Mohon tunggu...
Asmuddin
Asmuddin Mohon Tunggu... lainnya -

www.asmuddin.blogspot.com Belajar Menulis "Jika tidak bisa turun ke jalan, melawanlah dengan TULISAN"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

11.000 PKBM Terancam Tak Dapat BOP?

4 April 2018   00:19 Diperbarui: 4 April 2018   00:29 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Isu tentang tidak akan adanya dana Bantuan Operasional Peyelenggaraan (BOP) yang akan disalurkan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) PAUD dan Dikmas  ke Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) pada tahun 2018 tentunya bukan  kabar yang menggembirakan.

Ini bukan hanya persoalan angka 11.000 PKBM yang terancam, tapi ratusan ribu anak Indonesia yang terancam  tidak akan mendapat akses layanan pendidikan melalui jalur pendidikan nonformal.  

Data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menunjukan bahwa ada sekitar 4,1 juta anak  yang terindikasi putus sekolah. Data inilah yang ditracking,untuk dibelajarkan kembali dengan prioritas ditarik ke satuan pendidikan formal (SD, SMP, SMA/SMK) jika masih memungkinkan, dan jika sudah tidak memungkikan (dengan berbagai sebab), maka didaftar dan dibelajarkan di satuan pendidikan nonformal seperti PKBM.

Dari penelusuran yang dilakukan sebagian besar oleh PKBM di seluruh Indonesia, Ditjen PAUD dan Dikmas merilis angka  sebanyak 568.171 anak putus sekolah yang akan kembali dibelajarkan pada PKBM. Jika nantinya dana untuk membiayai penyelenggaraan proses belajar mengajar tersebut tidak teranggarkan, maka sebanyak 568.171 anak tersebutlah yang akan merasakan dampak langsung dari kebijakan tersebut. 

Tracking anak yang terindikasi putus sekolah ini dan mengembalikannya ke institusi pendidikan untuk medapatkan layanan pendidikan merupakan implementasi dari program pemerintahan Jokowi JK yag dikemas dalam Program Indonesia Pintar. Ketidak jelasan dana operasional penyelenggaraan kegiatan tersebut juga akan meyebabkan Program Indonesia Pintar tidak akan berjalan dengan baik, khususnya warga yang mendapat layanan pendidikan melalui jalur pendidikan nonformal.

Dampak lain dari ketidak jelasan BOP tersebut adalah akan munculnya ketidak percayaan masyarakat terhadap PKBM. Ini akan menjadi persoalan tersendiri ditengah upaya semua pihak terkait untuk meningkatkan kualitas tata kelola PKBM. Ketidak percayaan ini akan meyebabkan masyarakat tidak mau lagi berhubungan dengan PKBM. 

Sebagai lembaga yang pembentukannya diinisiasi oleh masyarakat, akternatif pembiayaan sendiri oleh PKBM adalah sesuatu yang sangat kecil kemungkinannya. Untuk meyelenggarakan suatu kelas pembelajaran Pendidikan Kesetaraan seperti Paket A, Paket B, atau Paket C.

Dibutuhkan sejumlah orang yang berkompeten untuk bertindak sebagai tutor (pengajar), dibutuhkan tenaga pengelola, perlu buku pelajaran yang sesuai, serta sarana dan prasarana pendidikan lainnya, dan itu membutuhkan biaya yang relatif tidak sedikit. Jika dihitung dari anggaran yang diajukan oleh Ditjen PAUD dan Dikmas sebanyak 500 M,  maka rata-rata 1 PKBM membutuhkan biaya peyelenggaraan sebanyak 45 juta.

Ketidak jelasan BOP untuk PKBM ini merupakan ketidak adilan dalam dunia pendidikan. Pemerintah telah sangat nyata memberikan perlakukan yang tidak adil terhadap dunia pendidikan nonformal.

Ketiadaan alokasi anggaran APBN di tahun 2018 untuk membiayai penyelenggaraan layanan pendidikan di PKBM merupakan penzaliman terhadap 568.171 anak putus sekolah yang ingin memperoleh pendidikan, serta pengingkaran terhadap kerja keras para tim pendataan di PKBM yang telah dengan susah payah membujuk anak putus sekolah untuk kembali ke institusi pendidikan.

Jika ini benar-bernar terjadi, maka akan seperti apa nasib anak-anak  putus sekolah tersebut, siapa yang akan bertanggung jawab terhadap 568.171 anak putus sekolah yang sudah terdaftar di PKBM yang terlanjur dijanji untuk dibelajarkan di tahun 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun