Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Artikel ini saya buat untuk memenuhi Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Hukum Dan Masyarakat, Yang diampu oleh Bapak Dr. Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag., yang berisi tentang General Review atau Rangkuman dari seluruh materi mata kuliah Hukum dan Masyarakat yang telah saya pelajari selama satu semester di semester 4 ini.
Pertemuan 1: Pengertian Hukum dan Masyarakat, Sosiologi Hukum
Hukum adalah seperangkat aturan yang mengikat dan dibuat oleh otoritas yang sah dengan tujuan mengatur perilaku manusia. Sementara itu, masyarakat adalah kumpulan orang yang hidup bersama dalam suatu sistem sosial yang terorganisir, di mana terdapat badan atau lembaga yang mengatur, melaksanakan, dan menegakkan hukum. Sosiologi Hukum mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan masyarakat, bagaimana hukum terbentuk dari realitas sosial, dan bagaimana hukum mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Pertemuan 2: Hukum dan Kenyataan Masyarakat
Dalam kenyataan, seringkali terdapat kesenjangan antara hukum yang tertulis dan praktik yang terjadi di lapangan. Hukum yang ideal di atas kertas belum tentu efektif diterapkan, karena dipengaruhi oleh budaya, nilai, dan kebiasaan masyarakat. Oleh sebab itu, penting bagi para pembuat hukum untuk memahami kondisi nyata masyarakat agar peraturan yang dibuat benar-benar relevan dan dapat diimplementasikan dengan baik.
Pertemuan 3: Yuridis Empiris dan Yuridis Normatif
Pendekatan Yuridis Normatif berfokus pada pengkajian hukum dari sisi norma-norma yang berlaku, aturan tertulis, serta asas hukum. Sebaliknya, pendekatan Yuridis Empiris melihat bagaimana hukum itu diterapkan secara nyata di masyarakat. Yuridis Empiris menggabungkan metode sosiologis (melihat bagaimana norma bekerja), antropologis (bagaimana sengketa diselesaikan berdasarkan budaya), serta psikologis (bagaimana kondisi kejiwaan individu memengaruhi kepatuhan hukum).
Pertemuan 4: Madzhab Pemikiran Hukum (Positivism)
Madzhab positivisme, yang dipelopori oleh John Austin dan H.L.A. Hart, memandang hukum sebagai aturan yang berlaku secara formal, terlepas dari nilai moral. Dalam pandangan ini, hukum adalah perintah dari penguasa yang sah dan harus ditaati. Kelebihannya adalah menciptakan kepastian hukum, namun kritiknya adalah hukum sering dianggap kaku dan tidak responsif terhadap dinamika masyarakat.
Pertemuan 5: Madzhab Pemikiran Hukum (Sociological Jurisprudence)
Mazhab ini, yang dikembangkan oleh Roscoe Pound, memandang hukum sebagai alat rekayasa sosial (social engineering). Artinya, hukum tidak sekadar norma yang statis, melainkan sarana untuk memperbaiki dan mengatur tatanan sosial. Dalam perspektif ini, hukum harus mampu memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, bukan hanya menegakkan teks semata.
Pertemuan 6: Madzhab Pemikiran Hukum (Living Law dan Utilitarianism)
Konsep Living Law, diperkenalkan oleh Eugen Ehrlich, menyoroti bahwa hukum yang benar-benar hidup adalah hukum yang dipatuhi masyarakat, meskipun tidak selalu tertulis. Sementara itu, aliran Utilitarianisme, yang dipelopori oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill, menilai hukum berdasarkan kegunaannya: sejauh mana hukum memberikan kebahagiaan dan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Pertemuan 7: Pemikiran Emile Durkheim, Ibnu Khaldun
Durkheim memandang hukum sebagai cerminan solidaritas sosial. Pada masyarakat tradisional, hukum bersifat represif, sedangkan di masyarakat modern, hukum bersifat restitutif, berorientasi pada pemulihan. Sebaliknya, Ibnu Khaldun mengajarkan bahwa hukum dan kekuasaan berkembang melalui siklus sosial yaitu fase kebangkitan, fase kejayaan, fase kemerosotan, hingga fase kejatuhan, dengan konsep Ashabiyah sebagai pengikat solidaritas kelompok.
Pertemuan 8: Pemikiran Hukum Max Weber, dan  H.L.A. Hart
Max Weber melihat hukum sebagai sistem yang semakin rasional dan birokratis, dengan legitimasi yang diperoleh dari proses formal. Sedangkan H.L.A. Hart mengembangkan teori tentang hukum sebagai sistem aturan, membedakan antara aturan primer (kewajiban) dan sekunder (mekanisme perubahan dan penafsiran hukum), sehingga memberi pemahaman yang lebih dinamis tentang bagaimana hukum bekerja.
Pertemuan 9: Effectiveness of Law
Efektivitas hukum mengacu pada sejauh mana hukum ditaati dan dijalankan dalam praktik. Hukum yang efektif tidak hanya sah secara formal, tetapi juga relevan dengan kebutuhan masyarakat, diterima secara sosial, dan didukung oleh aparat penegak hukum yang kompeten. Faktor budaya, kesadaran hukum masyarakat, dan keadilan substantif sangat memengaruhi tingkat efektivitas hukum.
Pertemuan 10: Law and Social Control
Hukum berfungsi sebagai alat pengendalian sosial (social control), menjaga keteraturan dalam masyarakat. Di samping norma sosial lain seperti adat, agama, dan moral, hukum memiliki sanksi formal yang memaksa. Dengan demikian, hukum membantu menciptakan keseimbangan antara stabilitas sosial dan kebutuhan akan perubahan.
Pertemuan 11: Legal Pluralism
Legal Pluralism adalah pengakuan bahwa dalam satu masyarakat bisa terdapat lebih dari satu sistem hukum yang berlaku. Di Indonesia, selain hukum nasional, kita juga memiliki hukum adat dan hukum Islam yang hidup berdampingan. Legal pluralism menekankan pentingnya pengakuan terhadap keragaman sistem hukum agar penegakan hukum menjadi lebih inklusif dan sesuai dengan konteks sosial.
Pertemuan 12: Progressive Law
Hukum progresif, dikembangkan oleh Satjipto Rahardjo, melihat hukum sebagai sarana untuk mencapai keadilan sosial, bukan sekadar institusi yang kaku. Hukum harus mampu berubah mengikuti kebutuhan masyarakat, bahkan bila perlu melampaui teks hukum formal, demi mewujudkan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
Pertemuan 13: Socio-Legal Studies
Socio-Legal Studies merupakan pendekatan interdisipliner yang memadukan studi hukum dengan ilmu sosial. Tujuannya adalah memahami bagaimana hukum benar-benar berfungsi dalam masyarakat, termasuk faktor-faktor sosial, politik, dan ekonomi yang memengaruhi pelaksanaannya. Pendekatan ini memperkaya kajian hukum agar lebih kontekstual dan relevan.
Pertemuan 14: Pendekatan Sosiologis dalam Studi Hukum Islam
Pendekatan sosiologis dalam studi hukum Islam menekankan pentingnya melihat penerapan hukum Islam dalam konteks sosial-budaya masyarakat. Hukum Islam tidak dipahami hanya sebagai teks normatif, tetapi sebagai sistem yang hidup dan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pendekatan ini mendorong ijtihad yang kontekstual agar hukum Islam tetap relevan di era modern.
Kesimpulan
Hukum dan masyarakat adalah dua hal yang tak terpisahkan. Hukum harus adaptif terhadap perubahan sosial dan berorientasi pada keadilan substantif. Pemahaman ini sangat penting untuk calon praktisi hukum agar tidak hanya berfokus pada aspek legal formal, tetapi juga memperhatikan nilai sosial dan kemanusiaan dalam pelaksanaannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI