menjadi wujud dukungan, bukan kebencian." Mungkin sudah saatnya kita ingat, di balik setiap layar, ada manusia dengan perasaan. Dan di setiap ketikan, ada pilihan: membangun atau menghancurkan

Media sosial, sebuah arena publik yang memungkinkan kita untuk terhubung dan berinteraksi. Di satu sisi, platform ini adalah tempat di mana kita bisa menemukan dukungan, berbagi kisah inspiratif, dan saling menguatkan. Namun, tak bisa dimungkiri, media sosial juga telah menjadi tempat di mana kemarahan publik lebih sering tumpah ruah. Dengan melihat fenomena sosial dari media sosial , kita bisa melihat bahwa perilaku menghujat bukanlah tindakan yang sederhana. Ini adalah cerminan dari kompleksitas interaksi manusia dengan teknologi, yang bisa mengeluarkan sisi terbaik, namun juga sisi terburuk dari diri kita.

Horas Hubanta Haganupan.

Horas ...Horas ... Horas

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun