Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kedewasaan Parpol Indonesia, Menerima Jokowi sebagai Capres Tunggal

24 Juni 2018   10:40 Diperbarui: 24 Juni 2018   10:52 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

REVOLUSI SPIRITUAL

Pesta demokrasi yang salah kaprah

Tradisi pertarungan politik dalam demokrasi di Indonesia bisa dibilang tidak ada beda dengan di negara-negara Barat yang juga menganut demokrasi konvesional, kalau tidak boleh disebut sebagai demokrasi primititif.

Yaitu demokrasi salah kaprah yang hanya ditandai dengan adu banyak-banyakan suara pemilih. Artinya yang dianggap benar dan menang adalah yang paling banyak suaranya. Demokrasi seperti itu agaknya harus ditinjau kembali atau diuji lagi kebenarannya.

Dalam Pemilu. Kalau kelompok yang brengsek yang banyak maka yang dianggap benar adalah yang brengsek. Pada hal yang brengsek mendapatkan suara banyak dengan menghalalkan segala cara.

Sebagai contoh. Ada kemungkinan Pilkada DKI Jakarta 2017 berlangsung bukan saja dalam demokrasi konvesional. Tetapi lebih buruk lagi, yaitu dalam demokrasi yang "primitif."

Anomali demokrasi 

Mengingat bahwa jumlah suara menjadi parameter demokrasi yang bersifat harus mengalahkan yang lain. Ternyata sangat mendorong timbulnya banyak anomali demokrasi.

Wujud anomali antara lain, rakyat sebagai pemilik kekuasaan negara bisa sering menjadi korban demokrasi primitif karena ambisi elit politik yang mengaku demokratis sering bersikap memaksakan tuntutan atas hasil penghitungan suara pemilu yang memenangkan pihak yang menang.

Demokrasi yang demikian bisa berpengaruh pada jiwa rakyat untuk cenderung ikut bersikap ngotot mau menang sendiri atau tidak perlu malu menjual suaranya dengan harga tidak sepatutnya atau "murah."

Demokrasi warisan leluhur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun