Kebersihan bukan hanya soal keindahan, melainkan juga kesehatan dan masa depan. Di tengah keasrian alam Desa Sukaluyu yang dikelilingi hamparan kebun teh dan pemandangan hijau, tersimpan persoalan serius yang tak bisa lagi diabaikan: tumpukan sampah yang dibuang sembarangan, mulai dari tepi jalan, saluran air, hingga sela-sela kebun teh. Tentu hal ini disebabkan oleh belum adanya pengelolaan sampah yang memadai, baik pengelolaan sampah bersama maupun mandiri. Tanpa kesadaran bersama, kebiasaan membuang sampah sembarangan ini mengancam kualitas lingkungan, kesehatan warga, serta kelestarian potensi alam desa yang seharusnya menjadi kebanggaan.
Menanggapi hal tersebut, mahasiswa tim KKN-PPM Universitas Gadjah Mada Lokaraya Pangalengan melaksanakan program pengabdian masyarakat bertajuk "Menuju Desa Bijak Limbah (Program DEBILAH)" pada 18 Juli 2025. kegiatan ini bertujuan menumbuhkan pola pikir bijak dalam menghadapi persoalan limbah di masyarakat. Melalui pendekatan edukatif dan aksi nyata, DEBILAH mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk turut menjadi bagian dari perubahan.
Sesi pagi hari dibuka dengan sambutan dari Kepala Desa Sukaluyu yang menyampaikan apresiasi atas inisiasi program ini. Sesi pagi ini juga dihadiri oleh perangkat Desa Sukaluyu, perwakilan pihak puskesmas terdekat, dan tentunya masyarakat RW 4 Desa Sukaluyu yang menjadi peserta utama kegiatan ini.
Sosialisasi yang dilaksanakan di aula desa menjadi ruang edukasi penting bagi warga untuk memahami berbagai persoalan dan solusi seputar limbah. Materi disampaikan secara komunikatif dan aplikatif, mencakup beragam topik penting seperti pentingnya sanitasi yang layak, dampak limbah terhadap lingkungan dan kesehatan, fakta-fakta permasalahan limbah di Indonesia, peran masyarakat dan pemerintah, serta penerapan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam kehidupan sehari-hari. Warga juga dikenalkan pada klasifikasi limbah serta cara memilah dan mengelolanya dengan benar, dari sampah organik hingga B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Dalam sesi sosialisasi ini, peserta tidak hanya diajak memahami masalah, tetapi juga dikenalkan pada berbagai solusi nyata dan inspiratif dalam pemanfaatan limbah. Untuk limbah organik, dijelaskan beberapa alternatif pengolahan seperti pembuatan kompos alami, budidaya maggot (larva BSF) untuk limbah dapur, biopori sebagai metode resapan dan pengomposan langsung di tanah, hingga pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas yang ramah lingkungan dan bernilai guna.
Sementara itu, untuk limbah anorganik, disampaikan contoh kreatif dan aplikatif seperti ecobrick dari sampah plastik, pembuatan paving block dari limbah plastik, dll. Dengan pendekatan ini, warga didorong untuk melihat limbah bukan sebagai masalah, tetapi sebagai sumber daya yang bisa diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Tidak kalah penting, pengenalan terhadap teknologi pengolahan limbah skala menengah hingga besar juga disampaikan secara ringan, seperti insinerasi, pirolisis, dan gasifikasi. Meskipun bersifat teknis, konsep-konsep ini memperluas wawasan warga bahwa pengelolaan limbah memiliki banyak pendekatan dari tradisional hingga modern menyesuaikan kebutuhan. Sesi sosialisasi pagi juga diramaikan dengan beberapa pertanyaan warga yang mencerminkan antusias mereka terkait masalah sampah dari pengalaman sehari-hari.
Setelah mendapatkan pemahaman mendalam melalui sesi sosialisasi di pagi hari, kegiatan dilanjutkan dengan aksi nyata berupa kerja bakti bersama pada sore harinya untuk area jalan utama RW 4. Warga dari berbagai usia bahu membahu membersihkan lingkungan, menyapu jalan, dan mengumpulkan sampah yang berserakan. Momentum ini bukan sekadar bersih-bersih, tapi diharapkan juga dapat menjadi simbol komitmen bersama untuk menjaga lingkungan yang sehat dan lestari.
Program DEBILAH menjadi pengingat bahwa perubahan besar dimulai dari langkah kecil dari rumah masing-masing, dari kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya, hingga inisiatif warga menjaga ruang hidup bersama. Ke depan, diharapkan kerja bakti ini bisa menjadi agenda rutin warga, dan edukasi lingkungan menjadi budaya yang mengakar.