Mohon tunggu...
Arthur Tjandra
Arthur Tjandra Mohon Tunggu... Pramugara - Seorang pekerja di Jakarta

seorang yang resah akan Indonesia sekarang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jakarta Antara Corona, PSBB, dan New Normal

26 Mei 2020   21:10 Diperbarui: 26 Mei 2020   21:08 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya adalah seorang warga Jakarta. Akhir - akhir ini saya agak galau terutama sejak virus Corona ditetapkan menjadi wabah di Indonesia dan pada tanggal 2 Maret  2020 Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo mengumumkan adanya dua orang pasien asal Indonesia yang berdomisili di Depok ditetapkan sebagai pasien 01 dan pasien 02 dari Indonesia. 

Kemudian dilanjutkan dengan dipulangkannya Warga Negara Indonesia dari Cina yang kemudian dikarantina selama dua minggu di Natuna. Indonesia sendiri menetapkan negara dalam keadaan darurat corona selama 91 hari dimulai dari tanggal 29 Februari 2020 sampai tanggal 29 Mei 2020. 

Keadaan darurat corona di Jakarta dimulai ketika Gubernur DKI Jakarta Bapak Anies Baswedan mulai menutup tempat wisata milik pemprov DKI Jakarta mulai tanggal 14 Maret 2020 yang rencananya hanya 2 minggu akhirnya berlangsung sampai sekarang, kemudian dilanjutkan dengan diliburkannya kegiatan belajar - mengajar, dikuranginya aktivitas perkantoran dengan adanya aturan work from home, dilarangnya kegiatan keagamaan dan semua  kegiatan yang bersifat berkumpul kemudian timbul aturan - aturan yang bertujuan mengurangi penyebaran corona seperti memakai masker, sering - sering mencuci tangan dan lain sebagainya. 

Saya sangat menghargai dan menilai Pak Anies kali ini cukup baik dengan merespon cepat untuk mencegah corona tidak meluas, meskipun terlihat aturan yang dibuat seperti mendadak. Saya memuji langkah yang diambil Pak Anies saat itu. Kemudian ternyata corona makin meluas hingga seluruh Indonesia kena dan seruan lockdown mulai bergema di seluruh Indonesia. 

Tetapi lockdown bukan langkah yang diambil pemerintah pusat sehingga Jakarta pun tidak bisa melakukan lockdown. Pemerintah pusat lebih suka menggunakan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), akhirnya pemerintah DKI Jakarta mengajukan PSBB ke Menteri Kesehatan dan disetujui selama 14 hari ke depan mulai tanggal 10 April 2020 sampai tanggal 23 April 2020. 

Karena dianggap belum cukup makan diperpanjang selama 28 hari mulai tanggal 24 April 2020 sampai tanggal 22 Mei 2020, kemudian diperpanjang lagi sampai tanggal 4 Juni 2020. Pak Anies berharap PSBB tidak diperpanjang lagi pada saat 4 Juni 2020. 

Sebenarnya apa yang dilakukan pemerintah pusat dengan memilih PSBB dibandingkan dengan lockdown cukup beralasan karena pemerintah pusat menyadari mereka juga tidak mempunyai kekuatan secara finansial untuk membiayai penduduk Indonesia selama Lockdown. 

Sebagai sebuah peraturan PSBB sangat bagus dan sekali lagi saya mengapresiasi langkah yang diambil oleh Pak Anies Baswedan dengan pertama kali mengajukan diri untuk PSBB. Tapi selama hampir delapan minggu pelaksanaan PSBB di Jakarta yang terjadi adalah sesuatu yang bisa bikin kita berpikir dua kali apa ini PSBB yang diinginkan pemerintah. 

Pelaksanaan PSBB di Jakarta saya pribadi mengatakan sebagai sesuatu yang di bawah harapan saya apabila saya melihat dari peraturan yang dibuat. Sebelas bidang usaha diperbolehkan tapi ada bidang - bidang usaha diluar itu yang masih bisa buka. 

Kemudian banyak bidang usaha yang dilarang beroperasi tetap beroperasi meski harus kucing - kucingan dengan pihak polisi, dan Satpol PP seperti ada satpol PP mereka tutup begitu satpol PP pergi mereka buka lagi. Kadang - kadang saya lihat di jalan bengkel - bengkel resmi tutup selama PSBB tapi bengkel - bengkel kecil buka entah dibiarkan buka atau memang tidak diawasi saya tidak tahu. atau atau usaha yang dilarang di suatu daerah ditutup tapi di daerah lain boleh buka. 

Kemudian banyak warga yang tidak memenuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan seperti tidak pakai masker ketika berjalan atau naik kendaraan, banyak tempat makan yang masih menyediakan makan di tempat, lalu ada juga orang bergerombol lebih dari 5 orang, dan banyak juga yang masih nekat beribadah meskipun sudah dilarang beribadah beramai - ramai, alasan mereka yang penting menjaga jarak padahal peraturannya jelas kegiatan apapun yang mengumpulkan orang banyak dilarang meskipun menjaga jarak. jadi yang diatur itu pelarangannya bukan menjaga jaraknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun