Mohon tunggu...
Aryo Prahasto
Aryo Prahasto Mohon Tunggu... -

Sekedar petualangan pemikiran saja . . . .

Selanjutnya

Tutup

Politik

Personal Branding dalam Polarisasi Politik

25 April 2017   08:17 Diperbarui: 28 April 2017   22:41 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Personal branding hakikatnya adalah menciptakan atau membentuk sebuah citra atau kesan mengenai individu, kelompok atau organisasi kepada orang lain. Menanamkan kesan akan sesuatu yang kita bentuk pada pemikiran (dalam benak) orang lain secara tepat adalah substansi Personal branding.  Pada aplikasinya personal branding seringkali melibatkan atau terkait pada nama merk (brand) suatu produk atau beberapa produk.

Sebagai contoh, Hendy Setiono sebagai Founder Kebab Turki Baba Rafi tentu melekat pada dirinya akan semua hal yang terkait dengan produknya yakni Kebab Turki Baba Rafi, sebagai pioner pengusaha kebab di Indonesia serta dijuluki sebagai Raja Kebab Indonesia tentu personal branding Hendy Setiono sangat kuat dan segala hal yang terkait dengan brand Kebab Turki maka melekat juga citra personal seorang Hendy Setiono. Sehingga publik tertanam bahwa segala hal yang terkait dengan Kebab Turki Baba Rafi sebagai sebuah brand adalah citra serta kesan yang ditangkap dari seorang Hendy Setiono.

kaitannya dengan Polarisasi Politik Indonesia . . . .

Polarisasi Politik bukanlah hal yang baru di Republik ini, sejak Pilpres tahun 2014 dimana pertentangan antara pendukung calon presiden yang satu dengan yang lain sangatlah kental dan merasuk dalam semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertemanan & persahabatan pecah karena beda yang didukung, hubungan persaudaraan serta tali silaturahmi terkoyak karena tidak memiliki calon presiden yang sama adalah realita yang semua orang sadari serta rasakan secara nyata, bahkan saking kuatnya pertempuran ini tentu mengakibatkan konflik panjang dan tidak berkesudahan hingga sekarang. Istilah "move on" atau "gak bisa move on" menjadi label bagi mereka yang mendukung calon presiden kalah dan tidak bisa beranjak untuk menerima kenyataan bahwa pilihannya telah kalah dalam pesta demokrasi 3 tahun yang lalu.

Begitu dahsyatnya pertarungan pada Pilpres 2014 mengakibatkan masing - masing pihak merasa pada sebuah pertempuran yang harus dimenangkan sehingga hal ini pun menggoda semua orang untuk ikut terlibat aktif dan memberikan dukungannya secara all out pada pilihannya masing - masing.

Disinilah letak personal branding ikut serta! Banyak figur publik mulai dari entertainer, pengajar, tokoh agama hingga band - band kenamaan hingga artis karbitan pun menunjukkan keberpihakkannya akan calon presiden pilihan dengan menggunakan seluruh aset yang dimiliki terutama personal branding dirinya untuk menarik simpati dan mempengaruhi publik secara luas untuk ikut serta dalam barisannya. Sebagai contoh seorang public figur dengan ratusan ribu follower pada akun sosial medianya, dengan pengaruh popularitas serta ketenarannya tentu memiliki pengaruh sangat besar, ketika yang bersangkutan mengeluarkan sebuah pernyataan tentu sangat mempengaruhi pemikiran serta keberpihakkan para pengikutnya maupun khalayak umum yang mengenal dirinya.

Hal ini yang kadang disepelekan oleh individu - individu tersebut ketika ikut asik dan secara emosional terlibat dalam pada pertarungan politik.  Fakta bahwa keberpihakkan seseorang dalam kaitannya sebagai figur yang sangat dikenal dengan personal branding yang dimiliki, terutama individu yang terkait dengan sebuah brand maka hal ini memiliki konsekuensi nyata serta dampak langsung akan semua pernyataan - pernyataan yang dibuat melalui kutipan langsung pada media, update status pada akun sosial medianya serta ucapan serta perilaku yang bersangkutan. Publik atau dalam dunia maya lebih dikenal dengan sebutan Netizen yakni publik secara luas, siapa saja dan dimana saja mereka berada, selama mereka terkoneksi dengan internet mampu meng-counter serta memberikan feed back langsung ketika tidak setuju pada pernyataan yang dibuat oleh seorang figur. Jika statement yang dikeluarkan tersebut masih dalam tataran argumentatif yakni pendapat pribadi secara obyektif tentu tidak masalah, karena pernyataan tersebut hal prerogatif yang bersangkutan sebagai warga negara yang memiliki hak bersuara dan menyampaikan pendapat.

Keterkaitan emosional merupakan hal yang berbahaya, terutama figur yang terkenal dan memiliki personal branding terkait secara spesifik pada brand (merk) sebuah produk, ketika mengeluarkan pernyataan dan hal tersebut merupakan pernyataan yang tidak memiliki dasar kuat, bahkan sangat subjektif sehingga masuk dalam kategori pemutar balikkan fakta nyata akan suatu hal yang memang memiliki bukti secara otentik tentu akan menjadi permasalahan yang besar. Berpengaruh tidak hanya kredibilitas dirinya sebagai figur namun juga berpengaruh pada brand yang ter-asosiasi pada popularitas individu yang bersangkutan. Sangat berbahaya jika seorang figur populer mengeluarkan statement yang ternyata hanya karena nafsu emosional hal tersebut merupakan fitnah oleh karena tidak sesuai dengan data sesuai fakta yang ada. Publik dewasa ini bisa menilai dan mampu menelusuri semua pemberitaan, terlebih media mainstream bukan lagi penguasa dalam memberitakan sesuatu, sosial media secara nyata mampu menjadi penyaji fakta secara akurat dan terkini.

Bilamana hal ini terjadi maka tentu menjadi sebuah kerugian besar karena dampaknya bisa bermacam - macam, bisa saja berupa bully-an berupa komen negatif. penghakiman secara secara massive melalui counter opinion, pemboikotan figur yang bersangkutan baik menolak atau hal lain yang bisa memberi dampak langsung pada figur tersebut dan sudah ada beberapa contohnya mulai dari selebriti, komedian, hingga jurnalis partisan yang secara terang - terangan tidak hanya taking side tapi juga mengeluarkan statement yg judgemental dan tendensional mengarah pada ketidak setujuan masyarakat mengarah pada kolektifitas berupa petisi atau perilaku perlawanan lain dari publik. Hal ini pun sangat berpengaruh pada opini publik hingga pada gugatan hukum apabila pernyataan bisa dikategorikan mengandung ujaran kebencian atau provokasi. Harus diterima secara fakta bahwa pranan media sosial saat ini yang fundamental pada personal branding sangat didukung dengan mudahnya pernyataan seseorang dibuat viral dan dengan waktu yang cepat diketahui banyak orang tanpa melalui media mainstream. 

Perlu untuk disadari sebagai publik figur untuk mengetahui akan pentingnya dinamika ini sebab akan berpengaruh langsung secara cepat dan massive pada brand sebuah prouduk yang ter-asosiasi dengannya, mampu merubah simpati publik yang tadinya suka menjadi tidak suka karena dianggap sudah melompat dari pagar akan citra diri melekat sebelumnya dari seorang figur menjadi pribadi yang partisan dan berpihak pada salah satu sisi. Bukan berarti hal ini TERLARANG namun banyak yang tidak menyadari dampak nyata pada akhirnya. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun