Mohon tunggu...
Aryanto Husain
Aryanto Husain Mohon Tunggu... photo of mine

Saya seorang penulis lepas yang senang menulis apa saja. Tulisan saya dari sudut pandang sistim dan ekonomi perilaku. Ini memungkinkan saya melihat hal secara komprehensif dan irasional.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Game of Thrones Dalam Isu Pemotongan Transfer Keuangan Daerah

13 Oktober 2025   08:04 Diperbarui: 13 Oktober 2025   08:04 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: dok pribadi 

"When you play the game of thrones, you win or you die. There is no middle ground." (Motto sebuah keluarga fiksi dalam cerita House Lannister)

Awal Oktober ini menjadi ujian tersendiri bagi Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa (PYS).  Tidak kurang 18 Gubernur dan Wakil Gubernur menyampaikan aspirasi, bahkan protes atas kebijakannya,  memotong TKD hingga 20-30%. 

Protes ini jelas dan masuk akal. Pemotongan TKD akan mengganggu RAPBD yang sudah disusun dan 'disetujui'. Juga bisa menghambat program prioritas daerah, seperti infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. 

Ketidakpastian fiskal yang parah di  daerah bahkan mungkin bisa terjadi didaerah. Beberapa daerah yang ruang fiskalnya semakin sempit akibat berkurnangnya TKD akan semakin sulit mengelola program untuk masyarakat termasuk pertumbuhan. Ini tidak sejalan dengan upaya PYS mengelola fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan PYS dan protes para Gubernur seperti cerita "Game of Thrones". Jika bagi Pusat pemotongan TKD adalah langkah penghematan yang logis. Bagi daerah, ini adalah bencana.

Game of Thrones adalah permainan merebut dan mempertahankan kekuasaan tertinggi, yang ditandai dengan intrik, persekongkolan, pengkhianatan, dan konflik. Konsep ini menjadi terkenal dalam Novel "A Song of Ice and Fire" karya George R.R. Martin, dan  Serial TV Adaptasi  "Game of Thrones"  yang diproduksi oleh HBO.

Dalam isu pemotongan TKD,  "Game of Thrones" digunakan sebagai metafora untuk menggambarkan friksi antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pusat  sebagai "The Iron Throne", memegang kekuasaan fiskal tertinggi dan harus membuat keputusan rasional untuk stabilitas nasional. Seperti seorang Raja yang harus mempertahankan tahta. 

Sementara para Kepala Daerah sebagai  "the Great Houses", memiliki kekuasaan di daerahnya masing-masing dan merasa haknya (anggaran) dirampas oleh keputusan sepihak dari "Tahta Besi". "Pertempuran"nya bukan dengan pedang, tetapi dengan protes, tekanan politik, dan argumen.

PYS menegaskan bahwa kinerja fiskal daerah menjadi faktor penentu dalam pengambilan keputusan. Banyak kebijakan daerah yang serapannya rendah dan tidak tepat sasaran. Belum lagi sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) yang tinggi di beberapa daerah terjadi setiap tahunnya. PYS mengklaim lemahnya manajemen keuangan di tingkat daerah menimbulkan dampak yang kurang nyata bagi masyarakat.

Sebaliknya bagi daerah ini digambarkan sebagai pengaruh bias perilaku "loss aversion" (rasa kehilangan) dan "fairness" (rasa keadilan).  Rasa "kehilangan" ini langsung, nyata, dan menyakitkan. Sementara janji "pembangunan yang lebih baik" di masa depan terasa abstrak dan jauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun