Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seputar Opini Dan Thiwul Ayu

11 Juni 2021   14:11 Diperbarui: 11 Juni 2021   14:25 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Sekali waktu ada yang bertanya kepada saya : Apa resep untuk umur panjang.? (memang umur saya baru 80th). Saya jawab hampir  tanpa pikir,spontan : Berfikirlah selalu positip, Jadilah pemaaf dan amalkan kerendahan hati. Rupanya penanya heran campur ragu atas jawaban secepat itu bertanya lagi.: O demikiankah ?  Sekali lagi saya jawab spontan lagi :  O maaf, sebenarnya saya gak tahu juga sebab umurku juga belum ku tahu sepanjang mana.

Dalam facebook itu kutambahkan catatan : Bila jawaban itu adalah sebuah opini, itu tidak valid tidak sehat, tidak benar dengan alasan :  

1. Yang omong belum tahu umurnya

2. Ada teman seklasku yg sombong banget (tidak rendah hati) masih hidup dan lebih dr umurku

Jadi opini itu debatable.[Fb 11:18 am, 07/06/2021] Emanuel astokodatu: Kalau sdh tahu batas umurnya sdh tidak bisa bicara lagi .....(?)

Percakapan diatas menarik perhatian dan menjadi sedikit pembicaraan di WhatsApp grup, dengan kesimpulan  : Jangan terpancing untuk membuka data pribadi, termasuk umur.

Percakapan itu memberi pembelajaran pula bahwa beropini itu dapat terungkap spontan. Dalam spontanitas itu tampak munculnya unsur pribadi tersebut dimuka seperti "pengalaman hingga visi" dapat kurang terkontrol sehingga membuat opini menimbulkan opini lain. Opini lainpun bisa jadi tidak bertentangan, tetapi debatable, bisa menjadi perbincangan meluas atau mengerucut ke lain jurusan. Dari "resep peroleh panjang umur panjang" menjadi "jangan terbuka tentang usia". Bisa ada bicara manis, bisa ada kontroversi keras.

Oleh karenanya justru beropini harus berani menerima kritik dan tidak keberatan mendapat koreksi dan menerima pendapat lain. Menurut saya beropini bukan berfatwa, atau opini bukan dekrit.

Beropini itu menjawab pertanyaan, menjawab peristiwa, sapaan, tantangan, kejadian dalam hidup ini. Itulah basisnya opini.  Peristiwa, Dialami, Direnungkan, Diinsafi, Atas dasar dan berangkat dari situ berbagi beropini sebagai aktualisasi Pengalaman dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab.

Jadi sederhananya kita boleh merangkum dari permenungan diatas ::

1. Pengaruh opini di masyarakat kita sangat besar karena sikap kurang kritis dan berpotensi meluas oleh media masa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun