Di tengah gempuran teknologi dan derasnya arus informasi, siapa sangka anak-anak di Desa Bandar Malela justru sibuk berlari menuju balai desa setiap Sabtu dan Minggu sore. Bukan untuk bermain gadget, melainkan untuk duduk rapi di Pojok Baca, program literasi yang digagas mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Kegiatan ini muncul dari keprihatinan sederhana: masih banyak anak-anak, terutama jenjang TK dan SD, yang kesulitan membaca dan memahami teks. Kondisi itu jelas berpengaruh pada proses belajar mereka di sekolah. Mahasiswa KKN tak ingin hanya diam. Mereka kemudian menghadirkan Pojok Baca sebagai ruang belajar baru---tempat anak-anak bisa belajar huruf, merangkai kata, hingga memahami kisah penuh nilai dari 25 Nabi dan Rasul.
Sejak awal sosialisasi, respon masyarakat begitu positif. Orang tua melihat Pojok Baca sebagai "angin segar" untuk perkembangan anak. "Kalau di rumah, mereka sering malas buka buku. Tapi kalau di balai desa, malah semangat baca meski baru bisa mengeja," ujar salah satu ibu dengan bangga. Dukungan itu terlihat nyata dari banyaknya anak yang rutin hadir, bahkan rela datang lebih awal agar kebagian buku bacaan.
Pelaksanaan Pojok Baca berlangsung seru dan penuh kehangatan. Mahasiswa KKN membagi sesi sesuai kebutuhan: ada yang fokus mendampingi anak-anak TK dan SD mengeja huruf, ada yang membacakan kisah Nabi dengan intonasi penuh ekspresi, hingga ada yang memberi materi umum yang relevan dengan usia mereka. Diskusi ringan dan tanya jawab juga kerap memicu antusiasme, misalnya ketika seorang anak polos bertanya, "Kenapa Nabi bisa sabar sekali walau diuji?" Pertanyaan sederhana itu jadi momen refleksi bersama, membuktikan bahwa literasi bukan hanya soal membaca, tapi juga soal memahami makna.
Tidak berhenti di situ, mahasiswa KKN juga menyiapkan warisan berharga: rak buku permanen yang ditempatkan di balai desa. Rak itu diisi dengan koleksi buku hasil donasi, mulai dari buku bacaan anak, kisah islami, hingga pengetahuan umum. Harapannya, meski masa KKN telah berakhir, anak-anak dan masyarakat tetap bisa melanjutkan budaya membaca. "Ini bukan sekadar kegiatan 1 bulan, tapi benih literasi yang semoga tumbuh terus," ungkap salah satu mahasiswa penanggung jawab.
Evaluasi akhir menunjukkan program ini berhasil 95%. Anak-anak yang tadinya kesulitan membaca menunjukkan kemajuan signifikan, sementara yang sudah lancar makin kaya wawasan. Orang tua merasakan manfaat langsung, dan desa kini memiliki fasilitas literasi sederhana yang bisa dipakai seterusnya.
Pojok Baca akhirnya bukan hanya program KKN, tapi simbol bahwa literasi bisa tumbuh di mana saja---bahkan di sudut balai desa kecil. Pertanyaan yang menggantung kini: akankah rak buku sederhana itu menjadi awal dari tradisi membaca baru di Desa Bandar Malela, atau justru jadi pemantik gerakan literasi desa lain di Simalungun?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI