Setiap orang pasti pernah berharap menemukan pasangan yang sempurna. Yang setia, baik hati, dewasa, sabar, penuh kasih, dan bisa memahami tanpa banyak kata.
Kita menggambarkan cinta seperti dalam film, novel, atau dongeng masa kecil, dimana seorang yang akan datang membawa kedamaian, bukan luka dan memberi pelukan, bukan pertanyaan.
Tapi di antara harapan-harapan itu, pernahkah kita bertanya "Layakkah aku mendapatkan yang sempurna?"
Pertanyaan itu terdengar sederhana, tapi jawabannya tidak selalu nyaman.
Kita seringkali menuliskan daftar panjang tentang apa yang kita inginkan dari pasangan. Harus ini, harus itu.
Tapi saat giliran kita melihat ke dalam diri, mungkin kita menyadari ternyata kita masih belajar mengelola emosi, belum bisa mencintai tanpa pamrih, bahkan kadang masih menyimpan luka yang belum sembuh.
Lalu, kalau begitu keadaannya, bagaimana bisa kita berharap seseorang yang sudah selesai datang menemani diri yang masih berantakan?
Bukan berarti kita tidak layak dicintai. Semua orang layak. Tapi mungkin bukan oleh sosok yang "sempurna" karena sesungguhnya, tidak ada yang benar-benar sempurna.
Kita semua hanya manusia yang sedang belajar. Namun, jika kita ingin dicintai oleh seseorang yang matang, dewasa, dan baik hati, maka kita pun harus bertumbuh menjadi pribadi yang sepadan.
Bukan karena cinta adalah transaksi, tapi karena cinta sejati adalah tentang saling tumbuh dan saling layak.
Mencari pasangan yang baik itu sah. Tapi alangkah lebih indah kalau kita memulainya dengan menjadi pribadi yang baik terlebih dahulu.