Yang kerap terlupakan, perizinan dan klasifikasi rumah sakit bukan tanggung jawab BPJS Kesehatan. Itu mandat pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan. Sayangnya, dalam praktik, pengawasan dan pembinaan masih lemah. Banyak rumah sakit memperoleh izin kelas tinggi tanpa infrastruktur dan SDM memadai.
Ketika pengawasan permisif dan pembinaan pasif, BPJS Kesehatan sering diposisikan sebagai "penertib tunggal". Ini tidak adil. Keseimbangan sistem menuntut peran aktif semua pihak---terutama pemerintah daerah.
Saatnya Memilih
Masa transisi yang diberikan bukan ruang untuk menunda, tapi kesempatan untuk berbenah. Rumah sakit perlu membuat proyeksi keuangan dan mengambil keputusan strategis: mana yang lebih merugikan---berinvestasi untuk melengkapi tiga tempat tidur ICU, atau kehilangan pendapatan jangka panjang karena turun kelas?
Menambah tiga tempat tidur ICU mungkin terasa berat. Tapi dalam konteks JKN, ini bukan sekadar syarat teknis---melainkan simbol komitmen: terhadap mutu, terhadap keberlangsungan layanan, dan terhadap hak peserta untuk mendapatkan pelayanan layak.
Agenda Perbaikan Bersama
Agar klasifikasi rumah sakit benar-benar mendorong mutu layanan, ada beberapa langkah strategis yang harus menjadi agenda bersama:
1. Penilaian bertahap berbasis risiko, memberi ruang bagi RS yang menunjukkan progres nyata.
2. Penguatan fungsi pembinaan Dinas Kesehatan, agar tak hanya administratif tapi juga pendamping aktif.
3. Integrasi indikator mutu dalam klasifikasi, agar menilai tidak hanya struktur, tapi juga proses dan hasil.
4. Sanksi adaptif dan proporsional, disertai mitigasi agar peserta JKN tidak menjadi korban langsung.