Mohon tunggu...
Ary Toekan
Ary Toekan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Konten Kreator

Penikmat seni dan sastra, menyukai dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gerakan Literasi dan Penumbuhan Budi Pekerti Siswa

23 Januari 2019   07:59 Diperbarui: 23 Januari 2019   08:43 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

GERAKAN LITERASI DAN PENUMBUHAN BUDI PEKERTI SISWA

Saat ini, Agupena Flores Timur tengah gencar-gencarnya melakukan Gerakan Literasi. Program yang dicanangkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI ini bukan sesuatu yang baru. Secara nasional telah kita ketahui bersama bahwa Gerakan ini dikembangkan berdasarkan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Dengan demikian sebagaimana yang dilansir oleh laman resmi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud kata penumbuh bermakna penyediaan ruang bagi tumbuhnya budi pekerti dari dalam diri anak.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, Mahsun berpendapat Gerakan Literasi Sekolah bertujuan membiasakan dan memotivasi siswa untuk mau membaca dan menulis guna menumbuhkan budi pekerti. Dan dalam jangka panjang diharapkan dapat menghasilkan anak-anak yang memiliki kemampuan literasi tinggi.

Di Flores Timur khususnya, Pemerintah Kabupaten Flores Timur beberapa bulan yang lalu melalui Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga (PKO) mengeluarkan Surat Edaran dengan Nomor :PKO/420/133/SEKRET 1/2017 kepada lembaga pendidikan baik SD, SMP maupun SMA serta pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) agar melaksanakan Gerakan Literasi tersebut.

Tanggungjawab Guru Terhadap Gerakan Literasi Sekolah.

Jika ditelaah secara mendalam maka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata gerakan bermakna suatu tindakan yang dilakukan dan disertai dengan program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan untuk terus dilestarikan. Sederhananya suatu hal yang dilakukan secara berulang-kali atau secara kontiunitas. Artinya kita perlu memilah dan memahami gerakan yang sedang dibangun oleh Agupena Flores Timur. 

Membaca yang dimaksud oleh Agupena Flores Timur dalam gerakan ini, bukan sekedar memberi pemahaman dari ketidak-tahuan seseorang pada bagaimana merangkai huruf menjadi satu kata yang bermakna. Akan tetapi gerakan ini dilakukan dengan tujuan jangka panjang. Yakni setelah guru ataupun siswa melakukan kegiatan membaca, mereka dapat memahamai makna atau isi bacaan tersebut seefisien mungkin dan kemaudian mampu mentransfer informasi tersebut dalam memori jangka panjang dalam otak.

Sebagai suatu komunitas yang beranggotakan para guru, Agupena Flores Timur merasa memiliki kewajiban moril dalam program Gerakan Literasi. Gerakan Katakan dengan Buku, pelatiahan menulis untuk guru dan siswa yang sedang digalakkan adalah semata-mata bertujuan membangun iklim ilmiah di wilayah ini. Untuk membangun budaya membaca maka kita perlu memperkenalkan buku kepada anak. Ketika anak telah diberi fasilitas diharapkan kemauan membaca tumbuh. Membaca yang dimaksud lebih kepada membangun keterampilan, bukan semata kemampuan kognitif. Melainkan bertujuan membangun kultur yang bermuara pada ranah psikomotorik.

Literasi bukan sekedar baca tulis, menurut penulis penyataan ini benar adanya. Akan tetapi fondari utama Gerakan Literasi adalah membaca. Oleh karena itu Gerakan Literasi yang dilakukan oleh Agupena Flores Timur yakni lebih fokus menyediakan bahan bacaan, mengajak dan memberi motivasi untuk giat membaca. Literasi di sini bukan hanya identik dengan baca tulis, tetapi juga literasi media, literasi budaya, literasi teknologi, literasi keuangan dan lain sebagainya.

Berbagai penelitian menunjukkan  bahwa Indonesia tertinggal dalam hal literasi, walau demikian bukan hal yang terlambat manakala Indonesia saat ini menggelorakan Gerakan Literasi bahkan gerakan ini harus dilakukan dengan sangat massif untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Geliat dan hingar-bingar gerakan literasi sudah mulai terasa disekolah-sekolah. Antara lain dengan adanya pembiasaan membaca buku non pelajaran selama 15 menit. Selain itu, juga dibentuk sudut-sudut baca (raeding corner) di ruang kelas. 

Optimalisasi perpustakaan sekolah, tantanggan membaca (reading challenge), kegiatan membaca secara massal, lomba menulis puisi dan berita, workshop menulis buku, kelas menulis di sekolah dan sebagainya. Beberapa kegiatan tersebut tergantung dari kreativitas guru dan warga sekolah di sekolah masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun