Refleksi tentang jurnalisme personal, tradisi lisan, dan suara warga yang tertahan oleh regulasi
"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." Â
--- Pramoedya Ananta Toer
Aku membaca kutipan itu bukan sebagai nasihat, tapi sebagai peringatan. Di tengah riuhnya informasi, algoritma, dan narasi yang saling berebut ruang, aku bertanya pada diriku sendiri: Kerja-kerja jurnalistik ini untuk siapa? Â
Pertanyaan itu bukan untuk dijawab dengan teori, melainkan untuk dirasakan. Ia muncul dari dorongan untuk menulis, bukan sekadar sebagai profesi, tapi sebagai bentuk tanggung jawab. Bukan hanya kepada publik, tapi juga kepada diriku sendiri---agar tidak tenggelam, agar jejakku tak lenyap begitu saja.
Ketika Jurnalisme Personal Terbentur Regulasi
Aku tidak menulis karena ingin disebut wartawan. Aku menulis karena ada sesuatu yang ingin disimpan, sesuatu yang ingin disuarakan. Tapi di negeri ini, menulis tentang kenyataan bisa jadi perkara hukum.
Jurnalisme personal---yang lahir dari pengalaman, pengamatan, dan keresahan individu---sering kali tidak diakui sebagai bagian dari kerja jurnalistik formal. Ia tidak mendapat perlindungan hukum, tidak masuk dalam definisi "pers" menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 1999. Maka ketika seseorang menulis tentang ketidakadilan, tentang trauma kolektif, atau tentang suara minor, ia bisa dianggap melanggar hukum. Â
UU ITE menjadi bayang-bayang yang menakutkan. Pasal-pasalnya bisa menjerat siapa saja yang menyampaikan kebenaran tanpa stempel institusi. Bahkan jika niatnya adalah untuk kepentingan publik, jurnalisme personal tetap rentan terhadap tuntutan, intimidasi, dan penghapusan.
Bangsa yang Tidak Berkultur Literat
Indonesia bukan bangsa yang tumbuh dari tradisi menulis. Kita bukan masyarakat literat, melainkan masyarakat yang mendengarkan. Kita tumbuh dari dongeng para pendahulu, dari cerita rakyat yang disampaikan di beranda rumah, dari petuah yang diwariskan lewat lisan, bukan lewat tulisan.