Mohon tunggu...
asri pujiyanti
asri pujiyanti Mohon Tunggu... mahasiswa

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bantuan Sosial Bukan Imbalan Vasektomi: Pandangan Islam dan Etika Publik

21 Juni 2025   06:30 Diperbarui: 22 Juni 2025   05:41 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Beberapa waktu lalu, publik dikejutkan oleh pernyataan salah satu tokoh Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) terkait wancana vasektomi menjadi syarat untuk mendapatkan bantuan sosial (Bansos). Alasannya cukup logis, agar mereka penerima bansos tidak memiliki banyak anak dan juga bisa fokus bertanggung jawab kepada keluarga. Tetapi hal ini mengundang banyak kontroversi dari berbagai kalangan, baik dari sisi agama, hak asasi manusia, maupun etika dan komunikasi publik.

Dalam konteks ini, sangat penting bagi kita melihat dan memahami isu ini dari perspektif islam dan juga komunikasi publik yang beretika. Agar suatu kebijakan tetap adil, manusiawi dan juga dapat diterima oleh masyarakat.

Pernyataan terkait wacana vasektomi sebagai syarat penerimaan bansos tersebut menjukkan kekeliruan dalam memahami kondisi persoalan kemiskinan. Kemiskinan bukan hanya tentang jumlah anak, tapi juga dari berbagai faktor, seperti akses pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebijakan sosial yang tidak adil. Jika tindakan vasektomi ini dijadikan dan dianjurkan untuk menjadi syarat mendapatkan bantuan sosial, maka secara tidak langsung dapat melukai dan menambah beban psikologis terhadap para penerima, karena berfikir bahwa orang miskin tidak pantas untuk memiliki banyak anak.

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyatakan bahwa mempersyaratkan vasektomi untuk mendapatkan bansos adalah bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia, karena menyangkut hak atas tubuh sendiri. "Itu juga privasi ya, vasektomi apa yang dilakukan terhadap tubuh itu bagian dari hak asasi. Jadi, sebaiknya tidak dipertukarkan dengan bantuan sosial atau hal-hal lain," kata Atnike di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Jumat, 2 Mei 2025. Tempo.co

Vasektomi sendiri adalah prosedur medis yang mencegah pria untuk memeliki keturunan secara permanen. Dalam kacamata Islam, tindakan ini tidak dianjurkan kecuali dalam kondisi darurat medis yang dapat mengancam kesehatan dan nyawa. Karena Islam mengajarkan bahwa seorang anak adalah sebuah amanah dari Allah yang perlu dijaga, bukan menjadi beban hidup yang harus dihindari dan Islam pun sangat memperbolehkan perencanaan keluarga, selama tidak melanggar prinsip syariah.

Melihat dari sudut pandang fikih, Komisi Fatwa MUI menyatakan bahwa vasektomi haram jika dilakukan untuk tujuan pemandulan permanen. Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh menyampaikan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV yang berlangsung di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat pada 2012. "Kondisi saat ini, vasektomi haram kecuali ada alasan syar'i seperti sakit dan sejenisnya," ungkap Guru Besar UIN Jakarta itu saat dihubungi MUIDigital, Kamis (1/4/2025). Mui.or.id

Dalam konteks pendekatan komunikasi Islam, penyampaian pesan tidak hanya dilihat dari isi, tetapi juga dari sisi waktu dan cara penyampaiannya. Kita sebagai komunikator islam perlu dan sangat harus memperhatikan dampak, psikologis, dan adab saat penyampaian pesan.

Penting juga memahami bahwa menerima bantuan sosial, baik berupa zakat, infak, maupun bantuan lainnya dalam Islam, merupakan hak bagi yang membutuhkan. Karena Rasulullah SAW tidak pernah membatasi suatu pemberian bantuan dengan syarat-syarat tertentu. Memberikan syarat vasektomi untuk penerimaan bansos ini bukan hanya keliru tentang kebijakan, tetapi juga tidak ada keadilan secara agama dan moral.

Daripada memberikan syarat dan menekan masyarakat dengan kebijakan ini, lebih bijak fokus pada solusi jangka panjang yang dapat membangun, manusiawi, dan beretika, seperti: 

1. Peningkatan akses pendidikan dan kesehatan reproduksi bagi para keluarga miskin.

2. Pendidikan keagamaan, dengan menanamkan nilai-nilai tanggung jawab serta membina keluarga menurut pandangan agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun