Mohon tunggu...
Asutra Ulesko
Asutra Ulesko Mohon Tunggu... -

Saya percaya dengan kekuatan ide, jika dikemukakan dengan cara yang baik dan waktu yang tepat ia akan mengilhami perubahan besar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hubungan Wakil Rakyat dengan Pemilihnya

18 November 2013   10:05 Diperbarui: 4 April 2017   16:21 1350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan umum merupakan Pesta demokrasi yang dilaksanakan dalam 5 tahun sekali untuk memilih wakil-wakil kita yang ada di Tingkat pusat dan tingkat daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan hal yang menarik karena janji-janji para kontestan yang berlagak dalam kompetisi tersebut cukup mengalihkan perhatian kita dari yang lain. Berbagai cara kita dibuatnya untuk mendapat dukungan dari masyarakat supaya nantinya bisa mewakili kita di lembaga legislatif untuk menyuarakan aspirasi rakyat.

Manakalah ada pertanyaan Anggota DPR dan DPRD itu "wakil rakyat ataukah wakil organisasi sosial politik? pertanyaan inilah yang muncul ketika recalling terhadap anggota DPR yang dianggap tidak menjalankan program partainya. Hubungan wakil dengan yang diwakili menurut Gilbert Abcarian ada 4 (empat) tipe yaitu :

1. Si wakil bertindak sebagai wali (trustee). Wakil bebas bertindak mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri tanpa perlu berkonsultasi dahulu dengan yang diwakilinya.

2. Wakil bertindak sebagai "utusan" (Delegate). wakil bertindak sebagai utusan atau duta dari yang diwakilinya. Wakil selalu mengikuti instruksi dan petunjuk dari yang diwakilinya dalam melaksanakan tugas.

3. Wakil bertindak sebagai "politico". Wakil kadang-kadang bertindak sebagai wali dan ada kalanya bertinda sebagai utusan. Tindakan ini bergantung dari isi (materi) yang akan dibahas.

4. Wakil bertindak sebagai "partisan". Setelah wakil dipilih oleh pemilihnya maka lepaslah hubungannya dengan pemilihnya. mulailah hubungan terjalin dengan partai politik yang mencalonkannya dalam pemilihan tersebut.

Dari teori Abcarian ini jika dikontekskan dengan fenomena hubungan antatra wakil rakyat dengan partai politiknya di Indonesia, terlihat bahwa hubungannya adalah "partisan" karena wakil rakyat bertindak sesuai dengan keinginan atau program dari organisasi sosial politik yang mengusungnya. bukan sebagai wali (Trustee) ataupun utusan (delegate). Setelah wakil rakyat dipilih oleh pemilihnya maka terlepaslah hubungannya dengan pemilihnya tersebut, dan mulai terjalin hubungannya dengan partai politik yang mencalonkannya tadi dalam pemilihan umum. Hubungan partisan tersebut akan menjadi belenggu bagi wakil rakyat yang benar-benar ingin menyuarakan aspirasi rakyat yang diwakilinya manakalah hal itu berseberangan dengan kebijakan partai politiknya. Dalam posisi yang demikian seolah terjadi "gap" antara wakil rakyat dengan rakyat yang pemilihnya.

Dalam putusan No. 22-24/PUU-VI/2008 Mahkamah konstitusi memberikan satu penilaian dan pendapat hukum, sebagai berikut. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakasnakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan tertinggi bertada di tangan rakyat, sehingga dalam berbagai kegiatan pemilihan umum, rakyat langsung memilih siapa yang dikehendakinya. Besarnya suara pilihan rakyat menunjukkan tinggi legitimasi politik yang diperoleh oleh para calon legislatif maupun eksekutif, sebaliknya rendahnya perolehna suara juga menunjukkan rendahnya legitimasi politik calon yang bersangkutan.

Seharusnya, pasca Putusan MK no. 22-24/PUU-VI/2008, kedudukan Anggota DPR dan DPRD semakin kuat karena mewakili rakyuat yang dibuktikan melalui besarnya suara pilihan rakyat yang menunjukkan tingginya legitimasi politik yagn diperoleh oleh para calon legislatif. Dengan demikian, anggota DPR dan DPRD yang dicalonkan oleh partai politik akan menjadi wakil rakyat yang konkret karena mewakili konstituen-konstituen tertentu. Peran partai dalam proses rekrutmen telah selesai dengan dipilihnya calon-calon yang cakap untuk kepentingan rakyat, karena rakyat tidak mungkin secara keseluruhan mengartikulasikan syarat-syarat calon pemimpin yang dipandang sesuai dengan keinginan rakyat kecuali melalui organisasi politik yang memperjuangkan hak-hak dan kepentingan politik dari kelompok-kelompok dalam masyarakat. Karena itu, keterpilihan calon anggota legislatif tidak boleh bergeser dari keputusan rakyat yang berdaulat kepada keputusan pengurus partai politik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun