Mohon tunggu...
Ary Gunawan
Ary Gunawan Mohon Tunggu... Penikmat Buku, Pecinta Robotika, dan Pemerhati Pendidikan

Guru IPA SMP Muhammadiyah 3 Depok, Founder TATAP MAYA dan Penggerak @belajaripa.id

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Gratis: Amanat Konstitusi dan Realitas Lapangan

31 Mei 2025   14:37 Diperbarui: 31 Mei 2025   14:37 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sekolah Swasta vs Sekolah Negeri (ChatGPT)

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini tentang kewajiban negara menjamin pendidikan dasar gratis tidak hanya di sekolah negeri, tetapi juga di sekolah swasta, menjadi angin segar bagi publik. Amar putusan itu menegaskan bahwa hak atas pendidikan dasar gratis adalah hak konstitusional setiap warga negara tanpa diskriminasi tempat sekolah. Namun, sebagai pengelola sekolah swasta sekaligus pendidik, saya merasa perlu menanggapi putusan ini dengan menyuarakan sisi lain dari realitas lapangan.

Putusan MK tentu didasarkan pada Pasal 31 UUD 1945 yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar. Namun selama ini, realitas pendidikan dasar swasta di Indonesia menunjukkan fakta yang berbeda. Sekolah swasta telah menjadi mitra strategis pemerintah dalam memperluas akses pendidikan, terutama di daerah yang minim sekolah negeri. Ironisnya, selama ini sekolah swasta berjalan dengan subsidi minimal atau bahkan tanpa dukungan pemerintah sama sekali.

Pertanyaan besar muncul: bagaimana pemerintah akan menjalankan amanat MK ini tanpa membuat sekolah swasta terpinggirkan atau kolaps secara operasional?

Realitas Operasional Sekolah Swasta

Sekolah swasta, terutama yang dikelola yayasan kecil, beroperasi dengan pendanaan yang sangat terbatas. Biaya pendidikan dari orang tua murid menjadi tulang punggung utama untuk menggaji guru, membayar listrik, memperbaiki sarana, hingga menjalankan kurikulum yang layak. Dalam banyak kasus, sekolah swasta justru menjadi penyelamat bagi anak-anak dari keluarga menengah ke bawah di wilayah urban maupun rural yang tidak tertampung di sekolah negeri karena keterbatasan daya tampung.

Jika kebijakan pendidikan gratis diterapkan begitu saja di sekolah swasta tanpa diiringi skema pembiayaan yang adil dan berkelanjutan, maka dampaknya bisa sangat serius. Sekolah akan kesulitan membayar guru, kualitas pembelajaran menurun, bahkan bisa terjadi gelombang penutupan sekolah swasta kecil yang selama ini menopang pendidikan dasar nasional secara signifikan.

Negara Wajib Hadir, Bukan Sekadar Mengatur
Sudah saatnya negara hadir tidak hanya sebagai pengatur, tetapi juga sebagai penjamin pendanaan pendidikan secara merata. Jika pendidikan dasar di sekolah swasta harus digratiskan, maka skema pendanaan seperti school voucher, BOS yang disalurkan secara adil, hingga dukungan insentif pajak untuk yayasan pendidikan perlu dipikirkan secara sistemik.

Selama ini, sekolah swasta tidak mendapatkan proporsi bantuan yang setara. Misalnya, besaran BOS untuk sekolah negeri dan swasta berbeda, dan penggunaannya dibatasi secara ketat. Padahal, kebutuhan operasional guru dan sarana prasarana tidak berbeda. Jika negara ingin menjadikan sekolah swasta sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional yang utuh, maka perlakuannya pun harus setara dan adil.

Jangan Matikan Inovasi Pendidikan

Sekolah swasta juga sering menjadi ruang tumbuhnya inovasi pendidikan. Pendekatan pembelajaran kontekstual, kurikulum berbasis nilai, hingga model-model pendidikan alternatif berkembang pesat di lingkungan swasta. Jika kewajiban pendidikan gratis diberlakukan tanpa ruang fleksibilitas dalam pengelolaan, maka dikhawatirkan akan mematikan semangat inovasi dan kemandirian yang selama ini menjadi kekuatan sekolah swasta.

Oleh karena itu, kebijakan turunan dari putusan MK ini perlu dirancang dengan pendekatan kolaboratif. Kementerian Pendidikan, pemerintah daerah, dan asosiasi sekolah swasta harus duduk bersama untuk menyusun mekanisme pelaksanaan yang realistis, adil, dan berorientasi pada keberlangsungan layanan pendidikan yang bermutu.

Putusan MK adalah pengingat penting bahwa pendidikan adalah hak, bukan sekadar layanan. Namun, pemenuhan hak itu tidak bisa dibebankan sepihak kepada sekolah swasta tanpa dukungan yang memadai. Pemerintah perlu membangun ekosistem pendidikan yang kolaboratif---di mana sekolah negeri dan swasta bukan bersaing, tetapi bersinergi demi mencerdaskan kehidupan bangsa.

Mewujudkan pendidikan dasar gratis di semua sekolah memang tujuan luhur, tetapi tanpa desain kebijakan dan dukungan nyata, niat baik ini bisa berbalik menjadi bumerang. Mari kita kawal bersama agar keadilan dalam pendidikan tidak hanya menjadi wacana, tetapi nyata dirasakan oleh semua warga negara---termasuk melalui sekolah swasta yang selama ini setia melayani dengan segala keterbatasannya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun