Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cinta Cerita para Lansia

16 Oktober 2016   05:57 Diperbarui: 16 Oktober 2016   08:10 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Merangkai pengalaman merefleksi menguntai opini. Itu pilihan lain yang berbeda dengan menangkap peristiwa merangkai ceritera mengejar aktulitas mengirim ke kantor berita. Tulisan ini santai diupaya rasional menguji cerdasnya budi yang mengelana di relung relung kehidupan nyata. Pemikiran ini disusun dari omong-omong antar lansia : Mas Paidin, Mas Didot, Mas Rangkat, Mas Dodit dan penulis Astokodatu sediri.

Namanya popular : Kakek Paidin. Orangnya memang ada, bukan fiktif. Maaf juga bukan Mukidi. Paidin nama sederhana yang selalu di berikan kepada tokoh monyet pada pertunjukan Topeng Monyet di Jawa Tengah pada zaman doeloe kala. Kakek Paidin pun orang yang sangat sederhana dan rendah hati, suka kompromi tanpa kehilangan prinsip. Kakek juga pernah mengeluh ada satu dua anak muda yang selalu memusuhi, mencurigai, sepertinya kakek itu membayangi dan dengan begitu menghalang karir kaum mudanya. Padahal dari dulu kakek Paidin dimana saja kapan saja selalu mendorong maju dan mendahulukan kedepan para muda. Kakek Paidin suka dan sayang pada kaum muda, generasi penerus. Tetapi tidak jarang disampaikan keprihatinan tentang generasi muda yang tak sempat menikmati kasih sayang dari ayah bundanya sendiri. Dan itu dampaknya luas……. Kasih ibu memberi kenangan dan warna konsepsi cinta remaja putra, dan kasih sayang ayah memberi dampak pada wawasan cinta remaja putrinya. Itu ucapan Kek Paidin, katanya atas dasar pengamatannya. Cinta yang dipertanyakan.

Suatu kali ada tamu asing, dari Jepang datang kerumah Kek Paidin.Tamu itu menanyakan mengapa di gereja di dekat tempat-tinggal kakek terukir gambar burung pelican. Sampai ada tiga gambarnya, padahal diwilayah ini tak ada burung itu barang seekorpun. Beda dengan di negeri asal penanya sering didatangi burung pelican migrant.  Dengan tangkas dan tanpa ragu kek Paidin jawab: Itu memang gambar klasik dan kuno. Burung Pelikan adalah lambang kasih sayang (induk pelican) yang siap sedia mengorbankan darah dan badannya untuk anak-anaknya, karena induk pelican itu membiarkan temboloknya di cocok paruh anaknya untuk mengeluarkan simpanan makannya. Cinta kasih itu dirasakan oleh anaknya secara nyata. Dan kelak naluri mengajarkan anak itu berbuat sama untuk anaknya. Cinta yang dibentuk.

Lain lagi cerita Kakek Didot. Pada awal bulan ini Kakek Didot menghadiri pesta pernikahan. Sungguh meriah dam mengesan, pada saat resepsi di selenggarakan upacara bernuansa adat Batak, adat keluarga Cina, ceritanya. Akan tetapi lebih mengesan lagi kata Kakek Didot adalah pada upacara akat nikah, yang dipimpin pastor yang kocak.. Seperti biasa pengantin di kupas habis didepan para hadirin. Dipancing pengakuan di interogasi mengapa mau nikah dengan pasangannya itu dst dst. Setelah menegaskan hal satu dua yg prinsip dalam hidup berkeluarga, Imam itu menyimpulkan sederhana saja:”diawali modal saling pengenalan dalam cinta yang terus terus harus terus dikembangkan dan disempurnakan bersama” Lah Imam itu sudah enam tahun membina kaum muda diantara mereka mereka itulah dua sejoli yang mau nikah ini. Cinta harus disempurnakan.

Bicara tentang Cinta yang disempurnakan kebetulan Kakeknya Jingga Rangkat, yang di Fbnya suka bicara soal cinta itu, kakeknya ini mau berbagi pengalamannya menjadi pembicara pada suatu kursus persiapan perkawinan di sebuah gereja. Sebenarnya materi yang harus diberikan adalah “Pengembangan Iman Dalam Keluarga”. Pada umumnya pembicara pada umumnya memberi petuah untuk mendewasakan iman dengan mengasah pemahaman kognitip belaka dengan banyak sumber dan banyak sub materi. Kakeknya Jingga minta kepada dua pasang calon penganten untuk duduk berhadapan. Mereka diminta saling bersalaman saling berkenalan. Dan mereka berkenalan peserta pria dengan peserta pria bersalaman dan demikian yang wanita. Tidak terjadi suatu dialog diantara mereka apalagi peserta wanita. Nah itulah iman, baru sekedar langkah kognitip paling jauh mengenal siapanya. Perkenalan bisa beribu cara beribu ribu bentuk pengenalan kepada Tuhan. Akan tetapi langkah jauh kedepan iman harus sampai kepada kepahaman keberanian menaruh kepercayaan dan harapan Bahkan Cinta kasih menjadi terminal dari iman, harapan kepada kasih. Kasih menjadi titik sempurna dari pengenalan, kepahaman, kepercayaan untuk menaruh harapan, dan menuju sempurnanya kasih.

Kakeknya Jingga Rangkat juga berbagi tentang anak anaknya yang memiliki pembawaan yang sebagian seperti pembawaan ayahnya yang lain seperti pembawaan ibunya. Akan tetapi pengembangan dalam keluarga memberi warna kepada pembawaan itu. Kakek mencoba membina kehidupan keluarganya sendiri belajar dari tiga bersaudara yang diamati. Saudara tertua dengan anak-anaknya sejumlah 9 orang, Saudara kedua dengan anaknya sejumlah 4, Saudara ketiga dengan anaknya sejumlah 4. Saudara tertua dengan overload anak, turun naik kondisi ekonomi, watak, sifat, keberhasilan melalui pendidikan, sangat bisa dibaca dari situasi ekonomi orang tuanya ketika mereka berumur sampai dengan 13 - 15 tahun.  Saudara kedua yang seorang tentara, gaya dan suasana rumah yang penuh disiplin membuat keempat anaknya baik lelaki maupun perempuan emosi terkendali, agak tertekan, haus kasih ayah, tetapi cakap dalam berkomunikasi dan mengambil keputusan. Sementara saudara ketiga, keluarga guru dan pegawai negri, hidup serba pas pasan, tetapi sejuk dan damai pada umumnya. Kesemua puteranya sukses dan dewasa dalam kebahagiaan penuh. Ketiga bersaudara itu menjadi pengamatan dan pembelajaran dalam cerminan betapa pengaruh keluarga dapat maksimal memberi warna watak dan temperamen serta perilaku anak2 dikemudian hari. Terlebih bagaimana kasih ibu memberi bentuknya pola kasih sayang dan cinta kasih anak dalam doa dan kepada sesama.

Kakek Dodit membagi opini berdasarkan pengamatan pada warna cinta yang berkembang melalui media sekarang ini, diperlukan pemahaman yang tegas dalam hal kedekatan, keakraban dan cirri-cirinya yang harus dicermati. Melalui media social ini sekarang orang bisa mendapatkan kedekatan, keakraban, keintiman dalam bentuk seperti dulu biasa dijalin dengan muka dan muka antara lain :

  • Kedekatan social rekreasional, yang suka ria, karena se hobby, santai dan cair namun menyenangkan dalam pertemanan.
  • Kedekatan social intelektual, yang terjalin oleh kesepahaman, sealiran, saling menghormati karena khasanah intelektual. Fenomena “sharing and connecting” yang di lontarkan oleh jejaring seperti Kompasiana memicu munculnya grup-grup dalam Fb.
  • Kedekatan social emosional, yang pada umumnya terjadi karena tali persaudaraan, bisa pula dikenakan pada keakraban semangat meng-idolakan kelurga, kelompok atau persatuan. Kerinduan, dan semangat bertemu menjadi indicator kedekatan emosional. Teamwork semangat kerjasama yang kuat itu juga indicator kedekatan emosional.
  • Kedekatan social seksual, yang bisa emosional bisa tidak. Melalui media social remajapun sangat mahir mencari jalan dan jalur dibidang seksualitas. Pak Dodit mempunyai pengalaman koneksi Fb dengan beberapa remaja. Berhubung kedekatan seksual menuntut eksekusi rupanya hanya bisa dikatakan bahwa setiap berita kejahatan seksual yang dipicu oleh pornografi, jelas Google biangnya.
  • Kedekatan social spiritual, maksudnya kedekatan semangat kejiwaan yang lebih mendalam. Mementingkan kedalaman kejiwaan. Berdasarkan diskusi teman teman para kakek, yang penulis pertemukan, terdapat variant terlalu banyak. Setiap orang spiritualis yang beda paham, tidak sealiran juga mempunyai pemahaman sendiri.
  • Bagi para teman lansia sendiri semua sepaham sudah waktunya umurnya untuk mencari pencerahan batin.  
  • Sedangkan cinta platonic biasa menjadi penjelasan bila itu terjadi cinta antara jenis yang berbeda yang akan melaksanakan kedekatan spiritual dan atau intelektual. Cinta platonic diistilahkan pada cinta yang tulus berbagi hati justru bebas seks (bukan seks bebas). Seks bagi pelaku cinta platonic merupakan hambatan membelenggu dan menghilangkan kebebasannya.

Kedekatan (intimitas)adalah fenomena hubungan social yang bersifat positif. Kemudian baru dinilai sifat intimitas berdasarkan motif. Seseorang yang kehilangan peluang merasakan kedekatan baik dalam keluarga apalagi pasangan, maupun hidup social pada umumnya akan dapat kehilangan keseimbangan kejiwaan samapi mungkin stress berat. Teman teman lansia sependapat berdasarkan pengalaman kami dewasa ini banyak remaja kehilangan kedekatan dalam keluarga dan berusaha mencarinya di dunia maya.

Sementara itu ada penulis-penulis lain langsung membedakan watak Cinta dengan :

  • Agape(bhs Yunani), adalah Cinta dalam bentuk paling mulia, Caritas(bhs Latin). Cinta Allah kepada manusia dan sebaliknya.Agape meliputi cinta yang universal, tanpa syarat tanpa pamrih, adikodrati dan melayani dan berbagi tidak tergantung keadaan.
  • Phileo (bhs Yunani), adalah cinta persahabatan
  • Storge (bhs Yunani), adalah cinta persaudaraan
  • Eros (bhs Yunani). Adalah cinta penuh keinginan diri (nafsu) untuk dipuaskan.

Pembedaan secara sederhana ini telah memuat arah tujuan, cara dan intimitasnya.

Dari semua yang dikatakan diatas yang lebih indah adalah Cinta yang berbagi Berkah memuji Kebersamaan seperti Bunda Mey menulis ini :

  • INDAHNYA KEBERSAMAAN
  • Oleh Bunda Mey.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun