Mohon tunggu...
Aryanto Husain
Aryanto Husain Mohon Tunggu... Freelancer - photo of mine

Saya seorang penulis lepas yang senang menulis apa saja. Tulisan saya dari sudut pandang sistim dan ekonomi perilaku. Ini memungkinkan saya melihat hal secara komprehensif dan irasional.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gengsi Kekuasaan

18 April 2022   09:44 Diperbarui: 18 April 2022   09:48 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kekuasaan itu seperti candu. Mereka yang sedang berkuasa seakan dibayangi rasa mabuk. Semakin lama berkuasa, semakin mabuk dan semakin berat melepaskannya. Penguasa bukan tidak tahu tentang resiko mabuk, namun mereka terlalu gengsi untuk menyadarinya apalagi melepaskannya.

Fira'un adalah contoh yang shahih tentang gengsi kekuasaan. Sang Raja zholim ini berkuasa terlalu lama hingga akhirnya terperangkan dalam nafsu serakah yang amat dahsyat. Nafsu ingin menguasai dunia hingga menganggap diri sebagai Tuhan.

Cerita gengsi Fira'un ini dimulai saat permaisuri sang Raja menemukan seorang bayi yang hanyut di sungai. Fira'un tidak kuasa menolak permintaan istrinya. Sang anak, Musa, yang kelak menjelma menjadi Nabi pembawa risalah Tuhan ini dipelihara dengan sepenuh hati.

Berat bagi Fira'un menerima kenyataan ini, karena saat itu dia sedang memerintahkan membunuh anak laki-laki yang baru dilahirkan. Perintah ini lahir karena mimpinya. Bahwa suatu saat kekuasaanya akan hancur oleh seorang anak laki-laki dari kalangan Bani Israil.

Allah Maha Besar, kekuasaan Allah sangatlah besar. Tanpa disadari oleh Fira'un, Musa yang sangat disayangi istrinya itu adalah keturunan Bani Israil. Alih-alih berlaku buruk, seluruh isi istana memperlakukan Musa dengan begitu baik dan penuh kasih sayang.

Beratnya hati Fira'un tidaklah hilang. Suatu ketika, Musa yang semakin besar menarik jenggot ayahnya hingga rontok. Fira'un senewen namun tidak bisa berbuat banyak. Paling tidak hingga Musa akhirnya minggat setelah mengetahui bahwa dia bukan anak Sang Raja, namun merupakan keturunan Bani Israil.  Kemarahan Fira'un memuncak, Musa dikejar untuk dibunuh.

Selalu ada bisikan syaitan dalam kemarahan. Bujuk rayu syaitan ini juga yang mendorong Fira'un semakin zholim dan semena-mena. Kesombongannya menjadi-jadi.  Puncaknya adalah saat di mengikrarkan dirinya  sebagai Tuhan.

Inilah puncak kesombongan akibat lamanya berkuasa. Menantang dan menganggap diri sama seperti Tuhan. Firaun bukan tidak menyadarinya. Sifat kemanusiaanya tetaplah ada. Sakit, marah, dengki, dendam, sedih tetap dirasakannya. Namun karena gengsinya, Firaun tetap ingin berperilaku seperti Tuhan.

Gengsi kekuasaan Firaun bukan sekedar cerita masa lampau. Di zaman modern saat ini, banyak pemimpin yang terlena dengan kekuasaan. Candu untuk berkuasa mendorong mereka mencarinya, dengan segala cara. Sikut menyikut, menginjak kepala yang lemah, menjilat kaki yang sedang berkuasa semakin mudah terlihat.

Padahal kekuasaan jelas menjadi alat untuk menegakkan keadilan, mendorong kebaikan dan memberantas kejahatan. Seorang pemimpin bukan sekedar untuk mendapatkan jabatan, kehormatan dan kekuasaan. Pemimpin yang amanah berperan aktif dalam perumusan perbaikan, pengembangan, dan perwujudan hukum Tuhan bagi seluruh umat manusia.  

Dalam pandangan Islam, kekuasaan adalah bagian dari perintah syariat dan menjadi potensi ladang amal kebaikan yang pahalanya sangat besar. Karena pentingnya fungsi kekuasaan, Islam memberikan perhatian khusus. Dalam Al-Qur'an, dikatakan hanya penguasalah yang menduduki posisi penting setelah Allah dan Nabi Muhammad SAW untuk ditaati.

_"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan kepada para pemimpin di antara kamu" (Surah an-Nisa, (4): 59)_

Kenapa hal ini mendapatkan perhatian khusus dalam Islam? Karena seorang pemimpin diharapkan dapat mendorong, mengajak serta memberi contoh kebaikan. Sebaik-baik pemimpin adalah yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran.

Dalam sebuah hadist, Nabi Muhammad SAW mengatakan "Barang siapa diantara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaknya dia mengubah dengan tangannya, jika tidak sanggup maka hendaklah dengan lisannya, jika tidak sanggup maka hendaklah melalui penolakan hatinya" (HR Muslim).

Allah memberikan kehormatan bagi seorang Pemimpin, dan sebaliknya murka kepada pemimpin yang menyalahgunakan kekuasaannya. Fira'un hanya salah satu contoh berlakunya kemurkaan Allah.  Kisah yang sama juga dialami Mustaf Kemal Ataturk yang di akhir hayatnya, mengalami kematian tragis, mulai dari penyakitnya yang aneh, hingga jasadnya yang tidak diterima bumi.

Meski simpang siur tentang akhir hayatnya, kematian Kemal Ataturk dijadikan contoh nasib tragis pemimpin yang zholim.  Mustafa dikenal berperangai kasar dan berambisi kuat memimpin negara. Setelah berkuasa, dia menghancurkan Islam di Turki dan mengeliminasi sesuatu yang berbau Islam di negara itu. Kesombongan yang akhirnya dibayar mahal olehnya.

Firaun, Kemal Ataturk dan banyak pemimpin zholim lainnya bukanlah orang-orang bodoh yang kebetulan menjadi pemimpin. Kecerdasanlah yang mengantar mereka menjadi pemimpin. Mereka hanya terlalu gengsi kehilangan kekuasaan. Bagi mereka kehilangan kekuasaan, berarti kehilangan pengakuan, runtuhnya kehormatan, dan hilangnya kewibawaan serta lenyapnya harta kekayaan.

Gengsi kekuasaan membodohi fikiran sendiri. Menutupi segala kekurangan diri. Alih-alih mundur jika gagal atau berhenti pada masanya, para pemuja kekuasan akan terus mencari jalan melancarkan jalannya untuk tetap berkuasa. Untuk hal ini, mereka mengorbankan segala cara termasuk menggadaikan masa depan orang-orang yang dipimpinnya.

_Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely._ Pernyataan  Lord Acton, seorang sejarawan Inggris pada akhir Abad ke-19 terbukti hingga di jaman pemerintahan modern saat ini. Ada tujuan terselubung dibalik keinginan berkuasa lebih lama, yakni korupsi, kolusi dan nepotisme.

Menyadari buruknya keinginan ini, maka baiknya tiap-tiap Pemimpin perlu menyadari gengsi kekuasaan ini sejak awal. Karena saat berkuasa, gengsi kekuasaan ini akan semakin besar dan meninabobokan. Pada jangka waktu yang lebih lama, gengsi kekuasaan ini akan membutakan mata hati sehingga tidak ada lagi ruang untuk mendengarkan nasihat kebaikan, melihat ketimpangan yang terjadi, dan lebih parah, menjerumuskannya dalam kesombongan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun