Mohon tunggu...
Andreas Doweng Bolo
Andreas Doweng Bolo Mohon Tunggu... Dosen - fides et ratio

Biodata: Nama: Andreas Doweng Bolo Pekerjaan: Dosen

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Teror: Garis Tipis Kesalehan Agama dan Rasionalitas

3 April 2021   15:53 Diperbarui: 3 April 2021   16:31 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

                Maka memeriksa agama secara serius butuh keberanian, keterbukaan serta kerendahan hati pada perubahan.  Dua surat wasiat yang ditinggal menunjukkan kesalehan religious itu, bahwa para pelaku tumbuh dalam suasana masyarakat Indonesia yang memang religious. Di awal surat baik dari Muh Lukman Alfariz pelaku bom bunuh diri Makasar atau Zakiah Aini pelaku penembakan di Mabes Polri mengawali dengan kata-kata yang sama. Kata-kata itu berbunyi “Wasiat kepada orang yang saya cintai karena Allah”. Dilanjutkan dengan permohonan maaf kepada keluarga dan nasihat menjalankan hidup seturut ajaran agama. "Senantiasa beribadah kepada Allah dan jangan tinggalkan sholat". Wasiat ini semakin konkret sampai pada urusan ekonomi, perihal meminjam uang, perihal pemilu. Di bagian ini dapat kita temukan resiko persinggungan antara ruang publik dan agama.

                Ketiga, Pasca teks sebagaimana pra-teks adalah teks demikian juga pasca teks sejatinya adalah teks. Bila tindakan bom bunuh diri atau penyerangan menjadi sebuah teks maka kita perlu memeriksa berbagai narasi agama di ruang publik. Sebuah pemikiran termasuk pemikiran religious tak lahir di ruang kosong. Ia lahir dari konteks yaitu  pembicara, isi pembicara, dan pendengar, ini merupakan syarat sebuah diskursus. Agama di ruang publik sebagai diskursus harus menjadi sebuah diskursus dengan memakai istilah Jurgen Habermas, sebuah diskursus rasional dan bebas dari tekanan apapun. Dan jalan ini perlu kita tempuh dengan keberanian sebagaimana telah dimulai para pendiri bangsa Indonesia sejak 1928 dalam Sumpah pemuda dan ketika 1945 dalam sidang-sidang BPUPK (Dokurito Zyunbi Tyoosakai). Bila kita kehilangan arah, memang kita perlu melihat kembali kepada spirit awal kita, bukan untuk bernostalgia tentang masa lalu tetapi untuk menatap masa depan yang lebih baik. Kita perlu menimba spirit negeri ini yang telah dimulai dengan sangat baik oleh para pendiri bangsa ini. (Andreas Doweng Bolo)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun