Mohon tunggu...
Arvel
Arvel Mohon Tunggu... Jurnalis - Keterangan profil

Bio

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pengujian HIV pada Simpanse, Bolehkah?

22 Agustus 2019   20:19 Diperbarui: 22 Agustus 2019   20:23 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sekarang adalah zaman di mana berbagai hal dapat dilakukan dengan mudah, biasa dipanggil zaman milenial. Banyak sekali hal-hal yang berkembang, seperti alat komunikasi, transportasi, bahkan alat kedokteran sekalipun. 

Penyakit-penyakit semakin banyak saat ini, namun seiring berkembangnya zaman, sudah banyak penyakit yang sudah ditemukan cara mengatasi/menyembuhkannya. 

Hal ini tentunya dipengaruhi juga oleh teknologi yang sudah banyak berkembang sampai saat ini, khususnya dalam bidang penyakit/kedokteran. Tetapi, masih ada juga beberapa penyakit yang sampai saat ini belum ditemukan bagaimana mengobati penyakit tersebut. 

Dalam artikel ini, saya akan membahas mengenai sebuah penyakit yang sering diperbincang-bincangkan oleh masyarakat saat ini dan belum juga ditemukan obat untuk menyembuhkan penyakit ini. Penyakit yang akan saya bahas adalah penyakit HIV/AIDS. HIV adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh virus, bukan bakteri. HIV merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, dengan menginfeksi dan menghancurkan sel tubuh. 

Tentunya, HIV dan AIDS merupakan dua hal yang berbeda. HIV jika tidak segera ditangani, maka akan berkembang menjadi lebih serius yaitu AIDS. Sampai saat ini, HIV/AIDS hanya bisa diperlambat perkembangannya, namun belum bisa disembuhkan secara total. 

Di Indonesia, terdapat data penderita penyakit HIV/AIDS. Pada tahun 2016, lebih dari 40 ribu orang menderita penyakit HIV berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Dan di tahun tersebut juga, lebih dari 7 ribu orang menderita AIDS, dan jumlah penderita HIV/AIDS yang mengalami kematian ada sekitar 800 jiwa. 

Sesuai data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada rentang waktu bulan Januari sampai Maret 2017 sudah terdapat lebih dari 10 ribu kasus infeksi HIV, dan 650 orang penderita AIDS. Dalam artikel ini, saya tidak akan membahas lebih dalam mengenai apa itu penyakit HIV/AIDS, apa penyebabnya, ataupun apa dampaknya bagi manusia. Namun saya akan membahas, apakah layak pengujian obat-obatan, khususnya pengujian HIV/AIDS pada simpanse? 

Hal ini tentunya sudah banyak didengar oleh orang-orang dunia, bahwa sebelum diujikan pada manusia obat-obatan diujikan terlebih dahulu pada hewan. Contohnya kosmetik, mengapa kosmetik dapat digunakan oleh banyak orang saat ini, salah satu penyebabnya adalah hasil pengujian kosmetik pada hewan sudah memenuhi kriteria, sehingga aman untuk dikonsumsi manusia. 

Saya akan menjelaskan topik ini sesuai dengan pendapat saya, saya juga mengambil fakta-fakta dari berbagai sumber juga. Menurut pendapat saya, pengujian obat-obatan pada hewan, khususnya tes uji HIV/AIDS pada simpanse tidak boleh dilakukan, mengapa? Simpanse dan manusia tidak bisa dikatakan sama. Walaupun simpanse merupakan spesies yang paling mirip dengan manusia dan memiliki 98% kesamaan genetik dengan manusia, pasti memiliki sedikit perbedaan yang signifikan. 

Ada fakta yang menjelaskan bahwa, sejumlah pasien manusia yaitu sebesar 40% menerima efek samping dari obat yang digunakan, dan obat tersebut dikatakan lulus dalam pengujian hewan. 

Dari fakta ini, sudah jelas bahwa walau simpanse dan manusia sangatlah mirip namun masing ada saja ketidakcocokkan antara manusia dan simpanse. Apabila ada orang lain yang berpendapat bahwa pengujian obat-obatan pada hewan adalah sah, saya ingin bertanya, apakah hal tersebut manusiawi dengan menggunakan hewan untuk menguji obat-obatan, dan hewan tersebut tidak dapat memberikan persetujuan atau ketidaksetujuan pada tujuan pengujian dan memperlakukan mereka dengan buruk. 

Tidak apa-apa jika obat tersebut tidak membahayakan hewan yang diujikan, bagaimana jika obat yang diujikan justru mematikan bagi hewan yang dujikan? 

Tentunya tidak manusiawi menguji hewan dengan obat-obatan yang belum diketahui apa dampaknya bagi hewan tersebut. Jika saya mengkhususkan uji coba obat-obatan pada hewan simpanse, simpanse sendiri pun merupakan salah satu hewan yang sedang dilindungi, sebab simpanse adalah salah satu hewan yang terancam punah. Maka dari itu, uji coba virus HIV/AIDS pada simpanse tidak boleh dilakukan. 

Apabila pengujian tersebut dipaksa untuk dilakukan, simpanse akan semakin jarang keberadaannya dan mungkin bisa punah, dan tidak bisa lagi melakukan pengujian obat pada simpanse. 

Adapun undang-undang yang mengatur mengenai perlindungan pada hewan, yaitu KUHP Pasal 302. Berdasarkan berbagai data atau statistik, ditemukan bahwa cara/perlakuan pada hewan uji coba tidak terbayangkan. Mayoritas hewan-hewan yang diuji coba mengalami penderitaan dan rasa sakit bahkan sekalipun telah diberi anestesi. 

Melakukan uji coba pada hewan menurut saya, benar-benar tidak bisa diterima. Berdasarkan data statistik dari Humane Society International, hewan yang digunakan untuk uji coba obat-obatan seringkali harus menghadapi keadaan ekstrem yang tak terbayangkan oleh manusia, seperti dibuat kelaparan, dehidrasi, inhalasi paksa, pembedahan, pengekangan fisik dalam waktu lama, iritasi, luka bakar, dan lain sebagainya. 

Selain itu, organisasi tersebut juga meyakini bahwa hasil uji coba pada hewan tidak reliable. Anatomi, metabolisme, serta sel pada hewan tidak bisa disamakan dengan anatomi, metabolisme, dan sel pada manusia. 

Menurut Neurologist Aysha Akhtar, MD, MPH, lebih dari 100 jenis obat-obatan yang diujikan pada hewan sama sekali tidak berguna atau efek pada tubuh manusia sekalipun. Lebih dari 85 vaksin HIV yang diujikan pada hewan tidak efektif digunakan oleh manusia, meskipun telah diketahui bahwa vaksin HIV tersebut telah lulus uji pada hewan dan bekerja dengan sangat efektif pada hewan yang diujikan tersebut. 

Hewan tidak bisa menunjukkan/mengekspresikan rasa sakit mereka secara langsung, dan ketidakmampuan inilah yang sering dimanfaatkan olleh para ahli untuk menggunakan hewan dalam uji coba obat-obatan. Selain itu, zaman ini adalah zaman serba bisa, banyak teknologi yang sudah berkembang dalam berbagai bidang. 

Menurut saya, pasti ada alternatif lain dalam menguji obat-obatan dengan menggunakan teknologi. Apakah semua obat harus diujikan pada hewan? Pastinya tidak, mustahil apabila tidak dapat ditemukan cara lain selain mengujikan obat-obatan pada hewan. 

Sebuah organisasi pendidikan, yaitu Foundation of Biomedical Research mengungkap bahwa dukungan kepada pengujian obat-obatan pada hewan semakin berkurang dalam 1 dekade terakhir. Penurunan dukungan dari tahun 1990-an sebanyak 74% dan dari tahun 2008 hingga sekarang sudah mulai menurun menjadi 54%. 

Dari data ini, cukup banyak orang yang tidak menyetujui adanya pengujian obat-obatan pada hewan, yang mungkin disebabkan oleh salah satu alasan yang sudah saya sebutkan diatas, atau mungkin karena alasan lain. 

Organisasi ini mengklaim bahwa terjadinya penurunan dukungan oleh disebabkan oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat pemerhati hak para hewan. Berbagai lembaga swadaya masyarakat tersebut sangat menentang adanya pengujian obat-obatan pada hewan, karena dinilai tidak menghargai kehidupan. 

Selain dari lembaga swadaya masyarakat , dari kalangan para ilmuwanpun menentang adanya pengujian obat-obatan pada hewan. 

Kesimpulan yang bisa diambil dari seluruh isi artikel ini, saya tidak setuju dengan adanya pengujian obat-obatan pada hewan, khususnya pengujian virus HIV/AIDS pada simpanse, karena dinilai tidak manusiawi dan secara tidak langsung tidak menghargai kehidupan hewan, serta hasil uji coba dari hewan tersebut tidak sepenuhnya benar dan memiliki efek samping yang bisa membahayakan tubuh manusia. Sekian artikel saya, terima kasih sudah membaca.

Sumber: 1, 2, 3, 4, 5, dan 6.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun