Mohon tunggu...
asroni hamid
asroni hamid Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hanya Tipis

8 November 2017   08:15 Diperbarui: 8 November 2017   09:40 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mungkin hanya di Indonesia perhelatan pemilihan Kepala Daerah terlihat asyik, aneh, rumit, dan tampil heboh. Ini karena banyaknya bakal calon yang ngantri mengajukan pendaftaran. Sayangnya prosedur untuk terdaftar menjadi calon kepala daerah nggak semudah membalikkan telapak tangan. Harus punya kendaraan partai politik atau jalur independen. Sebenarnya lewat jalur independen lebih mudah dan ramping.  Sialnya jalur independen terkesan makin njlimet aturan mainnya. Harus begini dan begitu. Setelah begini dan begitu, ada lagi aturan baru yang wajib dipenuhi. Repotnya undang-undang revisi barunya terkesan memberatkan dan membikin linglung para calon yang mau menggunakan jalur independen.

Ah, kita tinggalin saja potret revisi model begitu. Mari kita alihkan sorot mata kita ke calon petahana atau incumbent bapak Mursidi SH, MM. Beliau digadang-gadang sudah sangat akurat guna melanjutkan kepemimpinannya. Beliau tampil agresif selama memimpin. Lebih berani menantang yang berani menantang. Dan hasil survey, lembaga survey ISPA (Independen Survei Paling Akurat) menjatuhkan nilai tertinggi hingga 80% meninggalkan bakal calon yang lainnya. Dan ini jelas membuat calon petahana makin bisa tidur nyenyak ketimbang bakal calon lainnya.

"Bagaimana isu yang terjadi di masyarakat saat ini?" malam ini ada rapat dadakan di rumah Gunawan. Dia yang dipercaya menjadi bagian penting soal pilkada ini. gampangnya timses (Tim Sukses). Sebab Gunawan merupakan potret multi lobi. Dipundak dia, roda kampanye akan berjalan sesuai harapan.

"Sudah pak. Ini data-data akurat yang harus kita pertahankan." Jawab Gunawan meyaqinkan Pak Mur (begitu panggilan resminya). Terlihat Pak Mur tersenyum melihat data-data yang disodorkan Gunawan.

"Bagus. Ini kerja tidak mengecewakan. Anda pasti saya promosikan menjadi jabatan terhormat." Ungkap Pak Mur dengan bahasa tegas dan menjanjikan. Nggak terlalu muluk-muluk memang pemimpin yang satu ini. Cuman kalau punya progam terkesan mendadak dan nggak bisa ditawar-tawar lagi. Istilah orang jawa bilang "peko'!" (keras kepala). Tapi ya mau gimana lagi, setiap pemimpin pasti punya progam besar buat kesuksesan kepemimpinannya. Yang penting jadilah pemimpin jangan KKN. Cuman itu saja! Mau apa modelnya jika seorang pemimpin nggak terindikasi KKN, pasti aman-aman saja.

Walaupun berbagai serangan dari lawan politik pastilah ada. Ya mungkin itu penampakan demokrasi dari sudut negatif. Kebebasan saling menjatuhkan dalam mengambil tambuk kekuasaan. Model trik dan intrik begitu memang wajib diperangi. Nggak bikin aman rakyat jika perolehan jabatan pemimpin model kampanye hitam. Biar apa kata masyrakat mukanya lembut, ramah, pendengar keluhan rakyat, tetap mengganyang hak-hak rakyat kecil. Sebab ibarat menanam bibit, dia sudah menanam bibit kerdil dan benalu. Nggak berkembang dan hanya merugikan yang lainnya.


"Langkah selanjutnya, coba beri saya terobosan mutakhir dan terapdute!" lanjut pak Mur sambil mengepalkan tangannya sebagai isyarat benderang pencitraan sempurna dimulai. Sebab pencitraan yang terjadi saat ini menurut masyarakat sudah mulai basi. Harus meninggalkan cara lama dan mengganti yang kekinian. Seperti apa itu?

"Cari cara supaya beberapa sponsor mau menginvestasikan dananya. Kita bikin semacam kontrak politik. Sebab dengan cara begini, kita nggak perlu ngeluarin modal besar. Kita cuman S3 (senyum, senyum dan senyum).

"Faham pak. Cuman apa nggak jadi bumerang jika kita harus teken kontrak politik ke beberapa sponsor," potong Gunawan sedikit mengingatkan efek kontrak politik.

"Hanya orang-orang bodoh yang nggak mau didukung sponsor. Adanya sponsor, kita ibarat pemain dan dalang. Pemain saat mencari sponsor, dalang saat kita sudah berkuasa." Sungguh strategi brilyan dan berani menanggung resiko ideologi Pak Mur. Memang gaya pemimpin yang seperti ini terkadang dirindukan kalangan tertentu.

Mau nggak mau Gunawan harus mengikuti kemauan pak Mur. Sebab itu akan lebih baik agar tidak terjadi trouble. Yang penting sudah berjalan sesuai prosedur undang-undang dari KPU. Paling kalau ada kesalahan dikit-dikit ya  wajar. Tim sukses juga manusia. Anggap saja itu bumbu sedap dan menggugah selera. Mau selera pedas, pahit, asin, level sepuluh juga gak apa-apa. Namanya juga selera. Hukumnya juga selera. Kita nggak bisa menyuruh berhenti total. Bisanya cuman menghindari pelan-pelan.

Ya begini kalau karier dibidang politik. Harus muka tembok kulit buaya. Tahan banting dan nggak mudah loyo. Di dunia politik nggak ada sistem loyo, malu akut, sungkan total, demam panggung serius, dan sejenisnya. Di dunia politik cuman dua pilihan. Menipu atau ditipu. Memaksa atau dipaksa. Hina atau mulia. Dan seterusnya. Coba lihat yang sudah jelas-jelas bersalah dan dipenjara, itu saja masih bisa senyum girang dan menawan. Tetap menyapa warga dan berlaga sok suci. Itu wajar tergantung suasana niatan mereka saat menjadi pemimpin. Niatnya mencari duit atau murni menjadi pemimpin. Jika niatnya mencari uang, jelas no problem dengan kondisi itu. Presentasinya paling sederhana. Dapat uang, ketangkep, masuk penjara, negoisasi, bayar keluar penjara, dan masih sisa uang buat warisan tujuh turunan. Beres deh! Muka tembok dikit gak apa-apa. Yang penting tujuan utama cari duit terpenuhi. 

Dan praktek pemimpin model begini di negeri ini memang nggak bisa dibasmi total. Namanya rumput. Bisanya cuman memangkas walau beberapa saat tumbuh lagi. Termasuk praktek KKN juga bisanya cuman menurunkan secara variabel. Lumayan daripada dibiarin saja praktek KKNnya. Bisa kena adzab besar nanti dari Yang Maha Kuasa. Atau seenggaknya menutup ruang gerak bagi calon pemimpin yang terindikasi melakukan praktek KKN.

# # # # # #

Adalah Mursidi. Calon partai gurem penantang calon incumbent. Lho kok? Dan ini yang bikin pusing timses calon petahana. Sama-sama namanya Mursidi. Bedanya dipangkat sarjananya saja. Yang Mursidi petahana sudah S2 sedang Mursidi partai gurem cuman S1. Sempat menjadi perdebatan sengit antara KPU dan timses. Pasalnya berimbas merugikan calon petahana. Tapi KPU juga nggak bisa melarang warga untuk mendaftar menjadi calon kepala daerah selama memenuhi persyaratan. Harus fair!

Secara karier, Mursidi partai gurem menjabat sebagai wakil ketua PNI (Partai Netral Indonesia). Partai yang kursinya cuman dapat satu di parlemen. Beruntung ada dua partai yang mau mendukungnya. Biarpun sama-sama partai gurem.  Partai cuman kendaraan saja. Selebihnya tergantung masyarakat yang memilih. Terdaftar jadi calon kepala daerah juga karena dipaksa dari ketua PNI dan pendukung gurem lainnya. Entah, yang cukup terkenal sebenarnya Pak Subroto sebagai ketua PNI. Sialnya beliau nggak mau dicalonkan. Sebab beliau lebih memilih wakilnya yang maju menjadi calonnya. Dan para pendukung partai gurem juga memberi lampu hijau ide pak Subroto. Seperti yang diketahui, pak Broto lebih ulung strategi memunculkan nama baru di kancah perpolitikan. Beliau memang ahli strategi.

Harus diwaspai jika sudah menyangkut soal nama. Sebab nama imbasnya cukup signifikan dan nggak terduga. Bisa jadi masyarakat memilih berdasarkan telinga yang mereka dengar saal dibilik pencoblosan nanti. Sialnya calon partai gurem mendapat nomor urut satu. Dan calon petahana nomor urut dua. Sedang nomor ke tiga, abstain alias nggak ada. Sekilas pemandangan ini menarik buat para pengamat. Dan mumet buat tim sukses calon petahana.

"Harus cari strategi! Ingat, kita punya penduduk sangat luar biasa. Dan para juru kampanye juga nggak terhitung sedikit. Masak gara-gara nama saja kita harus loyo?" motivasi pak Yoni sebagai ketua timses tingkat kecamatan. Dan memang nggak bisa dipungkiri dukungan dari berbagai elemen terbilang cukup untuk memenangkan pemilihan kepala daerah dari kubu incumbent ini. Dari beberapa sponsor, biokrat, LSM, juga ikut mendukung penuh. Cuman masyarakat kan nggak bisa dipresentase begitu saja. Kita nggak tahu jumlah masyarakat yang mendukung dan yang nggak mendukung. Masalah jajak pendapat bisa diatur. Tingkat elektabilitas seseorang juga bisa disetting. Yang ngak bisa diatur cuman saat mencoblos dibilik nanti. Siapa tahu masyarakat yang mendukung berat calon petahana keliru mencoblos gara-gara namanya sama? Itu jelas masalah krusial jika memang diamati. Salah coblos!

"Mungkin nggak wacana salah coblos itu pak," tanya Irwan dan langsung diikuti sejumlah tim sukses dari berbagai perwakilan.

"Sangat mungkin. Itu yang mesti kita sosialisasikan kepada masyarakat. Bisa jadi kita setting photo Pak Mur nanti pakai kopiah haji. Biar masyarakat langsung hafal dengan panggilan Pak Haji," ide sedikit ngawur tapi masuk akal juga. Minimal trend panggilan bisa sebagai sosialisasi masyarakat arus religi.

"Pak Mur kan baru tahun depan naik hajinya?" sahut Rudi spontan. Dan sekaligus membuat semua tim sukses jadi kaget juga.

"Tenang-tenang. Anggap saja panggilan itu sebagai bentuk do'a kebaikan. Beres kan!" mau tidak mau seluruh tim sukses harus bilang beres. Namanya juga kesatuan team. Harus kompak dan bersatu. Yang nggak mau bersatu, silahkan mundur tanpa disuruh.

# # # # # #

Genderang kampanye telah ditabuh. Dari masing-masing kedua tim sukses praktis mulai bekerja. Sebisa mungkin hal-hal kecil bisa dijadikan momentum besar buat menarik simpatik masyarakat. Contoh kecil, tebar amal Pengobatan Gratis dan Mancing Cup. Padahal seumur-umur mancing saja nggak becus. Cuman gara-gara momen kampanye, mau nggak mau dia juga harus ngikut mancing. Namanya juga tebar kesan baik.

"Jadual kita hari ini adalah bedah rumah. Dan diacara itu kita sudah mendatangkan crew tv dan sejumlah wartawan," ini baru namanya kampanye. Selalu didukung media dan pejabat setempat. Bayangkan jika kampanye sepi publikasi. Ah, rasanya kurang afdhol dan terlalu sunyi.

"Ya pak. Kita juga sudah menemui sejumlah relawan buat mengelu-elukan Pak Mur sebagai dewa penolong wong cilik. Tentu lebih dramatis karna kita sudah latih itu." Jelas Gunawan kepada Pak Mursidi.

"Kerja bagus. Itu yang membuat kredibilitasmu semakin tak ternilai. Aku tertarik itu!" tegas Pak Mur dengan senyum khasnya. Boleh dibilang kampanye calon petahana ini super exstra dan nggak boleh loyo. Karna kalau sampai loyo, bisa jadi ada yang terpeleset. Dan ini nggak boleh terjadi! Sebab terpeleset sedikit saja, dampaknya pasti berantai.

Lalu bagaimana dengan kabar calon Partai Gurem? Ah, sepertinya nggak perlu dibahas. Mulai hari pertama kampanye hanya itu-itu saja reaksinya. Adem ayem. Seakan nggak ada kesan sosialisasi ke warga. Gambar pampletnya saja hanya terpampang dibeberapa sudut. Itupun seukuran minimalis. Wajar saja dari tim lawan menganggap itu promo aqiqah. Bukan layaknya pasang pamplet buat kampanye.

"Sudah menunaikan kewajibanmu sholat Gus?" pak Mur Partai Gurem mengingatkan jadual teratur Agus sebagai pengurus tim sukses calon nomor urut satu ini.

"Njeh Pak, sampun. Terima kasih nasehatnya."

"Satu lagi. Menjadi kholifah itu wajib menjadi contoh yang baik bagi warga. Dan contoh yang baik, itu dimulai dari diri sendiri. Ingat, menjadi kholifah itu murni kehendak Allah SWT. Jadi jangan ditolak saat menjadi kholifah dan jangan dibenci saat gagal menjadi pemimpin." Panjang lebar Pak Mur memberi wejangan. Ini jelas bukan kampanye. Bagaimanapun juga Pak Mur seorang tokoh agama. Jadi wajar setiap bicaranya sarat mauidhoh hasanah. Sebab memberi mauidhoh yang baik, itu jauh meninggalkan carut marut urusan dunia.

"Ada laporan bahwa citra bapak semakin membuat cemas tim sukses calon nomor urut 2 pak," dengan detil Sofyan melaporkan data-data akurat yang telah terjadi dimasyarakat. Hasil yang dia dapat, citra calon nomor urut 1 mulai diterima masyarakat. Tapi dia tetap nggak pede sebab serangan-serangan dari nomor urut 2 makin memojokkan langkahnya.

"Ya sudah. Namanya kompetisi pasti ada situasi begitu. Yang penting kompetisis ini bukan berubah menjadi nafsu. Jadikan kompetisis ini sebagai pendidikan politik yang baik terhadap masyarakat." Selalu itu wejangan Pak Mur. Pantas jika sebagian besar tim suksesnya merasa nggak seperti kampanye. Mungkin bisa dibilang dakwah.

Ditemani secangkir kopi dan nasi goreng bu Yani, terasa indah jamuan sederhana dirumah Pak Mur. Semoga memberi inspirasi buat kami para generasi bangsa. Sebab kesederhaan juga dicontohkan oleh beliau pemimpin ummat sedunia. Baginda Nabi Muhammad Shollahu 'Alaihi wa Salam. Pemimpin yang baik, jelas itu keinginan bersama.

# # # # # #

Aturan pencoblosan telah disetujui oleh berbagai pihak. Terkhusus buat dua kubu. Keduanya sepakat jika sebelum dan sesudah jadual pencoblosan harus dalam kondisi kondusif. Jangan ada situasi yang menimbulkan kekacauan selama jadual itu. Sebab jika ada salah satu dari dua kubu yang melanggar peraturan itu, ada sanksi berat.

Terlihat dilapangan memang belum ada tanda-tanda kecurangan pilkada. Semoga semua berjalan sesuai prosedur. Masyarakat hilir mudik mendatangi TPS-TPS yang telah disediakan. Sungguh indah jika suasana kondusif ini bisa dipertahankan selama pilkada berlangsung. Rakyat aman dan karena pemimpinnya mencontohkan itu.

Saat penghitungan suarapun juga masyarakat merasa terhibur. Nggak ada provokasi huru-hara dan sulutan api nggak puas. Petugas keamananpun bisa minum kopi dengan nikmat. Dan yang terjadi memang begitu Pemilihan Kepala Daerah kali ini. Walaupun prediksi kemenangan telak mulai pupus setelah penghitungan sudah mencapai 80 % suara.

Dan yang terjadi kemenangan tipis benar-benar diluar dugaan. Terutama dari kubu nomor urut 2. Prediksi kemenangan telak nyatanya hanya saat kampanye saja. Kurang memuaskan? Trus kemana para awak media dan penjabat setempat membuktikan prediksinya? Ah, namanya juga manusia. Sehebat apapun prediksinya jelas nggak bisa berkutik.

"Kenapa bisa menang tipis? Apa yang kurang? Saya kecewa dengan kinerja anda-anda!!"  Gunawan merasa dibohongin oleh kinerja tim sukses. Dia jelas kecewa berat atas situasi ini. situasi yang benar-benar tidak diinginkan dan berimbas hilang kepercayaan.

Detik itu juga kariernya merasa diujung waktu. Ya, waktu yang akan memisahkan hubungannya dengan Pak Mur calon petahana. Dengan kegagalan ini, tanpa dimintapun dia akan mengundurkan diri dan pamit kepada Pak Mur.

Lho kok! Ya, calon yang digawanginya harus menang telak dipemilihan ini, ternyata harus gagal total dengan istilah "menang tipis". Itu yang membuatnya malu seribu malu. Bagaimana nggak, kemenangan tipis ternyata bukan milik calon dengan nomor urut 2. Nyatanya calon nomor urut 1 yang memenangkan kemenangan tipis ini. Entah, mungkin ini yang disebut nasib atau takdir belum memihat calon nomor urut 2.

Apa ada pelanggaran dari kubu nomor urut 1? Nggak juga. Dari pantauan di lapangan, nggak ada pelanggaran selama musim kampanye sampai pencoblosan. Dan itu sudah dibuktikan dari masing-masing kubu. Lalu kenapa kok bisa sampai begitu?

"No comment! Ini hasil terbaik dari penilaian Tuhan." Tutup Gunawan sambil bersalaman dengan segenap tim sukses. Ada kesedihan mendalam dan kegembiraan tak ternilai. Kesedihan karna belum mampu mengahantarkan sesuai prediksi. Sementara hatinya gembira karna merasa sudah bekerja semaksimal mungkin. Dan hasil akhirnya, hanya Allah SWT yang paling Maha Tahu. Kebenaran hanya milik-Nya semata.

                                                                                   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun