Berlibur nyaman tanpa degdegan itu pasti dambaan setiap orang. Gak pake ribet. Langsung cus tanpa harus mikir, dari bandara ke hotel naik apa ya, tumpangan dari hotel ke sana, ke sini pakai apa ya, dan seterusnya. Seorang kawan menyarankan, "Coba deh lo pake Dahayu Leisure".
Kata si kawan itu, pelayanan mereka oke kok. Gak ada aturan aneh-aneh, itinerary ketat dll. Yang ada sebaliknya, kita bakal sangat terbantu dalam menikmati perjalanan. Apalagi, traveling saya nanti untuk merayakan 15th Wedding Anniversary kami.
Cari info sana sini, akhirnya saya memutuskan menjajal trip Belitung dua hari satu malam. Ya. Kami memang rutin mensyukuri anugerah Tuhan untuk kami di setiap tanggal 28 Agustus. Hari yang bergitu bersejarah dalam kehidupan kami.
Sejak sebulan sebelum hari H, saya sudah memesan tiket dan baru akan saya ceritakan kepada istri di H-1 keberangkatan. Biar sureprise aja. Dan benar saja, istri saya senang diajak berlibur, kembali berbulan madu tanpa anak-anak.
Jeng jeng.... Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Hari minggu pagi tanggal 20 Juli 2019, kami berangkat dari Bandara Soekarno Hatta menuju Bandara HAS Hanandjoeddin, Tanjungpandan, Belitung. Dari Bandara kami sudah dijemput tim Dahayu untuk mengunjungi lima pulau cantik di sana. Pulau Pasir, Pulau Lengkuas, Pulau Kepayang, Pulau Batu Berlayar dan Pulau Kelayang.
Dari lima tempat itu yang paling mengasyikknya adalah Pulau Batu Berlayar dan Pulau Kelayang.
Disebut Pulau Batu berlayar, karena ketika air pasang bebatuan yang ada di pulau ini seakan berlayar di tengah lautan. Berbagai bentuk granit putih menjulang tinggi nampak saat kami mendekati pulai ini.
Kebetulan pas saya berkunjung ke tempat ini saat sore hari. Saya dan istri seperti saat pacaran dulu. Kami berswafoto dengan jajaran batu granit yang berdiri tegak.
Kalau Pulau Kelayang, yang membuat kami tak bisa melupakannya adalah hijaunya pemandangan dan eksotisnya Gua Kelayang. Saat masuk area pulau, pemandangan bukan lagi laut biru melainkan hamparan hijau dari pohon-pohon lebat yang tumbuh di pulau itu.
Kami berjalan naik dan turun menyesuaikan medan jalan tanah dan gelayut akar-akar pohon yang menghalangi langkah kita. Semakin dalam, jalanannya semakin sempit.
Medannya kian terjal. Batu-batu besar yang menghalangi membuat kami harus memanjat sedikit demi sedikit batu itu. Namun, perjalanan singkat itu terbayar ketika kami sampai di sebuah bibir batu tinggi.