Kelima, di tingkat kebijakan, Kurikulum Merdeka dan Projek Profil Pelajar Pancasila sudah memberi arah yang mencakup otonomi, empati, gotong royong, akhlak mulia (Kemdikbudristek, 2022). Tantangannya justru konsistensi implementasi: apakah sekolah punya SOP pelanggaran yang manusiawi; apakah guru mendapat pelatihan de-eskalasi; apakah orang tua dilibatkan; dan apakah data kesejahteraan murid dipantau rutin?
Refleksi atas Tiga Simpul yang Diuji
Sebelum sampai pada tiga simpulnya, mari tenangkan langkah dan lihat persoalan ini dengan kepala dingin.
Ada kelelahan guru yang sangat nyata. Ada kegelisahan remaja yang tidak selalu bisa diberi nama. Ada pula kepercayaan publik yang mudah retak ketika sekolah gagal menjadi ruang aman pendidikan.
Kita ingin disiplin yang tegas namun nyaman, pendidikan yang menjaga martabat, serta aturan yang diterapkan tanpa menghapus kemanusiaan.
Dari sana, kita belajar bahwa yang dibutuhkan bukan pembenaran salah satu pihak, melainkan kerangka yang memulihkan. Dengan bingkai itu, persoalan ini menyentuh tiga simpul yang saling terikat.
Kasus ini menguji tiga hal:
- Kontrol emosi pendidik. Kuasa mendidik harus dijaga agar tidak berubah menjadi kekerasan.
- Kejujuran dan tanggung jawab siswa. Pelanggaran diakui dan diperbaiki dengan konsekuensi yang mendidik, bukan melukai.
- Kepercayaan publik. Sekolah bukan arena hukuman; sekolah adalah ruang belajar menjadi warga.
Kita bisa bersimpati pada lelahnya guru dan tetap tegas menolak kekerasan. Kita bisa memahami dorongan remaja dan tetap tegas pada aturan. Itulah posisi berimbang: mendukung disiplin, menolak kekerasan; membela hak anak, menuntut kewajiban anak.
Inovasi logis
Sebelum menuliskan daftar gagasan konkret, mari kita membayangkan ruang kelas yang lebih tenang.
Guru tidak lagi menegur dengan amarah. Siswa tidak lagi menentang dengan gengsi. Setiap pelanggaran menjadi kesempatan belajar bersama.
Inovasi bukan proyek administratif belaka. Ini cara baru menumbuhkan budaya sekolah yang manusiawi dan berkeadilan.
Karena itu, sepuluh langkah berikut ditawarkan bukan sebagai aturan kaku, melainkan panduan yang dapat diadaptasi sesuai karakter tiap sekolah.
- SOP Insiden 3-Langkah
Tahan emosi, amankan situasi, catat kejadian. Tanpa kontak fisik. Minimal dua saksi. Dokumentasi berita acara 24 jam. - Kontrak Belajar Tiga Pihak
Kesepakatan siswa - orang tua - sekolah tentang larangan, konsekuensi, dan pemulihan. Perbarui tiap semester. - Restorative Conference
Untuk pelanggaran sedang - berat: klarifikasi, dampak, dan rencana perbaikan. Membuat Tugas Edukatif; orang tua memantau. - Demerit - Remedial System
Poin untuk tiap pelanggaran. Melewati ambang berujung pada pembinaan/konseling/kerja sosial. Poin bisa dihapus lewat kontribusi nyata. - Pelatihan Manajemen Emosi Guru
Minimal dua kali setahun: deeskalasi, komunikasi nonkekerasan, menghadapi penyangkalan. Masuk penilaian kinerja. - Unit Layanan Psikososial
Perkuat BK: checkin emosi mingguan, konseling singkat, rujukan profesional saat perlu. - Kemitraan Kesehatan
MoU dengan puskesmas untuk skrining nikotin, kelas bahaya rokok, dan dukungan berhenti (WHO, 2023). - Dashboard Kesejahteraan dan Budaya Sekolah
Survei rutin rasa aman, perundungan, kepatuhan, relasi guru - siswa; laporkan ke komite sebagai dasar keputusan. - Literasi Digital dan Etika Publik
Modul singkat: menyikapi konflik tanpa trial by social media, cara pelaporan resmi, dan kanal aduan. - Transparansi dan Akuntabilitas
Setiap insiden diumumkan tanpa identitas anak; langkah jelas, cepat, dan konsisten.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!