Mohon tunggu...
Arjeli Syamsuddin
Arjeli Syamsuddin Mohon Tunggu... Buru Serabut, CSR -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tradisi Mendongeng dalam "Conversation Class", Perlukah?

17 April 2017   00:16 Diperbarui: 17 April 2017   19:00 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tradisi Dongeng di Conversation Class, perlukah?

Ungkapan ‘Not Every disaster is disastros’ selalu aku pakai dalam mengawali opening kelas conversation yang berbasis Theme based curriculum. Pengalaman sewaktu aku masih menjadi tutor Bahasa Inggris. Jumlah peserta kursus yang tidak terlalu banyak maksimal 10 orang dalam kelas nya. Jumlah yang asyik dan ideal untuk kelas percakapan.

“Guys do you understand what do the words mean? Aku mengawali diskusi. Melalui mimic yang mereka munculkan ada yang masih belum begitu faham ada yang cuman mangut mangut. Kemudian aku ajak mereka untuk menterjemahkan masing masing sehingga ‘tidak setiap bencana merupakan ..’ dan  aku menjelaskan ulang dalam imbuhan pembentukan kata sifat atau adjective yang berakhiran –ous atau -ious dalam Bahasa Indonesia kita sering mengartikan mengandung atau berisikan bukan mengandung yang bermakna hamil.

Dan aku mulai menulis contoh di whiteboard kata kata nya sebagai contoh, mulai dari dangerdengan dangeraous, bahaya dengan berbahaya, poison dengan poisoneous,racun dengan beracun.

Aku juga membimbing mereka untuk membentuk kalimat dengan formula dengan awalan kata “Not Every…… IS……” dalam Bahasa Indonesia “Tidak Semua bla bla…..adalah bla bla……..”

Terkadang mereka susah mencari ide nya maka supaya mereka cepat praktik nya mereka aku berikan ide dan mereka cuman menterjemahkan saja misal nya, “tidak semua laki laki bersalah” mereka saya beri giliran  praktiknya  dan dijawab “ not every man is mistaken”, “tidak semua manusia sempurna” yang dapat giliran menjawab “ not every human is perfect” dan seterus nya begitu lah salah satu cara yang saya pakai sehingga disitu awal terjadi interaksi tutor dengan peserta kursus.

Pemahaman ungkapan diatas perlu diurai dan diungkap lagi, oleh karena itu seorang tutor harus bisa juga menjadi storyteller atau pendongeng sebagai premis dari ungkapan tersebut.

 Ya cerita nya harus bersesuaian dengan ungkapan ‘Not Every disaster is disastros’

Aku mengawali sebuah cerita dan begini ceritanya  pada zaman dahulu kala, di sebuah kerajaan kecil. Sambil bercerita aku mengajak para peserta kursus untuk menterjemahkan cerita sambil sesekali aku menulis kata kata baru di whiteboard. 

Dan kembali aku melanjutkan, “hidup la sebuah keluarga kecil yang bahagia”.  Ya karena hanya ada ayah, ibu dan anak laki laki yang sedang tumbuh remaja. Keluarga kecil ini memiliki seekor kuda yang sangat jinak dan cerdas.

Pada suatu sore hari kuda yang sangat bagus tadi tersesat dan tidak pulang sehingga keluarga tersebut dan para tetangga menyimpulkan  bahwa kuda tersebut hilang. Kuda yang sangat mereka sayangi tadi hilang membuat keluarga ini merasa sangat kehilangan sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun