Mohon tunggu...
Aryani_Yani
Aryani_Yani Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di kota hujan yg sejuk, dari ortu yg asli Jawa, tp belum pernah bisa berkomunikasi dlm bahasa Jawa, pernah 10 tahun terdampar di Banjarbaru yg panas, tp balik lg ke kota kelahiran tercinta...I am just the way I am, a little dreamer, agak pemalu tp gak malu-maluin koq :-), melankonlis kuat tp sedikit koleris, pecinta tanaman & lingkungan, mudah terharu, senang fotografi, design & art, handycraft, travelling & ecotourism, pokoknya yg serba alami dech alias naturalist, a lot of friendship...hmm apa lagi yaaa....kalo nulis kyknya belum jd hobi dech, makanya gabung di kompasiana :-D. Jd job creator adalah 'impian' tp belum kesampaian tuh. Email : ryani_like@yahoo.com. Instagram : aryaniyani21

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menuju Nusa Penida, Warna Baru Pariwisata dari Tenggara Bali

28 Januari 2018   00:35 Diperbarui: 28 Januari 2018   01:47 2594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : https://www.pejalansingle.com/2017/05/tips-murah-keliling-nusa-penida.html

Nusa Penida mungkin baru dikenal luas dalam dua tahun belakangan ini, bahkan orang Bali sekalipun banyak yang belum pernah ke sini. Saya sendiri pertama kali dengar nama pulau ini saat menonton acara adventure di salah satu stasiun televisi swasta. Lalu saya mulai browsing-browsing di internet, ternyata memang tempatnya bagus banget, mulai dari pantainya hingga bawah lautnya. Bahkan ada yang menjuluki sebagai "Raja Ampat"nya Bali. Gak tau juga sih benar atau tidaknya, soalnya saya sendiri belum pernah ke sana.

Sejak saat itu, saya benar-benar ingin sekali ke Nusa Penida. Kebetulan ada teman yang mau diajak ke Nusa Penida dan beruntungnya lagi bisa dapat tiket promo Jakarta-Bali PP. Akhirnya di pertengahan September tahun 2017, keinginan untuk ke Nusa Penida terwujud. Kami sebenarnya punya waktu 3 hari, namun dua orang teman saya belum pernah ke Bali , jadi terpaksa di Nusa Penida hanya 1,5 hari saja dan selanjutnya ke Pulau Bali. Tapi tak apalah, saya pikir itu sudah cukup.

Kami dapat jadwal keberangkatan pesawat jam 21.00. Otomatis sampai di Bandara Ngurah Rai tengah malam, sehingga kami terpaksa bermalam di bandara. Maklumlah tiket promo hehe. Selepas sholat subuh, kami langsung memesan go-car menuju Pantai Sanur, pelabuhan tempat kami menyebrang ke Nusa Penida. Matahari sudah beranjak agak tinggi ketika kami tiba di sana. Sekelompok turis dari mancanegara maupun domestik mulai berdatangan. Mereka tampaknya memiliki tujuan yang sama dengan kami.

Sunrise di Pantai Sanur (Dok. Yani)
Sunrise di Pantai Sanur (Dok. Yani)
Di sepanjang tepi pantai, banyak loket-loket yang menjual tiket kapal penyebrangan, tidak hanya ke Nusa Penida, tetapi juga ke Nusa Ceningan ataupun Nusa Lembongan. Untuk trip ke Nusa Penida ini, saya sengaja tidak memakai jasa open trip karena ingin lebih leluasa mengatur waktunya. Beberapa minggu sebelumnya saya mencari info tentang tempat ini dari teman maupun internet. 

Dari situ saya mendapat rekomendasi tempat menginap yang cocok. Langsung saja saya menghubungi Bu Siti, pemilik Losmen Tenang di Toyapakeh untuk booking penginapan dan tiket kapal penyebrangan, serta menanyakan info sewa mobil, beserta destinasi apa saja yang biasa dikunjungi. Alhamdulillah semua beres, dan saya merasa tenang karena di Toyapakeh mayoritas penduduknya muslim, jadi saya tidak akan kesulitan mencari warung makanan halal.

Saya langsung melangkahkan kaki menuju loket Maruti Express. Ternyata di sana masih kosong, tidak ada penjaganya. Rupanya baru dibuka jam 8 pagi. Kami mengejar keberangkatan paling pagi jam 8.30 supaya dapat menjangkau destinasi wisata yang ditargetkan. Sambil menunggu loket dibuka, kami duduk-duduk di bangku panjang yang ada di samping loket. Tiba-tiba ada dua orang perempuan muda menghampiri.

"Mbak, kalau tiket kapal yang ke Nusa Penida belinya dimana ya?" tanyanya

"Iya di sini, tapi belum buka. Mau ke Penida juga?" tanyaku

Ia mengiyakan. Singkat kata kami berkenalan dan ngobrol-ngobrol. Ternyata tujuan kami memang sama, tetapi mereka sudah booking penginapan di tempat lain. Kami akhirnya mengajak mereka bergabung untuk share cost sewa mobil saat di Nusa Penida nanti. Mereka ternyata sudah beberapa hari di Bali, tetapi baru hari itu sempat ke Nusa Penida. 

Jadi fix, kami akan ngetrip berlima. Saya juga sempat berbincang-bincang dengan turis lokal lainnya, tetapi mereka hanya mengambil one day trip sehingga hanya beberapa tempat yang dapat dijangkau. Itulah enaknya traveling, terkadang kita bisa bertemu dan kenal dengan teman-teman baru.

Suasana di depan loket Maruti Express (Dok. Yani)
Suasana di depan loket Maruti Express (Dok. Yani)
Warga lokal yang mengenakan pakaian adat Bali (Dok. Yani)
Warga lokal yang mengenakan pakaian adat Bali (Dok. Yani)
Suasana pelabuhan semakin ramai. Tiba-tiba datang serombongan warga lokal yang mengenakan pakaian adat Bali, seperti akan mengadakan acara. Awalnya saya sempat khawatir tidak kebagian tiket kapal. Untunglah mereka segera berlalu ke loket yang lain. Suara hiruk pikuk obrolan dalam bahasa asing terutama inggris hampir selalu terdengar. 

Rupanya turis mancanegara masih yang mendominasi. Beberapa gadis ABG kulit putih berkumpul tak jauh dari tempatku duduk. Wajah-wajah bule berparas ganteng dan cantik yang berpasang-pasangan, ataupun wajah-wajah oriental bermata sipit sudah menjadi pemandangan lumrah di sana. Umumnya mereka ditemani oleh guide lokal yang sudah fasih berbahasa asing. Saya hanya memperhatikan saja, ingin mengajak ngobrol tapi takut mereka nanti gak ngerti dengan bahasa inggris saya yang gak karu-karuan :-p.

Tak berapa lama si penjual tiket datang. Setelah membeli tiket, kami hanya perlu menunggu sebentar sampai dipanggil untuk naik ke kapal Maruti Express. Ternyata jarak loket dan kapal cukup jauh. Kami harus berjalan di tepian pantai yang dipadati oleh pengunjung dan lapak-lapak penjual. Saya berpikir, kasihan kalau wisatawan yang sudah tua atau anak-anak kalau harus berjalan kaki sejauh itu.

Saat itu cuaca cerah, perjalanan dari Sanur ke Nusa Penida memakan waktu sekitar 30 menit dengan goyangan kapal yang menurut saya cukup terasa. Untunglah Kapal Maruti Express berukuran besar dan nyaman untuk dinaiki sehingga saya tidak merasa mabuk laut. Sesampainya di Pelabuhan Toyapakeh, kami langsung dijemput Bu Siti dan sopirnya untuk diantar langsung ke penginapan yang berada tidak jauh dari pantai. Karena keterbatasan waktu, kami segera ganti baju dan bersiap untuk memulai trip di Nusa Penida ini.

*****

Di hari pertama, tujuan kami adalah pantai-pantai di sebelah barat Nusa Penida seperti Angel's Billabong, Pasih Uug (Broken Beach), Kelingking Beach dan Crystal Bay. Perjalanan dengan mobil memakan waktu sekitar satu jam dengan kontur jalan naik-turun melewati perbukitan, namun kondisi jalannya tidak terlalu bagus dan agak sempit. Kalau menurut saya mirip dengan di Gunung Kidul, dengan iklimnya yang kering dan banyak ditumbuhi pohon jati liar di sepanjang jalan. 

Meskipun berada dalam satu provinsi, situasi Nusa Penida tidaklah sama dengan Pulau Bali. Bisa dibilang di sana adalah Bali versi kampungnya, dengan penduduk masih sedikit dan fasilitas terbatas. Makanya di sini cocok bagi yang senang dengan nuansa petualangan. Sebagian turis yang saya temui di sini adalah orang asing. Umumnya mereka mereka lebih memilih menyewa motor dan mengendarai sendiri. Bahkan, menurut cerita si sopir, banyak dari mereka tidak bisa naik mengendarai motor dan baru belajar saat itu juga. Saya juga sempat melihat dengan mata kepala sendiri, ada sepasang turis asing yang terjatuh saat naik motor menuju Angel's Billabong.

Uniknya Angel Billabong dan Broken Beach

           Setelah kurang lebih satu jam perjalanan dari Pelabuhan Toyapakeh, sampailah kami di pantai barat Nusa Penida.

"Wow, bagus banget!!"

Pasti kata-kata semacam itu yang terbersit di benak saat pertama kali melihat pemandangan di sini. Laut biru, tebing-tebing karang yang unik dan landscape alam yang cantik dihiasi pepohonan khas pantai seakan membayar kelelahan kami untuk sampai ke Nusa Penida. Tipe pantai di sini mirip seperti umumnya pantai-pantai di selatan Jawa, dengan tebing-tebing tinggi dan ombaknya yang besar. Warna lautnya bervariasi menandakan kedalaman yang bervariasi pula, ada yang biru, namun di beberapa bagian hijau toska. 

Di kejauhan terlihat beberapa kapal yang terapung di atas laut. Tampaknya mereka adalah para wisatawan yang snorkling ataupun diving. Sayangnya saya gak bisa ikut snorkling, tp untuk saat ini tak apalah karena landscape di atas lautnya cantik banget. Di beberapa bagian pantai tampak sedang berlangsung pembangunan berupa jalan setapak, banyak kuli bangunan yang sedang bekerja di sana.  

Kami berjalan menyusuri bukit dan menemukan sebuah cerukan di tepian pantai, menyerupai kolam alami yang diapit dua tebing. Sesekali deburan ombak laut menyapu permukaannya. Warnanya hijau toska kebiruan dan jernih. Lumut yang tumbuh di atas karangnya semakin menambah kesan eksotis. Ternyata inilah yang disebut Angel's Billabong. Meskipun terlihat cantik, namun sebenarnya tempat ini berbahaya jika air sedang pasang. Bahkan saya dengar ada turis asing yang meninggal saat berenang di Angel's Billabong karena terseret ombak dan jasadnya ditemukan tak bernyawa lagi di Padang Bay.

Pantai di dekat Angel's Billabong (Dok. Yani)
Pantai di dekat Angel's Billabong (Dok. Yani)
Angel's Billabong (Dok. Yani)
Angel's Billabong (Dok. Yani)
 
Landscape di Pantai Angel's Billabong (Dok. Yani)
Landscape di Pantai Angel's Billabong (Dok. Yani)
 
Seorang pekerja tengah membuat jalan setapak dari semen (Dok. Yani)
Seorang pekerja tengah membuat jalan setapak dari semen (Dok. Yani)
Tak jauh dari situ, ada satu spot lagi yang tak kalah cantik yaitu Pasih Uug atau Broken Beach. Pantainya unik karena kalau dilihat dari atas berbentuk seperti lubang raksasa. Kalau dari samping, di salah satu pinggiran tebing yang berbatasan dengan laut terbentuk semacam terowongan sehingga deburan ombak laut bisa masuk ke dalam lubang raksasa tersebut. Pokoknya susah deh kalau diceritakan dengan kata-kata. Lebih baik langsung dilihat saja fotonya, atau datang langsung ke tempat ini.

Broken Beach (Dok. Yani)
Broken Beach (Dok. Yani)
Klingking Beach yang Memukau

Tempat selanjutnya yang tidak kalau memukau yaitu Pantai Karang Dawa atau di kalangan wisatawan populer dengan sebutan Kelingking Beach. Dari Pantai Pasih Uug bisa ditempuh dengan kendaraan sekitar setengah jam, dengan kondisi jalan rusak dan berkelok. Kelingking Beach merupakan tebing tinggi dan sempit yang menjulur ke laut menyerupai kelingking, tepatnya kelingking dinosaurus mungkin ya, soalnya besar banget. Menurut artikel yang saya baca di internet ada sekumpulan Manta di bawah tebingnya, atau Manta Point. 

Untuk sampai ke pantai di bawahnya, bisa melewati jalan setapak menurun dengan kondisi yang sempit dan curam. Pemilik warung sudah memperingatkan kami sedari awal agar tidak turun ke bawah karena cuaca sedang panas-panasnya. Dia bilang kalau sebelumnya ada turis asing yang pingsan saat mencoba turun ke bawah. Akhirnya saya cuma melihat-lihat pemandangan air laut yang jenih berwarna toska dari atas, sambil foto-foto di atas pohon kering dan minum air kelapa muda.

Menikmati kelapa muda di Kelingking Beach (Dokumen Yani)
Menikmati kelapa muda di Kelingking Beach (Dokumen Yani)
Salah satu spot foto di Kelingking Beach (Dok. Yani)
Salah satu spot foto di Kelingking Beach (Dok. Yani)
Kelingking Beah tampak dari atas tebing (Dok. Yani)
Kelingking Beah tampak dari atas tebing (Dok. Yani)
Wisatawan asing yang sedang narsis di pinggiran tebing (Dok. Yani)
Wisatawan asing yang sedang narsis di pinggiran tebing (Dok. Yani)
Menanti Sunset di Crystal Bay

Menjelang jam 4 sore, kami buru-buru pindah tempat menuju ke Crystal Bay untuk menanti sang surya tenggelam. Perjalanan dengan mobil memakan waktu hampir 1 jam dari Kelingking Beach. Terus terang saya merasa agak kelelahan setelah berkunjung ke tiga spot sebelumnya. Rasanya hanya ingin duduk-duduk santai sambil menikmati pemandangan dan deburan ombak, ketimbang mengejar-ngejar momen berfoto. Setibanya di Crystal Bay, kami langsung buru-buru mencari tempat untuk menunaikan sholat karena hari sudah cukup sore. Rupanya agak susah juga karena di sana tidak ada mushola dan minim fasilitas, apalagi banyak anjing yang berkeliaran. Akhirnya saya sholat di atas saung, sementara beberapa teman saya malah sholat di tanah yang sudah diberi alas.

Crystal Bay tidak lain adalah sebuah teluk yang diapit perbukitan dengan pantai berpasir landai dan ombak yang cukup tenang. Banyak kapal kecil yang terlihat bersandar di tengah teluknya. Di atas pantai, tampak turis-turis sudah ramai berjemur di bawah sinar matahari sore. Kebanyakan dari mereka adalah turis asing. Di sisi kanan, pinggiran pantai terdiri dari batu karang. Tepat di arah barat, ada spot yang sering dijadikan icon Crystal Bay yaitu pulau karang di tengah laut yang memiliki celah seperti pintu, dan di atasnya ditumbuhi pepohonan.        

Matahari sore di tempat ini cukup terik, dan baru meredup setelah hampir jam setengah tujuh malam. Meskipun agak lama menunggu turunnya sang surya di batas cakrawala, sunset di sini cukup indah untuk menutup perjalanan kami di Nusa Penida hari ini.  Setelah sunset menghilang, tak berapa lama rona jingga kemerahan mulai menghiasi langit senja, menandakan hari akan berganti malam.

Crystal Bay (Dok Yani)
Crystal Bay (Dok Yani)
Kapal-kapal di Crystal Bay (Dok. Yani)
Kapal-kapal di Crystal Bay (Dok. Yani)
Para turis yang berjemur di tepi pantai (Dok. Yani)
Para turis yang berjemur di tepi pantai (Dok. Yani)
Sunset di Crystal Bay (Dok Yani)
Sunset di Crystal Bay (Dok Yani)
Malam harinya, kami tidur nyenyak. Ajakan si supir untuk makan ikan bakar tentu saja kami tolak karena sangat kelelahan. Padahal keesokan harinya kami harus berangkat sebelum subuh menuju Atuh Beach.

Mengejar Sunrise di Bukit Atuh

 Atuh Beach berada di sebelah timur Nusa Penida, kira-kira 2 jam dari Toyapakeh. Karena itu kami harus berangkat sepagi mungkin jika ingin mengejar sunrise. Untunglah si sopir menyanggupi untuk berangkat jam 4 pagi. Perjalanan kami melewati tepian pantai dengan kondisi jalanan yang naik turun dan sempit. Pemandangan di sepanjang jalan gelap gulita karena tidak ada lampu jalan. Penerangan hanya berasal dari rumah penduduk ataupun penginapan. Namun jalanan ke arah pantai barat sepertinya lebih bagus dan agak banyak bangunan dibanding ke arah pantai timur.

Selepas subuh kami sampai Bukit atuh. Di sana ada spot yang disebut Raja Lima, dan Rumah Pohon Molenteng. Di tempat itulah kita bisa melihat view matahari terbit dari arah timur. Kami duduk di bawah saung di pinggiran tebing menunggu sang surya muncul. Sayup-sayup deburan ombak yang menghantam karang terdengar dari bawah tebing. Sungguh luar biasa, di hadapan saya terbentang pemandangan yang megah. Ada beberapa batu karang yang tinggi menjulang berdiri kokoh di atas laut. Mungkin ini yang dimaksud Raja Lima. Nun jauh di seberang samar-samar tampak Gunung Rinjani dan Pulau Lombok. Katanya tinggal berlayar 2 jam saja dari Pantai Atuh sudah bisa sampai ke Lombok. Aih saya senang sekali karena bisa melihat Gunung Rinjani lagi meskipun hanya dari kejauhan.

Pagi itu sedikit berawan. Perlahan sang surya mulai muncul dari balik Pulau Lombok, menimbulkan semburat jingga di langit timur. Indah nian. Namun tak berapa lama menghilang lagi di balik awan. Saya berjalan menuruni bukit, menuju spot pandang yang lain. Jalan ke bawah cukup terjal dan melelahkan, tak terbayang panasnya kalau ke tempat ini di siang hari. Saya melewati dua buah rumah kayu di atas pohon yang dijadikan semacam tempat menginap. Di ujung tebing yang dibatasi pagar kayu, kita bisa melihat pemandangan laut dengan lebih jelas. Sayangnya hari masih terlalu pagi, sehingga warna birunya laut belum kelihatan.

View Gunung Rinjani dan sunrise dari balik Pulau Lombok (Dok. Yani)
View Gunung Rinjani dan sunrise dari balik Pulau Lombok (Dok. Yani)
Spot Raja lima (Dok. Yani)
Spot Raja lima (Dok. Yani)
 
Rumah pohon Molenteng (Dok. Yani)
Rumah pohon Molenteng (Dok. Yani)
Setelah puas berfoto di spot Raja Lima dan Pohon Molenteng, si sopir mengajak kami ke Bukit Atuh. Dari tempat parkir mobil, kami harus sedikit berjalan menyusuri pinggiran tebing dengan kondisi jalan setapaknya sudah disemen dan mulus. Dan ternyata kami bisa menyaksikan pemandangan yang sama di sebelah kanan bawah tetapi dari angle yang berbeda, sedangkan di sebelah kiri bawah tampak Pantai Atuh. Warna lautnya begitu jernih kebiruan ditimpa cahaya matahari. Di puncak bukit, dibangun sebuah rumah dari kayu. Dari sini kita bisa menyaksikan pemandangan di bawah tebing dengan lebih jelas. Namun saya tidak sempat turun ke Pantai Atuh karena waktu yang terbatas. Rupanya Pantai Atuh ini tidak hanya sebagai tempat wisata saja tetapi bawah lautnya juga merupakan kawasan konservasi perairan untuk ikan mola dan pari manta. 

Jalan menuju puncak Bukit Atuh (Dok Yani)
Jalan menuju puncak Bukit Atuh (Dok Yani)
Pemandangan dari Bukit Atuh (Dok. Yani)
Pemandangan dari Bukit Atuh (Dok. Yani)
Itulah cerita perjalanan singkat saya ke Nusa Penida, itupun hanya sebagian yang di daratnya saja. Antara puas dan tidak puas, rasanya satu setengah hari tidak cukup untuk menjelajahi seluruh Nusa Penida. Puasnya karena Nusa Penida memang benar-benar bagus seperti yang diceritakan, tidak salah memang kalau disebut dijuluki "The Golden Egg of Bali". Tetapi tidak puas karena saya di sana hanya mengejar target destinasi saja, dan belum mendapat hasil foto yang maksimal. Mungkin nanti kalau ada kesempatan saya akan balik lagi ke sini, dan berharap suatu saat saya bisa belajar menyelam supaya bisa menikmati bawah lautnya juga. Bagi kalian yang ingin ngetrip ke Nusa Penida, persiapkan fisik karena trekkingnya lumayan melelahkan serta jangan lupa pakai sunblock ya. Dan yang paling penting lagi jangan sampai lupa bawa kamera hehe.


Selamat berakhir pekan!!

Bogor, 27 Januari 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun