Mohon tunggu...
Asmari Rahman
Asmari Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Bagansiapi-api 8 Okt 1961

MEMBACA sebanyak mungkin, MENULIS seperlunya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menteri versus Guru Honorer

10 Maret 2016   16:31 Diperbarui: 10 Maret 2016   17:29 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Men Pan RB"][/caption]Hati ini terasa miris membaca berita bahwa seorang guru honorer di Brebes, Jawa Tengah, ditangkap oleh polisi karena mengirim ancaman via pesan singkat kepada Menpan RB Yuddy Chrisnandi. Ditambahkan lagi bahwa pesan singkat itu berisi kata-kata kasar dan ancaman akan membunuh pak Menteri serta keluarganya.

Karena ancaman itu sangat meresahkan akhirnya Pak menteri melaporkan ke Polda Metro Jaya dan Tim Cybercrime Polda Metrojaya bereaksi dan hasilnya terduga pengirim SMS tersebut dapat diidentifikasi dan diamankan, diketahui pelakunya adalah seorang guru honorer di sebuah Sekolah Menengah Atas Negeri di Brebes, Jawa Tengah.

Sepintas berita ini tidak ada yang istimewa, seorang pelaku kejahatan harus ditindak secara hukum, dan apa yang dilakukan oleh pak Menteri adalah bentuk ketaatan beliau terhadap hukum itu sendiri, tidak main hakim sendiri dan tidak menggunakan kekuasaan untuk menghukum orang.

Tapi melihat sosok pelakunya adalah seorang guru honorer, tenaga pendidik yang kesehariannya bergelut dengan ilmu dan etika, maka agak miris juga rasa dihati. Seorang  pendidik rasanya tidak mungkin berbuat sekasar dan sejahat itu. Bagaimana mungkin seseorang yang pekerjaannya menanamkan nilai – nilai luhur, yang tindak tanduknya sehari-hari digugu dan ditiru, bisa berprilaku tak sopan dan melawan hukum, sungguh sesuatu yang tak pantas, sekaligus membuat kita bertanya, apa faktor penyebabnya.

Terdorong oleh perasaan miris inilah saya ingin mengetuk pintu hati pak Menteri, mohon kiranya sudi mempertimbangkan kembali laporan tersebut, apakah tidak lebih baik dicabut dan diselesaikan secara kekeluargaan.  Barangkali hal ini terjadi karena ketidaktahuan sipelaku akan akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya.

Bisa jadi hal ini timbul akibat dari kebijakan Pak Menteri yang berdampak buruk pada mata pencahariannya, sementara beban hidup siterlapor semakin hari semakin berat. Mungkin saja ada keputusan Pak Menteri yang menyebabkan dia tersakiti, sehingga dia berusaha menghambatnya dengan cara yang salah, menempuh jalan pintas dengan memberikan ancaman.


Saya yakin, Keputusan dan kebijakan  Pak Menteri  diambil melalui pertimbangan matang , bermanfaat bagi orang banyak, namun mungkin kurang dipahami oleh siterlapor, untuk itu diperlukan sikap arif dan bijak untuk menjelaskannya sehingga nyambung dan bisa dimengerti.  

Jika pada awalnya saya memuji langkah pak Menteri yang membawa persoalan ini kejalur hukum, sebagai sebuah tindakan bijak, namun setelah tau jati diri pelakunya, maka yang terbayang oleh saya adalah kondisi psikologisnya seorang guru honorer yang hidup dalam himpitan ekonomi dan kondisi pekerjaan yang tidak ada kepastian, maka saya berharap agar pak Menteri bersikap lebih bijak lagi.

Bagaimanapun sang pelaku itu adalah seorang pendidik yang sudah mengabdikan dirinya kepada negeri ini, namun karena  factor tertentu dia menjadi khilaf dan terdorong melakukan kesahalan, maka tidak ada salahnya jika pak Menteri mau mencabut laporannya kembali dan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan, lebih dari itu, jika perkara ini berlanjut kepengadilan toh juga tidak  memberikan keuntungan apapun bagi pak Menteri.

Semoga.

Sumber ilustrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun