Mohon tunggu...
Gisa Arvaent
Gisa Arvaent Mohon Tunggu... -

Who Am I? Gw hanyalah rakyat Indonesia biasa, seseorang yg mencintai komputer dan internet. They say I'm netizen. Berinteraksi dengan dunia maya udah jadi bagian hidup gw, terutama menulis dan nge-blog. Buat gw, nulis itu adalah sebuah seni dan panggilan jiwa. Menulis bikin gw jauh lebih baik, nambah wawasan gw, nambah ilmu, pengalaman dan juga teman baru. “In life, You’ll only get things that you deserve” adalah pelajaran penting yg gw ambil dari orang orang disekitar gw. Jadi apapun yg gw lakuin, gw slalu berusaha buat lakuin yg terbaik yg gw bisa. Belajar dan belajar adalah cara terbaik buat memperbaiki diri. Just to be honest with my self and my soul to share my story.\r\n\r\nhttp://myn0tz.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

To Do, To Have, or To Be?

6 Februari 2012   19:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:58 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tidak ada yang bisa menghentikan waktu, dan kalaupun ada, saya yakin hanyalah tuhan yang mampu melakukan itu. Begitupun dengan usia kita. Dalam hidup, kita pun harus melewati babak-babak dalam hidupnya. Mulai dari saat kita ada dalam rahim seorang ibu, hingga saat kita beranjak dewasa.

Ada masa di mana kita terfokus untuk melakukan sesuatu (to do). Ada saat memfokuskan diri untuk mengumpulkan (to have). dan tentunya ada saatnya kita mencari makna hidup (to be). Tapi sayangnya tidak semua orang mampu melewati tiga tahapan proses itu.

Fase pertama, atau fase to do.

Pada fase ini, orang masih produktif. Orang bekerja giat dengan seribu satu alasan. Tapi, banyak orang kecanduan kerja, membanting tulang, sampai mengorbankan banyak hal, tetap tidak membuahkan hasil yang lebih baik. Dan ini sangat menyedihkan. Orang dibelenggu oleh rutinitas dan kesibukan yang seperti tidak memiliki batas akhir, tapi sayangnya tidak ada kemajuan yang berarti. Misalnya seperti ini;  Ada orang melihat sebuah sampan di tepi danau. Dan ia meloncat dan mulai mendayung. Ia terus mendayung dengan semangat. Sampan memang bergerak. Tapi, tidak juga menjauh dari bibir danau. Sampai Ia sadar jika sampan itu masih terikat dengan tali di sebuah tiang.

Kebanyakan dari kita, merasa sudah bekerja banyak. Tapi, ternyata tidak produktif. Seorang kolega memutuskan keluar dari perusahaan. Ia mau membangun bisnis sendiri. Dengan gembira, ia mempromosikan bisnisnya. Kartu nama dan brosur disebar. Ia bertingkah sebagai orang sibuk.

Tapi, dua tahun berlalu, bisnisnya belum menghasilkan apa-apa. Tentu, kondisi ini sangat memprihatinkan. Jay Abraham, pakar motivasi bidang keuangan dan marketing pernah berujar, “Banyak orang mengatakan berbisnis. Tapi, tidak ada hasil apa pun. Itu bukanlah bisnis.” Marilah kita menengok hidup kita sendiri. Apakah kita hanya sibuk dan bekerja giat, tapi tanpa sadar kita tidak menghasilkan apa-apa?

Fase kedua, atau fase to have.

Pada fase ini, orang mulai menghasilkan. Tapi, ada bahaya yang mungkin tidak kita sadari, orang akan terjebak dalam kesibukan mengumpulkan harta benda saja. Terobesesi mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Meski hartanya segunung, tapi dia tidak mampu menikmati kehidupan. Matanya telah tertutup materi dan lupa memandangi berbagai keindahan dan kejutan dalam hidup. Terlebih, memberikan secuil arti bagi hidup yang sudah dijalani. Banyak orang masuk dalam fase ini.

Dunia senantiasa mengundang kita untuk memiliki banyak hal. Pusat perbelanjaan yang mengelilingi kita dari berbagai arah dan memaksa kita untuk mengkonsumsi banyak barang.

Bahkan, dunia menawarkan persepsi baru. Orang yang sukses adalah orang yang mempunyai banyak hal. Tapi, persepsi keliru!  Hal ini semakin membuat banyak orang mengorbankan banyak hal yang sangat berarti dalam hidup mereka. Entah itu perkawinan, keluarga, kesehatan, maupun spiritual.

Secara psikologis, fase ini memanglah tidak terlalu buruk. Harga diri dan rasa kepuasan diri bisa dibangun dengan prestasi-prestasi yang dimiliki. Namun, persoalan terletak pada fungsi, wkatu dan posisi. Orang tidak lagi mengenal kapan mereka harus meuangkan waktunya untuk sekedar menikmati hidup mereka sendiri, dan bahkan tidak jarang mereka yang hidup menjadi pribadi yang merdeka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun