Ketiga, model ini dapat mempercepat transmisi kebijakan fiskal ke sektor riil. Pemerintah tidak perlu membangun instrumen baru karena Himbara sudah memiliki infrastruktur, sumber daya manusia, serta sistem yang mapan. Bila dijalankan dengan disiplin, kebijakan ini bisa menjadi katalis pertumbuhan, khususnya untuk industri prioritas, UMKM, maupun proyek strategis nasional.
Apakah ada risiko dari kebijakan ini?
Tidak ada satu kebijakan atau keputusan yang tidak tanpa risiko. Menurut saya, kebijakan ini juga menyimpan potensi tantangan. Pertama, ada kemungkinan bank lebih memilih menyalurkan dana ke sektor yang dianggap aman seperti korporasi besar, sementara usaha kecil justru masih kesulitan mendapat akses. Kedua, dominasi Himbara bisa semakin kuat. Saat ini saja mereka sudah menguasai porsi signifikan dari aset perbankan nasional, tambahan dana dalam jumlah besar bisa mempersempit ruang kompetisi bagi bank daerah maupun swasta.
Ketiga, ada risiko lain yang terletak pada transparansi. Publik perlu mengetahui bagaimana dana ini dikelola, berapa besar yang benar-benar disalurkan ke sektor produktif, serta bagaimana mekanisme evaluasinya. Tanpa pengawasan yang jelas, kebijakan sebesar ini rentan menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas maupun akuntabilitasnya.
"Sejauh mana pemerintah berani menanggung risiko jika hasil yang diharapkan tidak sesuai proyeksi?"
Dimensi Politik dan Ekonomi
Kebijakan ini tidak bisa dipandang semata dari sisi teknis keuangan. Ada dimensi politik yang cukup menonjol. Dengan mempercayakan dana besar kepada bank pelat merah, pemerintah menegaskan bahwa arah kebijakan ekonomi akan lebih mengandalkan instrumen negara dibanding sepenuhnya bergantung pada mekanisme pasar.
Dalam jangka pendek, pendekatan ini bisa mempercepat pembiayaan sektor yang dianggap strategis oleh pemerintah. Namun dalam jangka panjang, ada pertanyaan mengenai keseimbangan antara peran negara dan peran swasta dalam ekosistem keuangan. Apakah dominasi bank milik negara akan menciptakan ketahanan lebih besar, atau justru mengurangi dinamika persaingan yang sehat?
Membaca Arah Baru Purbaya
Apa yang dilakukan Purbaya dapat dibaca sebagai sinyal pergeseran paradigma. Kementerian Keuangan tidak hanya menjadi pengelola anggaran, melainkan juga perancang ekosistem keuangan nasional. Bank-bank pelat merah menjadi mitra utama dalam visi ini.
Tantangan terbesarnya ada pada konsistensi dan disiplin pelaksanaan. Dana Rp200 triliun dapat berdampak positif bila penyaluran dilakukan tepat sasaran, laporan dibuat secara transparan, dan evaluasi dilakukan secara independen. Jika tidak, kebijakan ini berisiko hanya menambah keuntungan jangka pendek bagi bank tanpa memberi nilai tambah berarti bagi masyarakat.
Pemerintah juga perlu menjaga agar ekosistem keuangan tetap seimbang. Bank swasta, bank daerah, hingga lembaga keuangan non-bank harus tetap diberi ruang untuk berkembang agar perekonomian tidak terlalu bergantung pada segelintir pemain besar.
Solusi atau Risiko Baru?
Kebijakan menyalurkan Rp200 triliun kepada Himbara merupakan langkah berani sekaligus penuh konsekuensi. Ia berpotensi menjadi instrumen yang efektif untuk mendorong pertumbuhan, memperkuat UMKM, serta memperluas lapangan kerja. Namun ia juga bisa menjadi beban jika hanya mempertebal dominasi bank pelat merah atau gagal menghadirkan manfaat nyata bagi ekonomi riil. Publik memiliki peran penting untuk terus mengawasi jalannya kebijakan ini. Transparansi, akuntabilitas, serta evaluasi berkala menjadi kunci agar dana besar tersebut benar-benar memberi manfaat yang luas bagi perkembangan ekonomi negara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI