Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pak Harto Mewariskan Kebangkrutan Ekonomi, EsBeYe Kemiskinan?

4 Agustus 2018   06:05 Diperbarui: 4 Agustus 2018   06:51 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fakta, bukan data!

REVOLUSI SPIRITUAL

Angka kemiskinan disuarakan

Akhir-akhir ini sempat terdengar nyaring dan seperti sengaja dibuat nyaring senyaring-nyaringnya. Bahwa kata Prabowo, Ketua Umum Partai Gerindra, kemiskinan di Indonesia naik 50%.

Ucapan itu disampaikan pula dalam kalimat yang emosional bernada menyindir dan mengejek. "Mata uang kita tambah. Tambah rusak, tambah lemah. Apa yang terjadi adalah dalam 5 tahun terakhir kita tambah miskin, kurang-lebih 50% tambah miskin," demikian tudingan Prabowo beberapa waktu lalu.

Terkait dengan angka kemiskinan. Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (EsBeYe) mengatakan pula dengan nada prihatin bahwa masih ada 100 juta rakyat miskin di Indonesia.

Sementara itu data resmi Biro Pusat Statistik (BPS)---Pemerintah, menyatakan angka kemiskinan turun menjadi 9,82% atau 25,95 juta pada Maret 2018. Turun 633 ribu orang dibandingkan September 2017 yaitu 10,12% atau sekitar 26,58 juta. Dirinci pula bahwa orang miskin di perkotaan 10,27 juta di pedesaan 16,31 juta.

Yang pasti data BPS pun dipakai oleh pemerintah zaman EsBeYe.

Angka kemiskinan dan Pemilu

Agaknya pasca reformasi 1998, kemiskinan menjadi barang dagangan berpolitik.

Pada Pemilu 1955---Pemilu pertama di NKRI, parpol-parpol gencar berkampanye agar dapat ambil peran penting di pemerintahan dalam penyelenggaraan negara.

Parpol-parpol bisa dibilang tidak ada yang bicara tentang kemiskinan. Barangkali semua parpol sangat menyadari bahwa rakyat dan pemerintahnya memang masih miskin.

Dan kemiskinan memang tidak harus dilawan dengan menjatuhkan lawan politik. Melainkan harus diatasi dengan menghindari segala bentuk SARA dalam berpolitik yang dilatari berbagai macam ideologi yang datang dari luar.

Demikian pula pada zaman orde baru semua parpol pun tidak banyak bicara tentang kemiskinan. Tetapi lebih banyak bicara "mengatur" dana pembangunan untuk segera menikmati kesejahteraan yang pada zaman Bung Karno barangkali diabaikan oleh pemerintah.

Kemiskinan zaman orla

Pada zaman orla. Rakyat diajak melakukan revolusi di bawah pimpinan Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno untuk merobah sendiri nasib Bangsa Indonesia yang masih dibebani dengan berbagai penderitaan dan kesulitan sebagai bangsa yang baru merdeka.

Seperti diketahui dari sejarah. Indonesia merdeka bukan karena dipersiapkan dan diatur oleh bangsa lain.

Melainkan lahir karena berani merdeka demi mensejahterakan diri dan perdamaian dunia. Karena Bangsa Indonesia adalah bangsa yang lahir dengan tergembleng oleh bara api Perang Dunia II yang merobah tatanilai peradaban dunia dalam bernegara yang anti penjajahan.

Bung Karno mengajak Bangsa Indonesia---semua parpol, untuk berajimat Trisakti. Yaitu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berwatak yang berkepribadian Indonesia.

Dalam masa yang masih sulit Bung Karno tetap membangun kebesaran jiwa Bangsa Indonesia. Rakyat diajak atau dibujuk untuk gotongroyong patungan membangun Monas, Gelora Senayan (sekarang Gelora Bung Karno) dan Jembatan Semanggi. Semuanya dibangun tidak dari duit pinjaman asing maupun dari sumbangan para jutawan dalam negeri yang sudah ada kala itu.

Barangkali Bung Karno berfikir tidak mau terlalu membebani para jutawan dalam negeri. Biarlah para jutawan terus berusaha mandiri dengan membuka lapangan kerja yang langsung mengajak dan melibatkan rakyat.

Bung Karno tidak pernah menjual kemiskinan untuk mendapat dukungan rakyat. Dukungan rakyat diperoleh Bung Karno atas satunya kata dan perbuatan yang dilakukan untuk membangun jiwa bangsanya.

Kemiskinan juga diwariskan Pak Harto

Kemiskinan tidak perlu dijual. Karena tidak ada seorang pun di dunia ini yang butuh miskin.

Negara pun tidak perlu repot memiskinkan apa lagi menembak mati para koruptor seperti di Cina. Negara hanya perlu berani merampas harta para koruptor yang terlanjur menerima bintang-bintang jasa yang tersesat karena salah tempat.

Hanya pada pasca reformasi '98 parpol-parpol mulai menjual kemiskinan untuk membeli suara rakyat.

Mungkin juga untuk pertama kali ada Presiden RI yang memberikan bantuan kepada rakyat berupa be'elte---bantuan langsung tunai, raskin dan sudah ada pula yang umum disebut sebagai surat keterangan tidak mampu untuk berobat gratis yang sangat sulit diperoleh mereka yang membutuhkan.

Semua hal tersebut menunjukkan bahwa kemiskinan Bangsa Indonesia sebenarnya diwariskan  kepada zaman Presiden Jokowi oleh Pak Harto yang berkuasa lebih dari  tigapuluh tahun dan juga diwariskan  oleh Pak EsBeYe yang berkuasa sepuluh tahun.

Memang tak bisa disangkal bahwa zaman Pak Harto Indonesia mulai membangun perekonomian dengan uang "pengusaha" asing yang melimpah di negara ini. Tetapi buntutnya 1996/7 terjadi krisis ekonomi yang parah di Indonesia. Kurs dolar amerika yang semula di kisaran 600 rupiah jatuh terhempas di angka lebih 15.000 rupiah. Ditambah dengan  hutan-hutan yang gundul di banyak pulau di negara ini serta beban hutang yang besar yang masih harus dibayar oleh Presiden Jokowi.

Kemiskinan dan Sukamiskin

Menurut penulis. Kemiskinan tidak akan memicu tindak kriminal apa pun. Karena kemiskinan pasti membuat orang tidak berdaya untuk berbuat apa-apa. Apa lagi berbuat kriminal. Kemiskinan akan membuat suatu bangsa menderita sakit yang parah baik fisik maupun psikis.

Tindak kriminal lebih banyak disebabkan oleh kebodohan manusia. Hal ini bisa dilihat bahwa mereka yang berbuat copet, curi sampai yang suka korupsi sama sekali bukan orang yang miskin. Melainkan orang-orang bodoh yang nekad mau dengan gampang saja dapat uang banyak tanpa bekerja.

Hanya orang yang bodoh yang mau melakukan perbuatan yang sudah sangat diketahui dilarang negara.

"Lapas Sukamiskin" yang terkenal itu barangkali dulu dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda dengan konsep yang berfilosofi bahwa siapa pun yang berbuat kriminal---melawan aturan negara, adalah mereka yang dianggap suka hidup miskin---menderita.

Jadi wajar saja jika orang-orang depe'er yang cerdas-cerdas ada yang suka datang ke sana. Agar tidak terlalu kaget jika tiba saatnya harus ikut pula jadi warga binaan di Lapas Sukamiskin.

Data BPS sederajat data badan dunia

Perbedaan angka kemiskinan BPS dengan pernyataan Prabowo maupun EsBeYe sebenarnya tidak perlu diributkan. Tidak ada gunanya. Anggap saja pernyataan-pernyataan tersebut cuma sebagai bahan kampanye yang tidak bermutu menjelang Pilpres 2019.

Yang mungkin perlu dan harus diperhatikan adalah data-data kemiskinan---kalau ada, yang dikeluarkan oleb Bank Dunia atau PBB dibandingkan dengan data BPS. Bukan dibandingkan dengan kata-kata yang diucapkan Prabowo maupun EsBeYe yang tanpa data.

Data resmi itu menentukan kebijakan yang akan ditempuh pemerintah. Bukan untuk memenangkan kursi di depe'er dan bukan pula untuk merebut kursi presiden.

Kursi-kursi di depe'er dan kursi presiden ditentukan oleh pilihan rakyat yang sudah tidak bisa dibodohi.

Rakyat yang cerdas tak hanya terpaku melihat data.

Rakyat Indonesia saat ini sudah cukup cerdas bukan karena sudah sangat faham membaca dan menggunakan data apa pun. 

Bukan pula cerdas karena ada kartu pintar buat anak-anak sekolah. Melainkan menjadi cerdas karena sering dibohongi oleh negarawan---elit politik, yang ternyata adalah preman kaya raya bahkan mungkin agen mafia yang mendalangi tindak korupsi di banyak lembaga negara.

Rakyat Indonesia semakin cerdas dan teliti membaca kebenaran yang dibentangkan dalam realita bernegara, karena juga sering dibohongi dan disesatkan oleh para ulama penganut aliran sesat yang selalu tampil dan bicara heboh berhias atribut-atribut kepercayaannya yang terkesan sangat memaksakan keinginan agar bisa dipercaya oleh rakyat dan Pemerintah.

Demikian. Terimakasih dan salam sejahtera kepada yang telah membaca tulisan ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun