Mohon tunggu...
Astro Doni
Astro Doni Mohon Tunggu... Lainnya - kausalitas dalam ruang dan waktu

menulis, memerdekakan!

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Katabelece Megawati, Waskita Joko Widodo

11 April 2015   15:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:15 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ekspresi Megawati | sumber: Tribunnews.com

[caption id="" align="alignnone" width="565" caption="ekspresi Megawati | sumber: Tribunnews.com"][/caption]

"Mereka adalah kaum oportunis. Mereka tidak mau berkerja keras membangun Partai. Mereka tidak mau mengorganisir rakyat, kecuali menunggu, menunggu, dan selanjutnya menyalip di tikungan." (cuplikan pidato Ibu Mega saat kongres PDIP di Sanur Bali 2015~detik.com)

Memang kalau senior yang berbicara lain rasanya. Itulah Ibu Mega, selaku pemimpin PDIP. Asam garam dan segudang pengalaman dalam berpolitik tidak bisa dipungkiri lagi. Beliau tegas, namun tetap menjaga perasaan. Tiga kalimat pembuka tulisan saya ini adalah kalimat yang bernas, jelas dan tepat sasaran. Ibu Mega benar-benar mempersiapkan diri dengan baik dalam kongres PDIP di Sanur.

Keterampilan Mengelola Partai

Saya sependapat dengan opini Rokhmin Dahuri, bahwasannya, banyak orang yang ingin jadi pejabat tanpa mau membesarkan partai. Rokhmin mengkritik mentalitas instan banyak orang dalam memandang karir dalam partai. Rasa capek, kesal, kecewa, sedih, pahit adalah bagian dari dinamika partai. Dus rasa bahagia, bangga, syukur, penuh asa, sukacita termasuk di situ. Tapi sebagaimana sifat dasar manusia, banyak orang menghindari kesulitan, hanya menginginkan kemudahan, kesenangan. Di situ saya merasa sedih.

Maka tak heran, PDIP bisa tumbuh dan bertahan menjadi partai yang solid dan yang terpenting memiliki ciri khas. Mari kita bandingkan dengan Demokrat atau PAN. Jauh sekali lompatannya. Saya disini menulis bukan kader PDIP. Bukan Saudara, saya di sini menulis netral. Hanya ingin menyadarkan publik bahwa mengelola partai bukan perkara yang mudah.

Keterampilan mengelola partai itu membutuhkan waktu, membutuhkan kesabaran, dan banyak pengorbanan. Jika kita membentuk satu wadah semacam klik kemudian mengadakan kegiatan-kegiatan sosial berkala, itu namanya Charity. Bila kita terikat akan satu hobi, persaudaraan, atau kesamaan minat itu namanya komunitas. Namun bila kita melampaui itu semua, berkumpul, berserikat, dan memiliki tujuan-tujuan mulia dalam berbangsa dan bernegara. Itu dia Ormas. Lalu bagaimana dengan partai? Lebih istimewa lagi, partai adalah organisasi politik, dengan ideologi tertentu dengan tujuan dan orientasi nilai kebangsaan. Oh ya, berbadan hukum dan sah menurut Menkum HAM. Jadi bukan partai abal-abal.

Nah, dari definisi itu muncul macam-macam orang yang punya tujuan dan ideologi yang sama. Ada yang perempuan, laki-laki, orang desa, orang kota, dengan latar belakang suku agama yang berbeda-beda. Mengatur, mengorganisir, membimbing orang yang macam-macam itu tentu bukan pekerjaan sehari dua hari.

Bila kemudian puluhan tahun kemudian, partai ini menjadi besar dan memiliki kekuasaan. Banyak orang berminat dan bergabung tentu dengan macam-macam motivasi. Yang paling menyebalkan kalau motivasinya hanya mencari keuntungan semata. Tanpa mau bersusah-susah berjuang, berkorban, dan merasakan 'oh, ini ya sosok partai sesungguhnya'.

Disitulah saya baru memahami makna perkataan Bu Mega.

Partai (bukan hanya) kendaraan politik

[caption id="" align="alignnone" width="614" caption="Tjahjo Kumolo | sumber: Antarajateng"]

Tjahyo Kumolo | sumber: Antarajateng
Tjahyo Kumolo | sumber: Antarajateng
[/caption]

Salah satu contoh yang nyata tentang bagaimana keberhasilan anggota partai merintis dari bawah adalah Pak Tjahjo Kumolo. Di usia yang masih muda (25 tahun) sudah menjadi ketua KNPI Jawa Tengah. Beliau berorganisasi, merintis dari bawah. Gak ujug-ujug. Jadi memahami bagaimana menghadapi banyak orang dengan ragam dan motif yang macam-macam. Terus-menerus berdiskusi, mencari solusi masalah-masalah harian partai, dan mengunjungi para kader. Itu dilakukan terus-menerus, sampai akhirnya timbul trust.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun