Â
Rentetan kasus yang melibatkan oknum kepolisian pada awal tahun 2025 mengungkapkan adanya masalah serius dalam tubuh Polri, dan hal ini semakin mempertegas pentingnya perhatian terhadap Revisi Undang-Undang Kepolisian (RUU Polri) yang sedang dibahas. Tindak kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang melibatkan anggota Polri kian meningkat, dengan beberapa kasus yang sangat mencolok, seperti pemaksaan aborsi, salah tangkap, hingga pembunuhan. Hal ini menambah kekhawatiran terhadap RUU Polri yang akan memberi Polri kewenangan lebih besar, yang dikhawatirkan akan memperburuk situasi yang sudah ada.
Kasus pertama yang mencuat adalah pemaksaan aborsi oleh Ipda Yohananda di Aceh terhadap pacarnya, yang menambah panjang daftar pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri. Tidak hanya itu, di Grobogan, Jawa Tengah, kasus salah tangkap yang menimpa Kusyanto, seorang pencari bekicot yang dituduh mencuri, memperlihatkan lemahnya pengawasan internal di kepolisian. Kedua kasus tersebut hanya sebagian kecil dari banyaknya insiden yang melibatkan aparat kepolisian, yang semakin menunjukkan adanya impunitas di tubuh Polri. Hal ini tentu menjadi pertanyaan besar mengenai efektivitas revisi UU Polri yang malah bisa memperbesar kekuasaan mereka tanpa ada jaminan pengawasan yang memadai.
Selain itu, keberlanjutan praktik impunitas di tubuh kepolisian, seperti yang dilaporkan oleh Amnesty International Indonesia, mengindikasikan bahwa Polri belum cukup serius melakukan reformasi dalam internal mereka. Rentetan pelanggaran yang semakin meningkat seharusnya menjadi tanda peringatan untuk segera melakukan perubahan besar. Ketika revisi UU Polri dilakukan tanpa memperhatikan sistem pengawasan yang lebih ketat, hal ini hanya akan memperburuk citra kepolisian dan semakin menyuburkan penyalahgunaan kewenangan oleh oknum-oknum tertentu.
Badan Kepolisian yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, malah kerap kali terlibat dalam pelanggaran hukum, kekerasan, dan korupsi. Misalnya, kasus kekerasan seksual yang melibatkan Kapolres Ngada yang tidak hanya menggunakan narkoba, tetapi juga melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Tindak kekerasan yang terjadi semakin menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, Polri belum mampu memperbaiki akar masalah yang ada di tubuh mereka. Oleh karena itu, jika RUU Polri ini diteruskan tanpa evaluasi yang lebih mendalam, maka akan semakin sulit bagi Polri untuk menjadi lembaga yang benar-benar bisa dipercaya oleh rakyat.
Selain itu, adanya klausul dalam RUU Polri yang memberikan kewenangan lebih luas kepada Polri untuk melakukan pengawasan terhadap ruang siber dan pengamanan swakarsa semakin meningkatkan kekhawatiran terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Jika Polri diberikan kewenangan tanpa adanya pengawasan yang ketat, maka hal ini hanya akan menciptakan ruang bagi praktik korupsi, pelanggaran HAM, dan pengabaian terhadap prinsip demokrasi yang selama ini dijunjung tinggi. Kewenangan untuk melakukan pemblokiran ruang siber, misalnya, dapat dengan mudah digunakan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah dan meredam kebebasan berekspresi.
Untuk mencegah hal ini terjadi, reformasi internal Polri yang menyeluruh sangat dibutuhkan. Tidak cukup hanya dengan merevisi aturan atau memberikan kewenangan yang lebih besar, tetapi juga harus ada peningkatan dalam akuntabilitas dan transparansi di tingkat pimpinan Polri. Jika hal ini tidak dilakukan, maka revisi RUU Polri hanya akan menjadi alat untuk memperkuat kekuasaan institusi kepolisian tanpa adanya kontrol yang memadai, yang pada akhirnya akan merugikan kepentingan rakyat. Oleh karena itu, pengawasan yang lebih ketat dan penerapan prinsip-prinsip demokrasi yang lebih kuat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa Polri tidak jatuh ke dalam praktik-praktik yang merugikan masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI