Mohon tunggu...
Muhammad Aryo Wibisono
Muhammad Aryo Wibisono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Biasa

Mahasiswa tingkat akhir yang suka rebahan dan nonton Netflix

Selanjutnya

Tutup

Money

Dampak BEPS dan Penanganannya di Indonesia

17 Oktober 2021   21:42 Diperbarui: 19 Oktober 2021   22:42 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Seiring dengan perkembangan teknologi di era globalisasi ini, sistem perekonomian dan perdagangan internasional mengalami perubahan. Perubahan tersebut memungkinkan bagi setiap orang ataupun badan dapat melakukan transaksi antar negara hingga menanamkan modalnya ke negara lain dengan mudah. Karena itu, perusahaan dapat melakukan ekspansi kegiatan usahanya hingga ke berbagai negara. 

Tujuan utama suatu perusahaan adalah menyejahterakan pemegang sahamnya. Perusahaan akan mencari jalan apapun untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya adalah dengan memaksimalkan laba yang diperoleh dengan cara meminimalisir beban-beban yang dikeluarkan. Pajak merupakan salah satu beban yang memiliki porsi besar dalam mengurangi laba bersih yang diperoleh perusahaan. Dari sinilah awal mula isu BEPS tercipta.

Base Erosion and Profit Shifting atau disingkat BEPS adalah strategi perencanaan pajak (tax planning) yang digunakan oleh perusahaan multinasional untuk mengeksploitasi kesenjangan dan ketidaksesuaian dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dengan cara mengalihkan laba perusahaan ke negara dengan pengenaan pajaknya yang lebih rendah atau bahkan bebas pajak. Tujuannya adalah supaya perusahaan tidak perlu membayar pajak atau pajak yang dibayarkan lebih kecil terhadap laba tersebut. 

Tax planning dapat menjadi legal ketika perusahaan dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan dibayar melalui penghindaran pajak (tax avoidance) bukan melalui penyelundupan pajak (tax evasion). Meskipun terdapat beberapa skema ilegal yang digunakan oleh oknum perusahaan multinasional, namun sebagian besar skema yang digunakan legal.

Dampak yang ditimbulkan oleh BEPS menjadi permasalahan serius, terutama bagi negara-negara berkembang, karena pada umumnya pendapatan utama negara berkembang berasal dari perpajakan. Misalnya saja Indonesia, 70 - 80% dari total pendapatan negara Indonesia berasal dari penerimaan perpajakan. 

Apabila perusahaan-perusahaan multinasional menerapkan skema-skema BEPS dengan tujuan untuk meminimalkan beban pajak yang harus mereka bayar, maka penerimaan perpajakan negara dapat berkurang sehingga pendapatan negara semakin mengecil.

Praktik profit-shifting ke negara atau yurisdiksi dengan tarif pajak lebih rendah atau bebas pajak akan mengganggu tingkat kepatuhan pajak Wajib Pajak Dalam Negeri. WPDN akan menganggap bahwa perusahaan multinasional dapat menghindari kewajiban perpajakannya dengan mudah, sehingga mereka akan merasa "iri" dan memilih untuk turut berusaha menghindari kewajiban perpajakan.

Skema yang paling sering digunakan dalam praktik BEPS adalah transfer pricing. Transfer pricing dilakukan dengan cara mengalihkan atau menggeser objek pajak penghasilan melalui transaksi antar perusahaan yang memiliki hubungan istimewa dengan cara menaikkan atau menurunkan harga dengan tujuan untuk meminimalkan atau menghilangkan jumlah pajak yang harus dibayar sehingga dapat memaksimalkan laba. Transaksi tersebut dilakukan dengan menggeser harga dari negara yang beban pajaknya relatif tinggi ke negara yang beban pajaknya lebih rendah atau bahkan nihil (tax haven countries).

Penyalahgunaan transfer pricing tidak hanya dilakukan ke negara atau yurisdiksi dengan tarif pajak lebih rendah, namun juga dapat dilakukan ke perusahaan lain dalam satu grup di negara atau yurisdiksi lain yang sedang mengalami kerugian, atau sedang diberlakukan fasilitas perpajakan tertentu yang mana sangat menguntungkan bagi perusahaan, atau dengan cara lain, yaitu memanfaatkan loophole ketentuan peraturan perpajakan negara lain. 

Hal tersebut menunjukkan bahwa penyalahgunaan transfer pricing sangat berpotensi untuk mengurangi pendapatan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan.  

Transaksi-transaksi yang biasa dilakukan antar anggota grup perusahaan multinasional tersebut, dapat dikategorikan dalam beberapa transaksi, antara lain seperti penjualan barang dan jasa, lisensi, paten, bunga utang-piutang, dan seterusnya. Harga yang biasanya berlaku pada transaksi tersebut tidak sesuai dengan harga wajar atau harga pasar, dapat lebih tinggi ataupun lebih rendah, tergantung pada potensi pajak yang dikenakan. 

Umumnya, suatu perusahaan mengenakan harga yang lebih rendah daripada harga yang seharusnya dengan tujuan untuk menghindari kewajiban pembayaran pajak. Namun, perusahaan juga terkadang mengenakan harga yang lebih tinggi daripada harga wajar untuk tujuan-tujuan tertentu. 

Meskipun demikian, apabila terdapat transaksi dengan harga yang tidak sesuai dengan harga wajar, maka hal tersebut dapat disinyalir sebagai usaha perusahaan untuk menggeser laba antar perusahaan sehingga dapat mengurangi biaya pajak. 

Arm’s length principle atau prinsip harga wajar telah disepakati menjadi standar internasional untuk menetapkan transfer pricing dalam hal tujuan perpajakan. Namun, untuk penerapan dan penafsirannya dapat berbeda di masing-masing negara. 

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011, Arm's length principle (ALP) merupakan prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.

Penyalahgunaan transfer pricing sangat berdampak buruk terhadap penerimaan negara. Dalam mengatasi sengketa transfer pricing, terdapat jalur pencegahan dan penanganan sengketa transfer pricing di Indonesia, yaitu dapat melalui Advance Pricing Agreement atau Mutual Agreement Procedure. 

1. Advance pricing agreement (APA)

Advance pricing agreement atau kesepakatan harga transfer merupakan perjanjian tertulis antara DJP dengan Wajib Pajak atau dengan otoritas pajak mitra P3B yang melibatkan Wajib Pajak untuk menyepakati kriteria-kriteria dalam penentuan harga transfer dan/atau menentukan harga wajar atau laba wajar di muka (Pasal 1 angka 5 PMK-22/PMK.03/2020).

APA memiliki tujuan dan manfaat bagi Wajib Pajak maupun DJP. Untuk Wajib Pajak, APA memberikan kepastian perlakuan perpajakan atas transaksi afiliasi dan usaha Wajib Pajak, dapat memitigasi risiko terjadinya sengketa transfer pricing, dan biaya kepatuhan yang lebih rendah karena pengajuan APA tidak dipungut biaya, hemat waktu, dan Wajib Pajak dapat terhindar dari sengketa perpajakan yang berkepanjangan sehingga dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi Wajib Pajak. Sedangkan bagi DJP, APA memberi kepastian atas perlakuan perpajakan atas transaksi afiliasi, mendorong terciptanya cooperative compliance, dan alokasi sumber daya yang lebih baik. 

2. Mutual Agreement Procedure

Mutual agreement procedure (MAP) adalah prosedur administratif yang diatur dalam P3B untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan P3B (Pasal 1 angka 5 PMK-49/PMK.03/2019). Berdasarkan statistik mutual agreement procedure tahun 2019, terdapat 934 kasus ditutup (case closed) yang berkaitan dengan transfer pricing. Angka tersebut lebih tinggi 20% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Untuk waktu penyelesaian kasus adalah selama 30,5 bulan dihitung berdasarkan rata-rata (oecd.org).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun