NUBIKA - CATATAN TEPI
Di tahun 2001 saya pernah didatangi komandan satuan TNI yang special menangani perang Nuklir, Biologi dan Kimia
Saya didatangi karena perusahaan kami saat itu dianggap sebagai perusahaan yang mengelola produk rekayasa genetika jadi dianggap relevan bagi mereka untuk mengetahui siapa kami.
Perang kimia dan perang nuklir bisa saya bayangkan tapi perang biologi gak bisa saya cerna langsung skenarionya.
Lewat covid 19, sembilan belas tahun kemudian saya baru teringat obrolan kami saat di ruang rapat propagasi kami di Parung Plant bahwa mahluk berukuran nano bisa menjadi senjata mematikan untuk negara sebesar apapun.
Waktu itu saya tanya kenapa pasukan ini hanya dipimpin setingkat kapten sementara ancaman tiga perang itu bisa berpotensi terjadi. Sang komandan menjawab bahwa itu sudah kebijakan pimpinan TNI. Indonesia luas dan terpisah pisah, itu jadi keuntungan dan kekurangan Indonesia jika perang jenis ini terjadi.
Ini bukan berarti Covid-19 adalah peristiwa perang dengan senjata biologi dari satu negara tapi efek dan dampaknya ke satu negara sesuai dengan apa yang diceritakan mas kapten kepada saya bahwa ujian peperangan biologi akan beda dengan perang biasa.
Rakyat akan marah dengan pemerintahnya tanpa menyadari bahwa yang dihadapi adalah serbuan senjata biologi. Orang akan sulit diatur karena tak percaya dengan bahaya apa yang sedang dihadapi.
Kalo surabaya pernah dibombardir sekutu dengan bom konvensional sehingga rakyat tahu kapan dan ke mana senjata itu menuju dari suara dentumannya, maka senjata biologi bekerja senyap tetapi mematikan. Ia akan menyusup dalam ritual kerja, ritual pendidikan, ritual ibadah dimana saja sepanjang ketidak tahuan dan ketidak patuhan merajalela diantara rakyat banyak.
Titik ledak bom yang ditengarai menjadi  sasaran tembak yaitu kerumunan orang telah diumumkan oleh pemimpin bangsa dan daerah, namun disanalah pemberontakan terjadi atas nama Iman dan kebebasan berekspresi.
Atas nama Iman sebagian menganggap hidup mati adalah urusan ilahi. Kebenaran ini telah dipelintir sedemikian rupa dengan paham bahwa nembak nggak nembak musuh kalo mau kalah ya tetap saja kalah. Jadi musuh nggak usah dihadapi sekuat tenaga dan jiwa karena tentara sekutu juga buatan Allah.