Mohon tunggu...
Asma Anjari
Asma Anjari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa semester 2 Universitas Airlangga.

Hobi menonton film dan membaca novel.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Masalah Cultural Appropriation Dalam Memakai Pakaian Tradisional Jepang, Kimono.

1 Mei 2023   10:30 Diperbarui: 1 Mei 2023   10:55 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara umum cultural appropriation merupakan istilah yang digunakan kepada orang yang mengambil budaya yang berwujud atau tidak berwujud serta ide dari suatu budaya untuk kepentingan pribadi tanpa memahami serta menghormati budaya tersebut. Permasalahan cultural appropriation mencangkup dari berbagai bidang kehidupan umat manusia, misalnya gaya artistik dan representasi, tanah, artefak, kekayaan intelektual, cerita rakyat, pengetahuan, dan simbol agama. Bidang fashion (termasuk dalam gaya artistik) juga tak luput dari masalah ini bila mengenakan pakaian tradisional negara lain hanya untuk berpakaian modis tanpa tahu maknanya atau memiliki niat yang tidak bagus saat mengenakannya.  Memakai pakaian tradisional budaya lain tanpa memahami makna dan tidak menghormatinya termasuk cultural appropriation di bidang fashion. Cultural appropriation di bidang fashion sering terjadi karena suatu budaya yang menarik dan desain itu belum pernah dilihat sebelumnya dapat menginspirasi untuk melahirkan sebuah karya atau ketertarikan untuk memakainya namun jika tidak hati-hati dapat menyebabkan kesalahan yang fatal dalam pembahasan kali ini saya akan memfokuskan permasalahan cultural appropriacition dalam indrusti fashion terutama dalam mengenakan pakaian tradisional negara Jepang yaitu kimono.

Wafuku () secara harfiah merupakan istilah umum untuk semua jenis pakaian tradisional Jepang yaitu Hakama (), Haori (), Tonbi (), Happi (), Jinbei (), Samue (), Hanten (), Kappogi (), Sokutai (), Juunihitoe () , Suiken (), Tanzen ( ), Kimono (), dan lain-lain. Sejarah wafuku dimulai pada periode pra-sejarah yang dikenal sebagai periode Jomon. Istilah ini mulai digunakan sejak periode Meiji untuk membedakan pakaian tradisional Jepang dengan pakaian gaya barat yang disebut Youfuku (). Pakaian tradisional masyarakat Jepang disebut dengan "Kimono" atau " Kirumono" yang mempunyai arti sesuatu yang dipakai atau pakaian, pada periode ini istilah kimono digunakan untuk menyebutkan pakaian tradisional Jepang. Namun pengertian tentang kimono menjadi lebih sempit dan khusus yaitu jubah yang berbentuk seperti huruf T menyerupai mantel berlengan panjang dan memiliki kerah dan panjang sampai menyentuh pergelangan kaki. Selain dapat dikenakan dalam kegiatan upacara keagamaan dan pekerjaan kimono dapat juga dikenakan untuk kegiatan sehari-hari. Kimono juga merupakan simbol dan keunikan dari Negara Jepang jika diartikan secara luas adalah atau teori mengenai budaya Jepang serta keunikan sukunya. Penulis Kiyoyuki Higuchi (1974) menemukan kecocokan antara kimono dengan iklim Negara Jepang yang mempunyai kesamaan dengan kondisi mental dan tipe tubuh orang, muncul slogan yang berbuyi "The beauty of kimono is the heart of Japanese people" () Jepang mengalami perubahan akibat dampak dari budaya barat perubahan itu terjadi di segala bidang eokonomi, pendidikan, agama, dan lain-lain sejak saat itu Jepang menerima masuknya budaya barat salah satunya memakai pakaian ala barat di kehidupan sehari-hari mereka dan memakai kimono dalam kesempatan tertentu saja karena dianggap kurang praktis dan sulit untuk memakainya. Berpakaian dengan jas dan gaun dipilih sebagai alternatif dalam berpakaian untuk menghadiri pesta bahkan acara formal, gaya berpakaian ini yang disebut dengan Youfuku () oleh masyarakat Jepang.

Globalisasi budaya Jepang dampaknya sangatlah besar, dengan banyaknya represntasi kimono dalam manga, film, anime, dan fashion modern banyak generasi muda menjadi tertarik terhadap kimono. Globalisasi budaya juga membuka peluang usaha baru, persewaan kimono di Jepang banyak sekali peminatnya dan menghasilkan keuntungan yang besar dikarenakan banyak turis mancanegara yang tertarik untuk mencobanya dan menggunakan kimono untuk berkeliling tempat-tempat wisata serta berfoto dengan menggunakan kimono. Dalam sudut pandang orang Jepang untuk berbagi budaya merupakan hal yang biasa malah mereka senang karena budaya mereka masih ada dan berkembang menurut mereka kimono merupakan pakaian yang dapat digunakan oleh siapapun dan kapanpun. Di tahun 2019 Kim Kardashian terkena skandal cultural appropriation karena menjual brand pakaian dalam dengan nama "Kimono" banyak sekali orang jepang yang protes akibat kejadian ini karena penggunaan nama pakaian tersebut bahkan Wali Kota Kyoto Daisaku Kodokawa secara khusus memberikan surat pada tanggal 30 Juni 2019 agar Kim Kardashian tidak menggunakan nama tersebut. Alasan mengapa hal ini bisa diprotes dengan tegas adalah rasa khawatir label pakaian dalam milik Kim Kardashian bisa merusak image indrusti kimono serta mengubah pandangan selain orang Jepang terhadap makna dari kimono. Dilihat dari kasus Kim Kardashian kita bisa menyimpulkan bahwa setiap etnis mempunyai peraturan sendiri-sendiri mengenai "pengambilan" budaya ini, untuk orang Jepang itu merupakan hal yang tidak apa-apa.atau merasa senang karena budaya asli mereka banyak yang mengenal dan budaya tersebut dapat berkembang dengan catatan tidak merusak makna asli dari budaya kimono tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun