"ISRAEL. DO NOT DROP THOSE BOMBS."
Pernyataan ini bukan dari aktivis HAM atau pemimpin dunia ketiga, melainkan dari Presiden Amerika Serikat sendiri, Donald J. Trump. Tegas, langsung, dan tanpa basa-basi. Melalui unggahan publik dan pernyataan resmi, Trump memperingatkan Israel untuk menghentikan rencana serangan udara ke Iran. Bukan hanya sebuah himbauan diplomatik, tetapi ultimatum keras: Tarik pulang pilot-pilotmu sekarang juga.
Ironis. Amerika selama ini dikenal sebagai sekutu paling setia Israel. Namun kini, pemimpinnya sendiri justru berdiri di antara Israel dan tombol peluncur rudal. Apa yang sedang terjadi?
Pernyataan ini muncul hanya beberapa jam setelah Trump mengumumkan bahwa ia telah berhasil menengahi gencatan senjata antara Iran dan Israel, sebuah keberhasilan diplomatik yang, jika runtuh, akan mencoreng citranya di panggung internasional. Maka, wajar jika Trump merasa perlu mengamankan hasil tersebut, bahkan dengan cara yang frontal: memarahi sekutunya sendiri.
Tapi lebih dari itu, peringatan Trump membuka mata kita pada dua hal penting:
1. Bahwa dominasi diplomatik Amerika tidak lagi mutlak. Bahkan kepada Israel pun, AS harus "memohon" agar kesepakatan damai dihormati. Ini menunjukkan bahwa dinamika global tak lagi bisa dikendalikan hanya dari Washington.
2. Bahwa krisis Timur Tengah kini berada di persimpangan genting. Satu bom yang dijatuhkan bisa berarti akhir dari upaya damai yang dibangun dengan susah payah. Dan Trump, dalam segala kontroversinya, tahu betul bahwa perang bukan solusi saat dunia sedang berupaya pulih dari keterpurukan ekonomi dan ketegangan multipolar.
Banyak yang mengkritik gaya Trump---kasar, impulsif, bahkan teatrikal. Tapi kali ini, dunia justru menyaksikan bagaimana gaya itu mungkin sedang menyelamatkan nyawa.
Pertanyaannya, akankah Israel patuh? Ataukah justru pernyataan Trump akan menjadi babak baru dari perseteruan terbuka antara dua sekutu lama yang kini berbeda arah?
Dunia menahan napas. Dan di tengah itu semua, kita di Indonesia patut belajar satu hal: bahwa diplomasi bukan selalu soal kesopanan, tapi tentang keberanian berkata "berhenti"bahkan kepada sahabat sendiri, demi mencegah kehancuran yang lebih besar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI