Mohon tunggu...
arum yuana
arum yuana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dua Kurikulum, Sampai Kapankah?

8 Juni 2015   22:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:09 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hampir dua tahun proses pendidikan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia berjalan di atas gelombang setelah berlakunya dua kurikulum yang dianggap berbeda. Beberapa sekolah menerapkan kurikulum lama yaitu kurikulum 2006 (KTSP) yang dipandang ideal karena setiap mata pelajaran (mapel) berdiri sendiri sehingga kemampuan anak didik dapat diukur dari penguasaannya pada mapel-mapel tersebut.

Sebagian sekolah lainnya yang semenjak pertengahan tahun 2013 menerapkan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013 (kurtilas) dianjurkan untuk tetap mempertahankan implementasi kurikulum tersebut atas suatu alasan yakni dengan mencoba penerapan kurtilas dapat diketahui kelemahannya untuk dijadikan bahan evaluasi. Setelah diadakan evaluasi kemudian dilakukan perbaikan atas kelemahan kurtilas. Apabila semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan sudah siap maka kurtilas dapat segera diimplementasikan oleh semua sekolah mengingat memang suatu kewajaran jika kurikulum yang lama diperbarui dan dari perbaruan itu menghasilkan kurikulum baru yang tentunya harus lebih mendukung kemajuan proses pembelajaran.

Kesiapan dalam implementasi kurikulum meliputi kesiapan waktu, dana pelaksanaan, sumber-sumber belajar, bahan/perlengkapan mengajar dan kesiapan para guru sebagai pihak yang secara langsung terjun untuk menyukseskan tujuan suatu kurikulum. Mengenai persiapan waktu, dana, sumber-sumber dan bahan pembelajaran merupakan hal yang sudah dipikir matang pada saat kurikulum disusun dan dirumuskan. Sedangkan kesiapan dari pelaksana kurikulum tersebut yaitu pihak sekolah khususnya guru adalah siap tidaknya para guru sebagai pihak yang punya pengaruh paling utama dapat menjalankan amanah kurikulum itu dengan baik. Apakah para guru mampu memahami kurikulum itu secara komprehensif sehingga ketika di lapangan tempat ia mendidik bisa mengajar dan mendidik sesuai dengan yang dipahaminya dengan benar?

Pertanyaan tersebut nampaknya ikut menjadi salah satu tugas pihak-pihak yang diberi wewenang oleh kemendikbud dalam memberikan pelatihan kepada para guru terkait isi dan tujuan kurikulum yang baru sehingga upaya untuk menciptakan generasi yang berprestasi secara akademik dan moral tidak selalu stagnan dan mampu menunjukkan peningkatan. Bagaimanapun juga guru adalah pihak sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran sesuai dengan isi dan tujuan kurikulum. Sebaik apapun isi dan tujuan suatu kurikulum apabila tidak disertai dengan optimalisasi usaha guru dalam menjalankan kewajiban dan profesinya maka sampai kapanpun tujuan itu hanya menjadi bacaan semata.

Sebenarnya baik KTSP maupun kurtilas sama-sama bertujuan agar peserta didik lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran, guru tidak boleh selalu mendominasi kelas dan guru tidak boleh menjadi satu-satunya pusat pembelajaran. Hanya cara untuk mencapai tujuan itu yang berbeda yakni pada proses pembelajarannya di mana kurtilas menekankan pada diterapkannya pendekatan ilmiah (scientific approach).

Lalu langkah apa yang akan diambil oleh kemendikbud selanjutnya dalam rangka melakukan unifikasi kurikulum? Apakah kemendikbud pada akhirnya akan memberlakukan kurtilas dan menyudahi KTSP yang hampir satu dasawarsa menjadi pedoman penyelenggaraan pendidikan? Apakah rencana itu sampai pada ide untuk membuat sendiri kurikulum mengingat setiap berganti pemerintahan maka akan diikuti pula oleh perubahan yang beda sebagai kekhasan dari suatu pemerintahan. Apapun keputusan selanjutnya yang hendak diambil oleh kemendikbud untuk mendorong kemajuan pendidikan nasional haruslah didukung oleh segenap manusia Indonesia sebab betapapun baiknya suatu keputusan tetap lah tidak baik apabila memungkinkan timbulnya bahkan mempertebal suatu perselisihan antar lembaga. Beda pendapat itu wajar tetapi persatuan pendapat yang tidak sejenis untuk kebaikan bersama itu amat lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun