Mohon tunggu...
Muhammad Azry Zulfiqar
Muhammad Azry Zulfiqar Mohon Tunggu... Ilustrator - Independent Writer

Coffee, Fee, Fee muhammadazry34@gmail.com Blog: https://horotero.wordpress.com/ Bekerja dan mencuri waktu berselingkuh dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Ibu, Kutemukan Pelajaran

4 Desember 2020   10:32 Diperbarui: 4 Desember 2020   11:00 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku berada di perutnya selama sembilan bulan. Aku menyatu dengan Ibu dalam satu Jiwa Raga. Aku tahu memang perutnya terkadang sakit karena tendangan kaki-kaki mungilku ini.  Aku juga tahu bahwa Ia memang sangat susah bergerak untuk melakukan apapun. Dari sanalah Ibu mengajariku kesabaran demi harapan yang indah.

Setelah dilahirkan di dunia yang indah ini, Aku tahu Ia terkadang lelah dan susah. Bayi kecil ini selalu besar maunya. Mengganti popok, menyusui, memandikan dan apapun itu hingga bayi kecil ini tertidur. Maaf Aku mengganggu tidurmu Ibu, Maaf Aku mengganggu ketenanganmu Ibu. 

Aku masih bayi kecil saat itu, Jika saja Aku bukan bayi kecil saat itu Aku akan mengelap keringat Ibu. Aku juga akan membiarkan Ibu istirahat.  Ibu mengajari Aku bagaimana arti sebuah pengorbanan. Karena sesudah kesulitan pasti akan ada kemudahan. Betapa sulitnya mengurus bayi kecil ini hingga nanti Dia bisa berguna.

Dalam hati dulu Aku inginku berkata "Ibu Aku bisa berjalan Bu!". Ibu menaruh tubuh kecilku ini disana dan Aku menghampiri Ibu. Dia memelukku, anak kecil yang kegirangan setelah bisa menggunakan kaki-kaki kecilnya. Terlihat kebanggaan di wajah cantik Ibu. Sebelumnya Aku selalu terjatuh dan gagal untuk berjalan. Tapi kali ini sampai saat ini, Ibu memang mengajari Aku arti ketekunan dan kegigihan. Ketika Aku terjatuh, Ibu membantu Aku dan meyakinkan diriku bahwa Aku tidak boleh kenal dengan kata menyerah.

Ibu! Aku dipuji oleh banyak orang. Mereka bilang Aku sangat cepat dalam membaca dan berhitung. Ibu memang harus bangga, tapi Ibu lebih senang lagi jika Aku yang dipuji. Ibu menegaskan dirinya bahwa Ia memang berhasil. Ibu mengajari Aku untuk tidak menyombongkan diri. Ketika semua melabeli Aku anak yang sangat Aktif, Ibu hanya tersenyum seakan Ia bertangan dingin mendidikku untuk menjadi anak yang terbaik.

Aku sering melihatnya melakukan rutinitas keagamaan mulai dari sholat, mengaji dan lain-lain. Sehingga tak sadar diri ini mengikutinya. Ketika sebuah peci besar terpasang di kepalaku dengan balutan sarung di badanku menghiasi penampilanku, Ibu hanya tertawa dan mulai mengajariku tentang sholat dan ketakwaan untuk bekalku nanti.

Ibu, maaf Aku banyak bertanya melulu. Sejak batita, balita dan setiap bersamamu Aku selalu bertanya dari hal kecil. Ibu seakan tidak bosan dan raut wajahnya tenang untuk meyakinkan bahwa Ia lah yang tahu pertanyaan-pertanyaan dari diriku. Ibu, maaf jika Aku selalu bertanya dan mengulanginya karena Aku masih seorang anak kecil waktu itu. Aku bertanya "dari mana pohon berasal?" dan "mengapa satu ditambah dua menjadi tiga?" dan banyak lagi pertanyaan yang membuat dirinya selalu tersenyum. Senyumnya mengisyaratkan bahwa menjadi seorang Ibu tidaklah mudah.

Maaf kadang juga Aku egois kepada adik-adikku tetapi Ibu tak pernah mengacuhkanku. Aku pernah nakal tapi Ibu malah membimbingku, Aku juga kadang rewel dan manja namun Ibu malah menurutiku. Ibu, sosok hebat seperti apakah Engkau? menurut ku Engkau adalah pemberianNya yang terbaik. Ibu sangatlah lengkap dan jawaban dari pertanyaan tadi pastilah tidak akan sanggup untuk ditulis semuanya.

Di saat Aku mulai memasuki dunia sekolah, Ibu selalu mengajari Aku interaksi. Mengajari bagaimana cara menghormati guru, cara menjawab pertanyaan, mengajari bagaimana Aku berteman dengan teman-teman dan bersikap layaknya anak baik di sekolah. Sebelum memasuki dunia sekolah, Aku sudah siap dengan semuanya. Karena anak kecil ini adalah hasil dari didikan Ibu sejak dilahirkan.

Memang kadang lucu, bagaimana tidak? semua tahu betapa malunya anak kecil yang belum berani bertanya kepada guru sehingga di rumah Aku masih selalu bertanya kepada Ibu. Ia lalu mengajari Aku semuanya dan memberikan suatu pesan bahwa Aku harus berani bertanya dan berinteraksi.

Beberapa tingkat kelas dan masa-masa sekolah dulu Aku lewati. Masih sangat sering Ibu membimbingku dan mengajariku. Aku senang ketika Ia bertanya dengan wajah penuh perhatiannya dengan berkata "gimana sekolahnya?" atau "pelajarannya ada yang susah gak?" seperti itu yang keluar dari bibirnya ketika Aku baru sampai rumah. Ibu mengajariku bagaimana pentingnya perhatian orang tua.

Saat Aku memasuki kompetisi akademik dan non-akademik, menang ataupun kalah Ibu mengajarkan Aku menjadi seorang yang berjiwa besar. Kata-katanya yang paling diingat dan melingkar dikepalaku adalah "semua ada hikmahnya" yang berarti Ibu menilai dari usahaku disaat banyak orang lain yang mencemooh.

Dalam menjalani hidup, kebaikan dan keburukan pasti datang silih berganti. Aku ingin menjadi pribadi yang baik walau Aku tidak sempurna. Aku selalu ingat Ibu dan membuat Aku memacu energi positifku. Jika dalam pergaulan yang berpotensi negatif, Aku ingat wajah Ibu yang seakan melarangku. Aku melihatnya Ia berkata "Jangan" dan mengurungkannya. Semua karena Ibu yang menjadi batas dalam melindungi Aku dari perbuatan tak baik.

Entah mengapa Ibu seakan menjadi yang pertama dalam membentuk diriku. Mengapa? karena anak kecil yang dulu belum mengerti apa-apa kini sudah berkembang. Layaknya penuntun dan memberikan petunjuk. Jika aku salah, Ia mengingatkan dan jika terkadang Aku belum tahu, Ia pasti mengingatkan. 

Hingga setiap dimanapun, kapanpun dan kabar apapun pasti Ibu lah yang pertama kukabari. Aku tidak lebih dulu bercerita kepada teman, saudara ataupun yang lainnya. Mengapa? Karena Dialah yang pertama bertemu Aku ketika dilahirkan dari dalam perutnya. Dia yang bisa dan tahu caranya memahamiku. 

Ibu menjadi yang pertama dan Ia adalah seorang pribadi yang menjadi sekolah pertamaku. Sekolah yang lebih dari sekolah dalam hal mengajari arti hidup, inti kebaikan, makna perjuangan, membentuk diriku dan semua yang mungkin tidak akan bisa kuingat karena Aku lelah menghitung perjuangannya sebab sangatlah banyak.

Ibu, sekarang Aku sudah bisa memilih jalan hidup. Aku menjadi pribadi yang dewasa tapi tidak bisa membohongi diri bahwa Aku masih butuh Ibu. Hingga nanti ketika Aku menikah dan berkeluarga, Ibu berpesan kepada diri ini untuk memperlakukan wanita dengan baik siapapun pendamping diri ini nanti. 

Karena apa? Ia hanya ingin Aku membentuk Ibu yang baik bagi anak-anak kelak. Ibu selalu mendoakan supaya menjadi yang terbaik. Di hari dimana Aku telah dewasa ini Ibu mengajarkan Aku supaya terus menjadi contoh dan mengambil pelajaran dari Ibu untuk diwariskan lagi.

Ibu tidak meminta dan menagih apapun dariku. Ibu hanya ingin semua anak-anaknya menerapkan semua yang telah Ia ajarkan. Sejak dalam perut sampai saat ini, tidak satupun dan sepeser uang pun Ibu tagih kepadaku. Ibu, apa yang membuat Engkau begitu baik? semua orang tahu betapa sulitnya menjadi Ibu bukan? kenapa Ibu tidak capek dan lelah? Kenapa Aku tidak pernah melihat Ibu putus asa? Bolehkah anakmu yang payah ini mengucapkan terima kasih? bolehkah tangan ini menyentuh tanganmu yang tergores pengorbanan itu? Izinkan Aku Ibu.

Izinkan diri ini selalu mengucapkan terima kasih karena Ibu sekolah pertamaku. Berkata demikian memang penuh makna dan arti walau singkat. Semua boleh berkata mengapa kalimat tersebut sederhana tetapi Aku berbeda, Aku merasakan tiga kata tersebut lebih dari jutaan arti bahkan hampir tidak terbatas. Izinkan lagi Aku mengucap terima kasih, Ibu sekolah pertamaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun