Buku untuk Ibuku. Persembahan Cinta Seorang Anak Setelah 30 Tahun Terpisah.Â
Tanggal 17 Oktober 2025 menjadi hari yang tidak sekadar menandai ulang tahun ibunda saya, Hj. Nurhayati Kadir Djaropi, tetapi juga menjadi momentum refleksi cinta, rindu, dan pengabdian seorang anak kepada sosok yang melahirkannya.
Hari itu, ibu genap berusia 76 tahun. Kami berkumpul di Babathe, kawasan CPI (Centre Point of Makassar), dalam suasana hangat dan bersahaja. Tidak ada pesta besar, tidak ada hiruk pikuk. Hanya keluarga terdekat anak, cucu, dan cicitnya duduk di meja restoran, bercerita, tertawa, dan sesekali menikmati momen kebersamaan yang indah di tepian reklamasi pantai Makassar.
Di tengah momen penuh cinta itu, saya menyerahkan sebuah buku berjudul "Buku untuk Ibuku."
Buku ini saya tulis dengan seluruh perasaan, sebagai tanda bakti dan persembahan cinta setelah tiga puluh tahun lamanya saya hidup jauh dari ibu. Sebuah karya yang menjadi penghubung antara waktu yang hilang dan kasih yang tak pernah padam.
Kembali ke Pelukan Ibu
Selama hampur tiga dekade, saya menempuh perjalanan panjang: dari Jakarta hingga Sydney, dari dunia bisnis hingga dunia literasi. Di setiap langkah, saya mencari arti kesuksesan, namun ternyata maknanya sederhana kembali ke pelukan ibu.
Ketika saya akhirnya pulang ke Makassar, saya melihat kembali wajah yang dulu mengantarkan saya ke masa depan dengan doa. Kini, di usia senjanya, ibu tetap tegar, aktif, dan penuh semangat. Tak ada yang berubah dari kelembutannya, hanya waktu yang menambah cahaya di wajahnya.
Buku yang Lahir dari Doa dan Air Mata.Â
Buku untuk Ibuku bukan sekadar kumpulan cerita. Di dalamnya terdapat refleksi, puisi, dan kisah keseharian kami di rumah Makassar obrolan hangat di pagi hari, aroma teh dan bunga di taman, hingga tawa kecil saat bersama dalam kendaraan mengenang masa lalu.