Mohon tunggu...
Yulianto
Yulianto Mohon Tunggu... Penerjemah - Menulis saja

Menulis saja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menangkal Kekerasan dalam Pendidikan Anak

20 April 2018   19:38 Diperbarui: 21 April 2018   18:03 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: stlucianewsonline.com

Orangtua juga perlu mengawasi kegiatan apa saja yang dilakukan anak bersama teman-temannya. Tujuannya bukan untuk mengganggu pergaulan anak tetapi untuk mendampingi dan mengarahkan pergaulan mereka kepada arah yang positif.

Selain itu, kekerasan juga banyak diperoleh anak melalu media hiburan yang ada di sekitar mereka. Televisi merupakan salah satu media hiburan yang banyak digemari oleh anak-anak. Sayangnya, tayangan televisi masa kini kebanyakan memuat konten yang tak bersahabat bagi pendidikan anak. Konten televisi pada waktu-waktu utama istirahat anak kebanyakan diisi dengan konten dewasa, seperti drama percintaan remaja, acara humor yang menjadikan celaan sebagai bahan candaan hingga film kartun yang seringkali menampilkan adegan kekerasan. 

Tayangan seperti ini akan mendegradasi moral anak. Oleh karena itu, orangtua sebaiknya jeli dalam memilah tontonan mana yang boleh disaksikan anak serta senantiasa mendampingi anak ketika menonton tayangan di televisi.

Media hiburan lainnya yang wajib diwaspadai oleh orangtua dan sekolah adalah gawai dan akses anak terhadap media sosial. Di era keterbukaan informasi seperti sekarang ini, anak sangat mudah mempeoleh beragam informasi melalui gawainya. Media sosial adalah bagian yang tak terpisahkan dari gawai seorang anak. Sayangnya, media sosial merupakan tempat yang rentan bagi anak-anak untuk terpapar dengan konten kekerasan. 

Bukan hanya kekerasan tetapi beragam bentuk kejahatan laiinnya mengintai anak-anak di media sosial. Penculikan, pelecehan seksual, penipuan dapat menimpa anak melalui media sosial. Anak akan sangat mudah menemukan ujaran-ujaran buruk serta gambar-gambar kekerasan melalui media sosial. Kebanyakan orangtua pasti sudah menyadari konsekuensi buruk itu. Sayangnya masih banyak orangtua yang tetap mengizinkan anak-anak mereka untuk memiliki gawai dan akun pada media sosial tanpa pengawasan yang ketat.

Sekolah sebagai tempat anak menghabiskan banyak waktunya setelah rumah juga turut menyumbang faktor pemicu risiko kekerasan. Ruang kelas dan kurikulum memiliki pengaruh untuk memunculkan kekerasan pada anak. Ketika pemerintah berhasil meningkatkan partisipasi msayarakat di dalam mengakses pendidikan. Sayangnya, pemerintah seringkali luput memperhatikan perbandingan ideal antara jumlah murid dan luas ruang kelas. Seringkali anak terpaksa belajar dalam kondisi yang berdesak-desakan. 

Hal itu tentu memberikan pengaruh buruk pada psikologis anak. Selain itu, kurikulum yang kaku dan tidak adanya pendampingan rutin terhadap anak di sekolah membuat mereka seringkali tak berdaya menghadapi gempuran budaya luar dan gaya hidup hedonisme yang kian marak saat ini.

Tanggungjawab bersama

Pendidikan yang bebas dari kekerasan bagi anak tak bisa dicapai hanya dengan keterlibatan pemerintah semata. Tak cukup hanya dengan membenahi sistem pendidikan dan infrastruktur di sekolah sebab pendidikan tak dibatasi oleh sekadar dinding-dnding dingin ruang kelas. Penddikan terjadi dimana saja. Perbaikan tata pergaulan di masyarakat juga dibutuhkan di dalam upaya menangkal kekerasan dalam pendidikan anak.

Berhenti mengeluarkan ujaran buruk pada orang lain, bersikap peduli dan berkasih sayang terhadap oranglain, bertanggungjawab dalam menyebarkan informasi di media sosial, bersahabat dengan anak melalui tayangan edukatif di televisi dan tindakan baik lainnya adalah langkah kecil yang berdampak besar bagi pendidikan anak di Indonesia. Kewajban mendidik seorang anak tak hanya dimiliki oleh orangtua biologis anak tersebut semata. Akan tetapi, anak sebagai generasi penerus memiliki orangtua yang bernama masyarakat. Baik buruknya generasi penerus bergantung pada bagaimana masyarakat memperlakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun