Sebuah program, layanan, ataupun produk, hanya akan bertahan lama dan dicintai oleh penggunanya jika mampu menjaga kualitas. Tanpa kualitas yang konsisten, sebaik apa pun ide dan sebesar apa pun promosi, semuanya akan cepat kehilangan daya tarik.
Berbicara tentang kualitas, hampir sebulan sejak program MBG berjalan di sekolah kami, mulai bermunculan beragam komentar dari para orang tua wali murid. Ada yang bernada positif, ada pula yang menyampaikan kritik.
"Alhamdulillah, lumayan bisa mengurangi pengeluaran uang jajan," ungkap seorang ibu yang tengah mengantar anaknya di kelas 1 ketika ditanya tentang manfaat program ini.
Namun, suara lain muncul dengan nada berbeda. "Kok, rasanya makin ke sini makin berkurang, ya? Buktinya sisa makanan yang terkumpul semakin banyak," ujar seorang wali murid sambil menunjuk wadah khusus berisi nasi dan lauk yang tak habis disantap anak-anak.
Alhamdulillah, lebih dari sebulan pelaksanaan MBG di sekolah kami berjalan cukup baik. Memang ada sedikit riak ketidakpuasan, namun masih dalam batas wajar, jauh berbeda dengan pemberitaan di televisi yang sering terdengar heboh dan penuh sorotan.
Guru, Tambah Pekerjaan
Dalam pelaksanaan MBG, banyak pihak yang ikut terlibat, bahkan guru pun secara tidak langsung turut ambil bagian. Mengapa demikian? Sebab, tim MBG hanya bertugas menurunkan dan menyusun makanan di teras sekolah, sementara urusan membagikannya diserahkan sepenuhnya kepada guru.
Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu keluhan, karena menambah beban di luar tugas utama mereka. "Padahal tugas guru itu hanya mendidik," ungkap seorang guru dengan nada sedikit keberatan.
Ada sebuah cerita yang cukup menggelitik dari seorang guru. Dengan nada heran ia berkata, "Masa, Pak, kalau takut keracunan, makanan yang akan diberikan kepada siswa harus dicicipi dulu oleh guru? Masa guru disamakan dengan kelinci percobaan."
Selidik punya selidik, ternyata, guru tersebut sebelumnya sempat membaca sebuah berita di portal detikJogja yang memuat pernyataan Sekda Sleman, Yogyakarta. Dalam berita itu disebutkan bahwa guru diminta mencicipi makanan bergizi gratis (MBG) terlebih dahulu sebelum dibagikan kepada siswa.
Pernyataan tersebut muncul setelah insiden keracunan yang menimpa ratusan siswa SMP di Kapanewon Mlati, Sleman, usai mengonsumsi makanan dari program MBG. Saat itu, disampaikan bahwa guru sebaiknya mencicipi hidangan MBG lebih dulu sebagai bentuk kehati-hatian sebelum sampai ke tangan para siswa.