Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengendara Motor, Hindari Ngobrol di Jalan Raya

1 Maret 2015   17:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:19 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1425178970181941712

KLIMAKS sudah pandanganku akan kelakuan 'saudara-saudaraku' di jalan raya. Mereka ngobrol saat mereka mengendarai motor. Kuamati puluhan peristiwa, toh nampaknya tiada obrolan yang kelewat penting. Malah sering cekikikan, kadang saling menepuk bahu. Inilah salah satu model perilaku berlalulintas yang kurang wajar, diremeh-temehkan. Sekalipun belum pernah penulis temukan marka-marka: "DILARANG NGOBROL DI JALANAN". Maksudnya, tidak dibenarkan ngobrol di jalan raya, berdampingan seperti sepasang karapan sapi di Madura yang dikompetisikan, bedanya karapan sapi itu kencang, sedang 'karapan motor' lajunya relatif pelan, santai dan seolah ngobrol di pinggir pantai saja atau di cafe. Efek buruknya; menghalangi laju pengendara lainnya yang ingin berada di jalur normal. Sulit mendahului kedua pelaku itu, hadir hambatan psikologik, karena kita meyakini bahwa pelaku di posisi yang tak ideal, mestinya horizontal. Selain itu, pelaku berpotensi untuk wujudkan kecelakaan karena minimnya konsentrasi (mata tak ke depan, red). Pengendara yang 'couple' ini, bisa bergesekan karena kedua motor yang digunakan, saling mendekat, merapat, bereratan.

***

Penulis pernah saksikan, 'manifesto' kecelakaan disebabkan perilaku ngobrol berdampingan. Satunya menyenggol stir teman ngobrolnya. Mulanya bisa dikendalikan, karena sedikit panik, akhirnya salah seorang di antaranya terjatuh. Astagfirullah, karena accident itu, macetlah jalanan. Panjang lagi nih urusan! Nah, nuansa ngorbrol paralel di jalan raya, memicu kekesalan pengendara lain (di belakang, red). Mendinglah kalau mereka bergeser saat diklakson, kerap malah ada yang egepe, tetap asyik ngobrolnya, kitalah yang di belakangnya wajib elus dada dan jinakkan emosi. Harus ngalah!

www.hipwee.com

Tak konkrit yang diobrolkan, kadang durasi ngobrolnya bermeter-meter (sepanjang jalan). Sejujurnya, kitapun pernah lakukan hal serupa, yang membedakan adalah soal gamitan kesadaran pada fase berkendara berikutnya. Ada yang mengulanginya tetapi ada yang enggan mengulanginya karena sadar itu berbahaya dan salah satu faktor risiko kecelakaan di jalan raya. Semalampun, penulis masih saksikan 2-3 pasang pengendara motor enjoy melakukannya. Bila di jalanan yang sepi, mungkin hal itu tak jadi soal serius, lah bagaimana kalau dilakukan di area yang volume kendaraannya berjubel serupa Kota Makassar, Surabaya, Medan, Bandung, Pontianak, Padang dan daerah-daerah padat pengguna jalan di Indonesia ini.

Sepele tapi bisa fatal

Perilaku ngobrol berdampingan di jalan, itu hanya soal sepele, hal umum dan pemandangan keseharian dan kesemalaman, hahaha. Tapi tahukah kita, bila kita berkebiasaan semacam itu, yakini bahwa kita sedang meng-invitasi kekesalan pengguna jalan lainnya, atas 'ulah' kita yang biasa itu. Ini jutsru sanggup menimbulkan hal luar biasa bagi orang lain, semisal menggerutu, ngomel sendiri atau bahkan meneriaki pelaku ngobrol di jalan raya itu. Lalu, ada yang tidak terima atas teriakan orang lain, malah sinis, bahkan ada yang balik membentak pula. Ingatlah bahwa iklim jalan raya itu, salah satu pemicu mudahnya orang terjebak dalam 'lorong' emosional. Kenapa? Karena tiap-tiap pengendara ingin cepat sampai ke tujuan, belum lagi tingkat kepanikan orang tergolong tinggi di jalan raya. Ikhwal paling mendasar di jalan raya karena manusia-kendaraan sedang dinamis, bergerak, mobile. Plural kejadian tak disangka, terjadi tiba-tiba seperti semalam, sebuah mobil memutuskan membelok, mobil di belakangnya menubruk bagian lampu stop kiri 'korban' dan pecah. Yang aneh semalam itu, 'korban' memaki pelaku. Padahal pelaku sesungguhnya 'korban' dari tiada waktunya untuk mengerem mobilnya. Lah, dia membelok dengan radius 50 centi meter(an) dari pengguna jalan di belakangnya. Secara teori fisika, pasti korban ditabrak. Walau rem total, kendaraan di belakang masih saja melaju dalam kondisi ban pasif (tak berputar) dan tinggalkan jejak hitam di aspal akibat gesekan 'bibir' ban yang mulai memanas.

Singgahlah baik-baik

Bila memang ada hal yang urgen untuk dibicarakan, lebih bijak bila menepikan kendaraan, mengambil sisi yang safety, ngobrolnya bisa fokus, dan ini cermin budaya berlalu lintas yang elegan, bertanggungjawab dan peduli pada keselamatan diri sendiri-keselamatan orang lain. Termasuk keselamatan dompet bila berurusan dengan polisi kalau-kalau terjadi kecelakaan lalu lintas, belum lagi was-wasnya sanak family, waktu yang terbuang percuma, plus biaya rumah sakit yang kian menjulang.

Hal seperti itu, pernah penulis alami, dari kejauhan penulis melihat motor temanku, saya tambah kecepatan, membuka kaca helm, penulis sapa kawanku itu dengan suara agak tinggi di balik kebisingan knalpot dan suara mesin-mesin kendaraan di seputarku. Kawanku tahu kalau penulis ingin ngobrol, ia tepikan kendaraannya, nyalakan sign kiri. Dan penulispun lakukan hal yang sama. Ia salaman denganku dengan ramahnya, sekitar 20 menitan kami ngobrol, dan satu-satunya yang paling berkesan buatku akan tuturannya: "Kita jangan ngobrol di jalanan, kuajak singgah, demi keselamatan bersama".

Dan sejak pertemuan itu, penulis tak pernah lagi lakukan perilaku 'aneh', yakni ngobrol berhimpitan di jalan raya sambil mengendarai motor. Sah-sah saja kita lakukan itu, tapi ingat, kita disumpahin pengguna jalan lain loh^^^

Demikian artikel ringanku di hari libur ini, semoga bermanfaat bagi keluarga Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun