Mohon tunggu...
Arya Pandiko Laras
Arya Pandiko Laras Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang mahasiswa

Nama saya Arya. Saya berasal dari Yogyakarta. Usia saya saat ini 20 tahun

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman "Nine Dash Line" Tiongkok Terhadap Perairan Natuna Utara

17 Maret 2024   00:15 Diperbarui: 17 Maret 2024   00:48 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Bersumber Dari kompas.com

                                                       

Konflik antara Pemerintah Tiongkok dengan Pemerintah Indonesia terkait
klaim Laut Natuna Utara sebagai bagian dari Laut China Selatan oleh
Pemerintah Tiongkok merupakan isu yang mengkhawatirkan karena
melanggar batas-batas wilayah laut Indonesia yang sah dan diakui secara
internasional, yang pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas regional dan
hubungan diplomatik antara kedua negara. Keberlanjutan konflik ini
berpotensi menimbulkan ancaman terhadap kedaulatan maritim Indonesia di
wilayah tersebut, yang dapat berdampak negatif terhadap keamanan dan
kedaulatan nasional Indonesia. Artikel ini diharapkan mampu memberikan
solusi terbaik untuk menyelesaikan kasus klaim Laut Natuna Utara oleh
Tiongkok yang semestinya itu milik Indonesia.

Berdasarkan data yang tercatat dalam Jurnal DPR RI yang berjudul "Respons
Indonesia Terhadap Sengketa Laut China Selatan Semasa Pemerintahan Joko
Widodo", Pemerintah Tiongkok telah mengklaim Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia yang berjarak 200 mil dari garis pantai Indonesia. Namun, klaim
tersebut tidak dapat disetujui karena bertentangan dengan ketentuan yang
diatur dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut.

Berdasarkan data Geomatika dari Badan Informasi Geospasial, klaim
Pemerintah Tiongkok atas Laut Natuna Utara diterangkan dalam dokumen peta
yang diterbitkan oleh China, yang disebut "Nine-Dash Line," yang meliputi
wilayah laut di sekitar Kepulauan Natuna. Peta ini mencakup wilayah laut yang
dianggap penting karena kaya akan sumber daya alam, termasuk minyak dan
gas alam.

Klaim wilayah Laut Natuna Utara sebagai bagian dari Laut China Selatan oleh
Tiongkok tetap menjadi topik yang hangat untuk diperbincangkan hingga saat
ini. Pemerintah Tiongkok terus dianggap bertindak “keras kepala” dalam
penyelesaian konflik ini melalui jalur diplomatik, meskipun sudah jelas bahwa
batas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, yaitu 200 mil dari garis Pantai
Indonesia, telah diakui oleh hukum laut internasional. Zona Ekonomi
Eksklusif, dengan luas 200 mil laut dari garis dasar pantai, memberikan hak
kepada negara atas pemanfaatan sumber daya alam di dalamnya, serta
berwenang untuk menetapkan kebijakan hukumnya, menjamin kebebasan
navigasi dan penerbangan di wilayah tersebut, serta melakukan instalasi kabel
dan pipa. Sementara itu, sembilan garis putus-putus, yang dikenal sebagai
"Nine Dash Line", merupakan garis yang ditarik oleh pemerintah Republik
Rakyat Tiongkok untuk mendukung klaim wilayahnya di Laut China Selatan.
Namun, penting untuk dicatat bahwa “Nine Dash Line” yang melewati
Perairan Natuna Utara ini hanya diputuskan secara sepihak oleh Tiongkok dan
belum diakui oleh hukum laut internasional. Tidak hanya itu, kapal-kapal ikan
Tiongkok juga melakukan pencurian ikan di Perairan Natuna Utara dengan
dijaga oleh kapal patroli Tiongkok.

Solusi terbaik untuk mengatasi klaim wilayah Perairan Indonesia oleh
Pemerintah Tiongkok adalah melalui negosiasi multilateral yang melibatkan
dua negara lainnya, seperti Rusia dan Korea Utara. Indonesia, dengan
hubungan baiknya dengan kedua negara tersebut, dan adanya hubungan dekat
antara Tiongkok dengan Rusia dan Korea Utara, memiliki potensi untuk
memfasilitasi proses negosiasi ini agar Tiongkok menghormati kedaulatan
Indonesia di Laut Natuna Utara. Selain itu, perlu dicatat bahwa klaim Tiongkok
dengan "Nine Dash Line" yang melewati Laut Natuna Utara hanya bersifat
sepihak oleh Tiongkok dan belum diakui oleh hukum laut internasional,
sehingga mendukung argumen untuk menyelesaikan sengketa ini melalui
mekanisme negosiasi multilateral yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum
laut internasional.

Suatu negara tidak berhak melakukan penentuan sepihak terhadap wilayah
perairan yang belum diakui oleh hukum laut internasional, karena tindakan
semacam itu dapat mengganggu stabilitas regional dan hubungan antarnegara.
Keberadaan hukum laut internasional sangat penting karena membantu
menetapkan batas-batas laut antarnegara secara teratur dan kondusif, sehingga
memastikan ketertiban dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya laut serta
pencegahan konflik. Hal ini memastikan setiap negara merasa bahwa keadilan
telah terpenuhi dan mendorong agar tidak ada pelanggaran terhadap batas
wilayah perairan negara lain, yang pada akhirnya dapat memperkuat kerjasama
internasional dan perdamaian global. Untuk menjaga wilayah perairan suatu
negara, diperlukan keberadaan kapal penjaga perbatasan serta kehadiran
angkatan laut yang bertugas menjaga keamanan perairan negara, sebagai
bagian dari upaya perlindungan terhadap kedaulatan dan kepentingan nasional
yang lebih luas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun