Mohon tunggu...
Asip Suryadi
Asip Suryadi Mohon Tunggu... Guru - Widyaiswara

Saya seorang widyiaswara, spesialisasi metodologi dan penilaian pembelajaran. Kajian penelitian di bidang online learning. Senang menulis, membaca dan bercocok tanam. Saya menikah dan memiliki 5 orang anak. Mengelola beberapa media sosial, diantaranya Edunesiania YouTobe, Edunesia Blogspot dan, @asipsuryadi. Dapat dihubungi di WA 081288192490 dan email asip_sayurradi@yahoo.co.id.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ranah Afektif pada Kurikulum Merdeka

27 November 2023   10:29 Diperbarui: 27 November 2023   10:35 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.lucidway.com/

Dalam buku yang ditulis oleh Krathwohl, Bloom dan Masia (1973) domain efektif didefinisikan sebagai perilaku yang berkaitan dengan emosi seperti perasaan, nilai, apresiasi, antusiasme, motivasi dan lainnya. Dalam Kurikulum Merdeka target pembelajaran afektif dirumuskan dalam Profil Pelajar Pancasila (P3), dan di Kementerian Agama ditambah dengan Profil Pelajar Rohmatan Lil-Alamin (PPRA). Dua karakter P3 yaitu karakter berpikir kritis dan kreatif dilihat dari segi prosesnya lebih dominan masuk ke ranah kognitif pada level tingkat tinggi yaitu analisis, evaluasi dan kreasi. Namun demikian kebiasaan berpikir kritis dan kreatif menjadi perilaku atau karakter.

Krathwohl et al., (1973); Anderson et al., (2001) merumuskan tingkatan afektif kedalam 5 level yaitu receiving (penerimaan), responding (tanggapan), valuing (penilaian), organization (pengaturan) dan characterizing (pembiasaan). Tingkatan kompetensi afektif digambarkan dalam piramida.

Tingkatan perilaku tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Perilaku receiving (penerimaan) berbentuk kesadaran, kehendak mendengarkan, dan memperhatikan. Sebuah contoh sederhana, ketika Ahmad pertama kali memperoleh informasi tentang pentingnya olah raga bagi kesehatan maka sikap yang pertama kali adalah menerima dengan perkataan "ooo begitu yah" atau sikap lain yang ditunjukkan misalnya tekun duduk manis dan tertarik mendengarkan informasi tersebut. Dia tidak mengerutkan dahi.
  • Perilaku responding (merespon) dalam bentuk partisipasi aktif menaggapi. Di tingkat ini Ahmad mulai bertanya, mencari informasi yang lebih banyak, mempelajari dan berlatih jenis olah raga tertentu.
  • Perilaku valuing (penilaian) ditunjukkan dengan sikap mulai memberikan komentar atau pernyataan-pernyataan "baik-kurang baik-buruk" dan mulai mengikuti kebiasaan tertentu. Di tingkat ini Ahmad mulai berkomentar bahwa si Andi temannya memiliki kebiasaan yang baik karena sering olah raga. Ahmad mulai mengikuti ajakan teman atau orang tua untuk berolahraga hari minggu karena dia meyakini bahwa olah raga itu baik.
  • Perilaku organizing and conceptualizing (pengorganisasian dan konseptualisasi) ditunjukkan dengan sikap mengatur diri dan memutuskan sesuatu berdasarkan prioritas, dan mulai memahami keterakitan sebuah perilaku dengan perilaku lainnya atau konsep satu dengan lainnya. Di tingkat ini Ahmad mulai memiliki konsep yang jelas mengenai olahraga yang ditunjukkan dengan memahami keterkaitan oalhraga dengan aspek lainnya dan menggemari jenis olah raga tertentu serta mulai mengorganisasikan waktu dan biaya uantuk kebutuhan olah raga yang ia gemari. Di tingkat ini Ahmad mulai membeli alat olah raga dan menentukan jadwal. Ahmad juga mulai bergabung dengan kelompok/klab olah raga tertentu.
  • Perilaku characterizing by value (karakterisasi melalui nilai) adalah tingkatan tertinggi dari domain sikap.  Dalam tingkatan ini seseorang telah menjadikan sebuah sistem nilai menjadi bagian dari perilaku keseharian sehingga menjadi karakter pada dirinya. Di tingkat ini Ahmad mulai terbiasa dengan olah raga yang digemarinya dan sudah menjadi bagian dari kehidupan. Kalau orang lain melihat Ahmad maka akan mengatakan bahwa Ahmad selalu kelihatan bugar karena berolahraga secara rutin. Ahmad sendiri merasa ada yang kurang ketika tidak olah raga.

Jadi ketika kita ingin merumuskan tujuan pembelajaran dan asesmen untuk P3 dan PPRA, kita dapat menggunakan level hsail belajar dengan 5 tingkatan di atas. Misalnya Ketika kita ingin menanamkan sikap pada dimensi mandiri elemen regulasi diri, misalnya pada sub elemen regulasi emosi di fase A maka dapat menetapkan penguasaan di level 2 yaitu responding (merespon). Rumusan tujuan Pembelajaran misalnya seperti berikut:

Peserta didik menunjukkan rasa ingin tahu perlunya mengendalikan emosi dalam pergaulan di kelas.

 Untuk instrument asesmen kita dapat menjabarkan tujuan tersebut kedalam beberapa indikator misalnya:

  1. Memperlihatkan raut muka senang ketika diskusi mengenai pengendalian emosi.
  2. Mengajukan pertanyaan mengenai perlunya mengendalikan emosi.

Kita bisa juga menentapkan level yang lebih tinggi misalnya level 3 (valuing) apabila berdasarkan asesmen awal peserta didik sudah memiliki sikap dasar level 2. Untuk memenuhi prinsip pembelajaran berdiferensiasi kita dapat menetapkan level ebrbeda kepada individua tau kelompok tertentu.

Daftar Bacaan

  1. David R. Krathwohl, Benjamin S. Bloom, Bertram B. Masia; Taxonomy of Educational Objectives The Classification of Educational Objectives Handbook II: Affective Domain, 1973.
  2. Afektive domain fo learning, https://thepeakperformancecenter.com/educational-learning/learning/process/domains-of-learning/affective-domain/
  3. The Affective Domain -- Changing Views, https://www.lucidway.com/the-affective-domain-changing-views/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun