Mohon tunggu...
Widyatmoko
Widyatmoko Mohon Tunggu... Co-Founder of Aviasi.com

Fokus Pada Aviasi dan Pariwisata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ada Apa Lagi dengan Garuda Indonesia

9 Mei 2025   08:54 Diperbarui: 9 Mei 2025   13:30 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : via Kompas.com

Grup maskapai Garuda Indonesia dikabarkan mengandangkan 15 unit pesawat mereka yang terdiri dari 14 unit yang dioperasikan oleh Citilink dan 1 unit oleh induknya yakni Garuda Indonesia.

Media online menyebutkan beberapa latar belakangnya antara lain karena kelangkaan suku cadang di industri penerbangan akibat raintai pasok yang belum sepenuhnya pulih setelah Pandemi.

Dikutip dari Kompas.com, pihak Bloomberg mengatakan bahwa kekhawairan pemasok pada likuiditas maskapai yang membuat para pemasok suku cadang meminta uang muka terlebih dahulu.

Sedangkan pihak Garuda Indonesia sendiri mengatakan bahwa ini merupakan proses percepatan perawatan pesawat yang sedianya terjadwal pada tahun depan.

Ada apa lagi Garuda Indonesia ini setelah terakhir disuntik dana sangat fantastis Rp. 7,5 triliun melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) pada tahun 2022 silam untuk program restrukrisasi ?.

Kekhawatiran para pemasok suku cadang terhadap likuiditas maskapai tidak hanya menandakan belum pulihnya performance keuangan maskapai tapi juga menurunnya kredibilitas maskapai di mata pemasok.

Namun mari kita coba melihat dari sisi lainnya dengan sebuah pertanyaan, mengapa perawatan 15 pesawat dilakukan dalam periode waktu yang sama ?.

Kita mungkin memahami ketika proses perawatan pesawat bisa memakan waktu lebih lama dikarenakan beberapa faktor seperti antrean di pusat pemeliharan pesawat, kelangkaan suku cadang.

Maskapai pastinya juga menyadari kemampuan mereka pada jumlah pesawat yang mereka miliki dimana bila sebagian besar pesawat mereka dikandangkan maka semakin besar hilangnya pendapatan mereka dari semua pesawat yang mereka kandangkan.

Sehingga pastinya maskapai memiliki jadwal perawatan untuk setiap pesawatnya terlebih jika sebagian besar pesawat mereka memiliki pressurization cycle cukup cepat karena melayani penerbangan jarak pendek.

Pressurization cycle disini mengacu pada proses lepas landas dan mendarat sebuah pesawat, sehingga dapat pula kita pahami bahwa sebuah pesawat yang melayani penerbangan jarak pendek akan cepat pressurization cycle nya daripada pesawat yang melayani penerbangan jarak menengah dan jauh.


Jadi pesawat yang melakukan penerbangan sebanyak 3--4 kali dalam sehari akan lebih cepat pressurization level nya karena akan melakukan lepas landas dan mendarat sebanyak 3--4 kali dalam sehari, tidak demikian pada pesawat yang melakukan satu kali penerbangan selama 8--10 jam sekalipun karena hanya melakukan lepas landas dan mendarat sebanyak satu kali saja.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah 15 unit pesawat tersebut semua menggunakan mesin PW1000G besutan Pratt & Whitney ?, lho, bagaimana mesin ini bisa masuk dalam pembahasan ini ?.

Mesin PW1000G ini memang terbilang sangat canggih dan efisien, oleh karenanya pabrikkan seperti Airbus memilihnya untuk dipasang di A320Neo dan A220 selain Airbus, Embraer juga memasangnya pada keluarga pesawat mereka yakni Embraer E-Jet E2.

Akan tetapi pihak Pratt & Whitney telah menemukan beberapa masalah produksi pada mesin ini pada tahun 2023 dan dampaknya adalah semua mesin yang telah terpasang di pesawat harus diganti dan akan membutuhkan setidaknya dua tahun untuk mengganti pada lebih dari 600 pesawat di seluruh dunia.

Dengan demikian semua maskapai yang terpasang mesin tersebut harus memerlukan pergantian mesin dimana waktu untuk masing masing maskapai tergantung giliran.

Apabila memang latar belakang dari dikandangkannya 15 unit pesawat adalah tibanya giliran penarikkan dan pergantian mesin tersebut, maka seperti kekhawatiran pemasok pada likuiditas maskapai kurang aktual karena pergantian mesin ini adalah tanggung jawab dari pihak pabrikkan mesin.

Hal ini pastinya langkah yang harus diapresiasi karena segala potensi yang dapat memengaruhi keselamatan penerbangan harus diminimalkan --dan bahkan dieliminasi sedini mungkin.

Singkatnya mungkin dapat dikatakan bahwa maskapai tidak perlu menggelontorkan dana untuk keperluan tersebut, yang ada berupa biaya atas tidak masukknya pendapatan penerbangan selama 15 unit pesawat tersebut dikandangkan atau proses pergantian mesin.

Grup Garuda Indonesia mengoperasikan pesawat Airbus A-320 Neo ini namun sepertinya tidak menggunakan mesin ini.

Namun demikian mengandangkan sebagian besar pesawat dalam waktu yang sama akan menghentikan aliran pemasukkan maskapai secara significant, namun bila sebagian besar pesawatnya adalah satu jenis ataupun menggunakan komponen --terutama komponen utama-- yang sama maka apabila terjadi masalah akan berdampak pula pada semua pesawat tersebut, ini berlaku pada semua maskapai.

Namun apabila memang benar latar belakangnya adalah karena likuiditas maka hal ini juga perlu diperbaikki oleh Garuda Indonesia melalui tata kelola yang baik dan profesional, harapannya jangan ada lagi suntikkan dana untuk kesekian kalinya, perbaikilah apapun  yang selama ini menjadi penghambat pertumbuhan maskapai -- termasuk hal hal yang berasal dari internal perusahaan seperti misalnya biaya biaya tidak ada sangkut pautnya dengan bisnis maskapai.

Dana suntikan yang sebenarnya bisa didistribusikan kepada sektor lain agar pembangunan nasional dapat tumbuh cepat termasuk membangun jembatan udara agar pemerataan pembangunan dapat tercapai, tidakkah letih mendengar berita sedih yang sama dari waktu ke waktu ?

Laba operasional pada sebuah periode waktu bukanlah indikator progress yang harus dipamerkan setiap akhir periode operasional tapi pada tumbuhnya maskapai itu sendiri -- baik sebagai perusahaan maupun sebagai penyedia transportasi udara bagi NKRI.

Efisiensi memang menjadi fokus oleh semua maskapai di dunia setelah pandemi, dalam arti menekan segala biaya, dan jika dalam perspektif maskapai adalah mengurangi cost per available seat mile/kilometer selain dari biaya biaya lainnya maskapai sebagai perusahaan.

Mudah mudahan Garuda Indonesia tetap sehat dan selalu memastikan keselamatan penerbangan, serta menjaga kredibilitas maskapai dalam segala aspek termasuk informasi kepada publik yang notabene adalah pelanggannya.

Jadilah burung besi yang kokoh di ruang udara NKRI yang luas ini, wahai Garuda Indonesia, dan jadilah anak burung yang mandiri wahai Citilink.

Salam Aviasi.

Referensi :
kompas.com/tren/read/2025/05/06/123000965/garuda-indonesia-disebut-hentikan-operasional-15-pesawatnya-karena

kompas.id/baca/ekonomi/2022/12/20/suntikan-modal-negara-rp-75-triliun-bagi-garuda-indonesia-cair

acornwelding.com/blog/post/factors-affect-lifespan-aircraft

aviationweek.com/mro/aircraft-propulsion/pratt-leans-mro-network-offset-pw1100g-problems

crankyflier.com/2023/09/26/the-problem-with-pratt-whitneys-pw1100g-engines-on-the-a320neo-family/

ekonomi.bisnis.com/read/20250507/98/1875225/dpr-cecar-bos-garuda-giaa-soal-ajudan-istri-dan-gaji-fantastis-karyawan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun